Tuesday, 20 December 2011
Pertarungan abadi kebaikan melawan kejahatan, dimulai sejak hari pertama sejarah manusia digelar di muka bumi,dan akan berakhir ketika sejarah kemanusiaan digulung kembali oleh Maha Sutradara, yang memegang kekuasaan di atas panggung kehidupan ini.
Perang Paderi di Minangkabau awal abad ke-19, juga dipersepsikan sebagai benturan kebaikan, diwakili golongan putih, melawan kejahatan yang diwakili golongan hitam.Kedua golongan ini masing-masing disimbolkan oleh warna pakaian mereka. Para haji,kaum Paderi berpakaian serbaputih dan kaum adat berpakaian hitam. Pertarungan golongan putih melawangolonganhitam,dalam sejarah Demak, terjadi ketika dua pusaka: keris Naga Sasra dan Sabuk Inten, lenyap dari gedung pusaka Keraton.
Jika kedua pusaka jatuh di tangan golongan hitam—yang gigih berusaha menguasainya—maka tanah Jawa akan dikuasai kejahatan dan hidup akan sangat sengsara. Maka golongan putih tampil di panggung sejarah Keraton tersebut untuk mencegah golongan hitam berkuasa. Batara Rama dari negeri Pancawati hendak meyakinkan Dasamuka di Alengka,bahwa persahabatan bisa menyelamatkan dunia dan membuat hidup lebih nyaman,tapi sebaliknya, perang hanya akan membawa kehancuran. Rama memerlukan seorang duta untuk menyampaikan pesan tadi.
Maka sesudah melalui proses seleksi ketat yang jujur dan penuh tanggung jawab politik demi kebesaran negara —sangat berbeda dibanding sikap DPR kita—Anoman yang terpilih. Duta ini diperlakukan buruk. Prajurit yang siaga menyergapnya, dan Anoman diikat,untuk kemudian dibakar. Kekejaman memalukan ini dikenang sebagai Anoman Obong, yang menjadi tragedi mengerikan karena kera putih ini ternyata tak terbakar. Dengan badannya sendiri sebagai sumbu api, dia terbang ke mana- mana, dan kemarahan tak tertahan Duta ini hinggap di atas setiap bangunan dan membakarnya.
Negeri Alengka hangus karena serangan balik kebaikan, yang mengejawantah dalam pribadi Anoman. Jawaban Dasamuka jelas: dia memilih perang,dan bukan persahabatan. Prabu Rama, simbol suara rohani, kecewa. Betapa Dasamuka telah terlalu jauh terseret nafsu angkara. Tapi Rama masih mengirim Duta yang kedua, yang juga tak memperoleh penyelesaian damai. Apa boleh buat. Jalan kekerasan perang yang ditempuh. Dan Dasamuka—pencuri, perampok dan pembunuh, koruptor kelas kakap—dibunuh. Tapi Dasamuka tak mati. Dia hidup abadi.
Jika dia bangkit dari alam kegelapan, maka gunung-gunung terguncang dahsyat. Gempa bumi mengakibatkan kerusakan. Kita juga kena akibatnya karena negeri kita ini pun ditempati Dasamuka. Segala puji bagi Tuhan, kita tak terlalu takut pada Dasamuka karena di tengah kita ada Rama, dan segenap prajurit kera yang hebat, termasuk Anoman. KPK, yang merupakan harapan kita, sama seperti Anoman, yang pernah menjadi harapan Prabu Rama dan seluruh rakyatnya. KPK lahir sebagai aspirasi kultural civil society kita, yang mendambakan bersihnya tatanan pemerintahan.
Birokrasi bersih pangkal kemakmuran. Maka tiba saatnya para pejabat, para birokrat, dan para politisi—terutama yang di Senayan itu—untuk segera bertaubat. Pertaubatan membuka pintu ampunan.Tapi jika mereka membatu,tuli,bisu,buta,maka jelas mereka itu turunan Dasamuka, yang hidup di alam kegelapan. Mereka lupa, birokrasi korup itu pangkal bencana,dan anak-cucu Dasamuka tak peduli dengan kemungkinan datangnya bencana itu.
Karya
Civil society kita mengembangkan aspirasi kehidupan yang adil,sehingga jiwa politisi utuh tertuju pada mengabdi negara dan rakyatnya, dan pejabat tak berbuat lain, selain melindungi rakyat dan segenap tumpah darah di negeri ini.Aspirasi ini bukan doa pasif, yang hanya memohon, melainkan juga merupakan energi dinamis, yang bekerja. Rumus berdoa, lalu bekerja, berdoa lagi, dan bekerja lagi, sudah kita wujudkan dalam hidup.
Kita tak ingin korupsi menjadi raja. Maka kita bekerja. Anak-anak muda yang tergabung dalam aliansi ini aliansi itu, atau kelompok yang merupakan kekuatan yang gigih mengawasi ini mengawasi itu, dan bahkan ada yang khusus mengawasi korupsi, misalnya ICW, ini bentuk kekuatan jiwa bangsa yang saleh. Dengan kekuatan ini semua, seharusnya negeri kita ini aman dari kejahatan korupsi. Dengan semua wujud kesalehan ini, kita berhak mengharapkan hasilnya. Kita bahkan—sekali lagi— mendirikan KPK. Ini jagoan yang kita pilih. Ini Anoman kita.
Dalam krisis parah ini, semoga KPK menjadi jawaban melegakan. Zaman gelap gulita yang sengaja digelapi Dasamuka dan anak-cucunya ini tak ada jawaban lainnya, sekali menghadirkan Anoman. KPK perlu tahu lebih dulu, Anoman ini berkulit putih dan berhati putih. Dia lambang kerendahan hati dan kesederhanaan. Tapi kekuatannya—dalam bahasa pedalangan—“magilo- gilo” , melebihi seribu gajah, tujuh gunung.Tak ada yang mampu menahan amarahnya. Oleh karena itu, KPK tak usah banyak bicara. Ibarat jago, tak usah berkokok-kokok di siang bolong.
Orang tahu jago sejati itu diam, tapi siap bertarung. KPK berbicara dalam bahasa karya,bukan bersastra. KPK mengabdi kepentingan politik bangsa tapi tidak melakukan debat politik.KPK menjadi kekuatan penegak hukum, tapi tak perlu melayani perdebatan hukum yang bisa membikin KPK kelihatan dungu, dan tolol. Tunjukkan karya.Hanya hasil karya yang ditunjukkan,bukan kata-kata. Masyarakat tak perlu tahu kapan, dan dengan strategi apa KPK bekerja.Tapi masyarakat harus tahu hasilhasilnya.
Maka Ketua hanya bicara sedikit.Tuding menuding, tuduh menuduh, tak usah dilayani. Ketua diam. Banyak ranjau. Banyak jebakan. Sikap waspada dijaga. Galang kekuatan civil societysebagai pendukung setia.Mereka tak minta bayaran. Ada buku baru, yang baru akan naik cetak: “Orang Kampung Melawan Korupsi”. Ini kekuatan civil society yang diberkati. Jika kekuatan ini digabung dengan KPK, ini berarti dukungan kekuatan surgawi yang nyata. Apa yang kurang pada KPK sekarang? Sinergiskan semua kekuatan.
Dan mulai bekerjadengan cara baru,yang lebih fokus, lebih jelas, lebih menimbang suara publik. Selebihnya diamlah. Membisu tak berarti telah menjadi batu.Adu argumen tak ada gunanya karena sukses gagalnya KPK tak ditentukan di medan perdebatan,melainkan dalam bakti, pada negeri. Jangan lupa, KPK itu Anoman Duta. Dan duta sejati, hanya punya satu komitmen: “bagimu negeri,jiwa raga kami.” ●
M SOBARY
Esais, Anggota Pengurus Masyarakat Bangga Produk Indonesia, untuk Advokasi, Mediasi, dan Promosi. Penggemar Sirih dan Cengkih, buat Kesehatan. Email: dandanggula@hotmail.com
Pertarungan abadi kebaikan melawan kejahatan, dimulai sejak hari pertama sejarah manusia digelar di muka bumi,dan akan berakhir ketika sejarah kemanusiaan digulung kembali oleh Maha Sutradara, yang memegang kekuasaan di atas panggung kehidupan ini.
Perang Paderi di Minangkabau awal abad ke-19, juga dipersepsikan sebagai benturan kebaikan, diwakili golongan putih, melawan kejahatan yang diwakili golongan hitam.Kedua golongan ini masing-masing disimbolkan oleh warna pakaian mereka. Para haji,kaum Paderi berpakaian serbaputih dan kaum adat berpakaian hitam. Pertarungan golongan putih melawangolonganhitam,dalam sejarah Demak, terjadi ketika dua pusaka: keris Naga Sasra dan Sabuk Inten, lenyap dari gedung pusaka Keraton.
Jika kedua pusaka jatuh di tangan golongan hitam—yang gigih berusaha menguasainya—maka tanah Jawa akan dikuasai kejahatan dan hidup akan sangat sengsara. Maka golongan putih tampil di panggung sejarah Keraton tersebut untuk mencegah golongan hitam berkuasa. Batara Rama dari negeri Pancawati hendak meyakinkan Dasamuka di Alengka,bahwa persahabatan bisa menyelamatkan dunia dan membuat hidup lebih nyaman,tapi sebaliknya, perang hanya akan membawa kehancuran. Rama memerlukan seorang duta untuk menyampaikan pesan tadi.
Maka sesudah melalui proses seleksi ketat yang jujur dan penuh tanggung jawab politik demi kebesaran negara —sangat berbeda dibanding sikap DPR kita—Anoman yang terpilih. Duta ini diperlakukan buruk. Prajurit yang siaga menyergapnya, dan Anoman diikat,untuk kemudian dibakar. Kekejaman memalukan ini dikenang sebagai Anoman Obong, yang menjadi tragedi mengerikan karena kera putih ini ternyata tak terbakar. Dengan badannya sendiri sebagai sumbu api, dia terbang ke mana- mana, dan kemarahan tak tertahan Duta ini hinggap di atas setiap bangunan dan membakarnya.
Negeri Alengka hangus karena serangan balik kebaikan, yang mengejawantah dalam pribadi Anoman. Jawaban Dasamuka jelas: dia memilih perang,dan bukan persahabatan. Prabu Rama, simbol suara rohani, kecewa. Betapa Dasamuka telah terlalu jauh terseret nafsu angkara. Tapi Rama masih mengirim Duta yang kedua, yang juga tak memperoleh penyelesaian damai. Apa boleh buat. Jalan kekerasan perang yang ditempuh. Dan Dasamuka—pencuri, perampok dan pembunuh, koruptor kelas kakap—dibunuh. Tapi Dasamuka tak mati. Dia hidup abadi.
Jika dia bangkit dari alam kegelapan, maka gunung-gunung terguncang dahsyat. Gempa bumi mengakibatkan kerusakan. Kita juga kena akibatnya karena negeri kita ini pun ditempati Dasamuka. Segala puji bagi Tuhan, kita tak terlalu takut pada Dasamuka karena di tengah kita ada Rama, dan segenap prajurit kera yang hebat, termasuk Anoman. KPK, yang merupakan harapan kita, sama seperti Anoman, yang pernah menjadi harapan Prabu Rama dan seluruh rakyatnya. KPK lahir sebagai aspirasi kultural civil society kita, yang mendambakan bersihnya tatanan pemerintahan.
Birokrasi bersih pangkal kemakmuran. Maka tiba saatnya para pejabat, para birokrat, dan para politisi—terutama yang di Senayan itu—untuk segera bertaubat. Pertaubatan membuka pintu ampunan.Tapi jika mereka membatu,tuli,bisu,buta,maka jelas mereka itu turunan Dasamuka, yang hidup di alam kegelapan. Mereka lupa, birokrasi korup itu pangkal bencana,dan anak-cucu Dasamuka tak peduli dengan kemungkinan datangnya bencana itu.
Karya
Civil society kita mengembangkan aspirasi kehidupan yang adil,sehingga jiwa politisi utuh tertuju pada mengabdi negara dan rakyatnya, dan pejabat tak berbuat lain, selain melindungi rakyat dan segenap tumpah darah di negeri ini.Aspirasi ini bukan doa pasif, yang hanya memohon, melainkan juga merupakan energi dinamis, yang bekerja. Rumus berdoa, lalu bekerja, berdoa lagi, dan bekerja lagi, sudah kita wujudkan dalam hidup.
Kita tak ingin korupsi menjadi raja. Maka kita bekerja. Anak-anak muda yang tergabung dalam aliansi ini aliansi itu, atau kelompok yang merupakan kekuatan yang gigih mengawasi ini mengawasi itu, dan bahkan ada yang khusus mengawasi korupsi, misalnya ICW, ini bentuk kekuatan jiwa bangsa yang saleh. Dengan kekuatan ini semua, seharusnya negeri kita ini aman dari kejahatan korupsi. Dengan semua wujud kesalehan ini, kita berhak mengharapkan hasilnya. Kita bahkan—sekali lagi— mendirikan KPK. Ini jagoan yang kita pilih. Ini Anoman kita.
Dalam krisis parah ini, semoga KPK menjadi jawaban melegakan. Zaman gelap gulita yang sengaja digelapi Dasamuka dan anak-cucunya ini tak ada jawaban lainnya, sekali menghadirkan Anoman. KPK perlu tahu lebih dulu, Anoman ini berkulit putih dan berhati putih. Dia lambang kerendahan hati dan kesederhanaan. Tapi kekuatannya—dalam bahasa pedalangan—“magilo- gilo” , melebihi seribu gajah, tujuh gunung.Tak ada yang mampu menahan amarahnya. Oleh karena itu, KPK tak usah banyak bicara. Ibarat jago, tak usah berkokok-kokok di siang bolong.
Orang tahu jago sejati itu diam, tapi siap bertarung. KPK berbicara dalam bahasa karya,bukan bersastra. KPK mengabdi kepentingan politik bangsa tapi tidak melakukan debat politik.KPK menjadi kekuatan penegak hukum, tapi tak perlu melayani perdebatan hukum yang bisa membikin KPK kelihatan dungu, dan tolol. Tunjukkan karya.Hanya hasil karya yang ditunjukkan,bukan kata-kata. Masyarakat tak perlu tahu kapan, dan dengan strategi apa KPK bekerja.Tapi masyarakat harus tahu hasilhasilnya.
Maka Ketua hanya bicara sedikit.Tuding menuding, tuduh menuduh, tak usah dilayani. Ketua diam. Banyak ranjau. Banyak jebakan. Sikap waspada dijaga. Galang kekuatan civil societysebagai pendukung setia.Mereka tak minta bayaran. Ada buku baru, yang baru akan naik cetak: “Orang Kampung Melawan Korupsi”. Ini kekuatan civil society yang diberkati. Jika kekuatan ini digabung dengan KPK, ini berarti dukungan kekuatan surgawi yang nyata. Apa yang kurang pada KPK sekarang? Sinergiskan semua kekuatan.
Dan mulai bekerjadengan cara baru,yang lebih fokus, lebih jelas, lebih menimbang suara publik. Selebihnya diamlah. Membisu tak berarti telah menjadi batu.Adu argumen tak ada gunanya karena sukses gagalnya KPK tak ditentukan di medan perdebatan,melainkan dalam bakti, pada negeri. Jangan lupa, KPK itu Anoman Duta. Dan duta sejati, hanya punya satu komitmen: “bagimu negeri,jiwa raga kami.” ●
M SOBARY
Esais, Anggota Pengurus Masyarakat Bangga Produk Indonesia, untuk Advokasi, Mediasi, dan Promosi. Penggemar Sirih dan Cengkih, buat Kesehatan. Email: dandanggula@hotmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar