Rintangan kecil bisa membuat seseorang menjadi lemah dan menyerah dalam mengejar impianya.Namun cobaan bisa membuat seorang bisa melakukan hal yang jauh melebihi kemampuan semula. Seperti kisah dari Dejen Gebremeskel, seorang pelari muda asal Ethiopia.
Gebremeskel lahir 21 tahun lalu di daerah pedesaan di kabupaten yang disebut Gulo Makeda, Ethiopia. Ia sudah mulai mengikuti kejuaraan lari semenjak masih di bangku sekolah. Awalnya ia hanya mewakili sekolah. Kemudian mewakili wilayahnya begitu seterusnya hingga akhirnya mewakili Ethiopia.
Jika saja satu insiden kecil tidak menimpa Gebremeskel, pelari jarak jauh asal Ethiopia, mungkin peristiwa bersejarah itu takkan pernah terjadi. Hari itu, sesuatu yang luar biasa terjadi. Mata dunia tertuju pada aksi Gebremeskel di kejuaraan dunia atletik di Boston, nomor lari 3000m.
Sebelum kejuaraan berlangsung tak banyak yang menjagokan Gebremeskel. Meskipun Gebremeskel adalah seorang pelari muda menjanjikan, namun dalam lomba tersebut juga tampil pelari kelas dunia, diantaranya Mohamad Farah. Pelari Inggris kelahiran Somalia tersebut dalam beberapa waktu terakhir cukup dominan di beberapa kejuaraan. Apalagi di kejuaraan serupa tahun sebelumnya yang berlangsung di Doha Gebremeskel hanya mampu menempati posisi ketujuh. Namun sesuatu yang luar biasa terjadi di Boston. Penonton yang menyaksikan nomor final 3000m menjadi saksi aksi Gebremeskel.
Selepas start semua pelari langsung beradu. Namun ketika lomba baru menempuh jarak 50 meter, beberapa pelari saling berdesak-desakan. Gebremeskel termasuk dalam kumpulan pelari tersebut. Sial menimpa pelari asal Ethiopia tersebut, salah seorang pelari menginjak sepatu kanannya karena pijakanya kuat sepatu itupun terlepas. Gebremeskel berlari tanpa sepatu kanan.
Meski sepatu kanannya terlepas, Gebremeskel terus berlari. Hanya dengan memakai kaus kaki di sebelah kanan, dan sepatu di kaki kiri, membuat langkahnya sempat goyang. “Telapak kaki saya terbakar. Kaki saya sakit,”ujarnya. Namun ia mencoba tidak memikirkan hal tersebut dan berjuang melanjutkan perlombaan.
Gebremeskel terus melesat, sementara pelari yang sebelumnya diunggulkan menjadi juara, Mo Farah, berada di posisi kedua. Tahu lawan terberat berada di belakangnya pelari muda ini terus menggenjot langkahnya. Ia sadar Mo Farah sangat jago di saat-saat akhir menjelang finish. Semua perjuangan Gebremeskel tidaklah sia-sia meskipun Mo Farah berusaha keras namun pemenangnya adalah pelari dengan satu sepatu. Gebremeskel menang, hanya unggul sepersekian detik.
Gebremeskel menorehkan hal yang luar biasa. Sesuatu yang membuatnya seolah lupa akan kondisi telapak kaki kanan yang lecet selepas lomba. "Saya sangat senang. Meski berat saya tidak berhenti, dan saya tidak kalah,”ujarnya.
Apa yang ditorehkan oleh Gebremeskel, meraih juara hanya dengan satu sepatu, mengingatkan publik pada pelari legendaris Ethiopia, Abebe Bikila. Cuma waktu itu Bikila berlari tanpa memakai sepatu sejak dari awal lomba. Raihan Gebremeskel di Boston membuatnya makin semangat menorehkan catatan lain seperti yang diraih oleh Abebe Bikila, juara di Olimpiade.
Andai saja Gebremeskel tidak kehilangan satu sepatu mungkin saja dia takan berlari secepat itu. Rasa sakit di kaki membuatnya mampu berlari lebih cepat dari biasanya. Belajar dari kisah Gebremeskel kita bisa introspeksi pada diri sendiri. Seperti apakah kita selama ini dalam menyikapi cobaan, halangan, rintangan dalam kehidupan sehari-hari. Mengatasi cobaan dan jalan terus atau menyerah.
Semoga bermanfaat!
Sumber : berbagai sumber
Jika saja satu insiden kecil tidak menimpa Gebremeskel, pelari jarak jauh asal Ethiopia, mungkin peristiwa bersejarah itu takkan pernah terjadi. Hari itu, sesuatu yang luar biasa terjadi. Mata dunia tertuju pada aksi Gebremeskel di kejuaraan dunia atletik di Boston, nomor lari 3000m.
Sebelum kejuaraan berlangsung tak banyak yang menjagokan Gebremeskel. Meskipun Gebremeskel adalah seorang pelari muda menjanjikan, namun dalam lomba tersebut juga tampil pelari kelas dunia, diantaranya Mohamad Farah. Pelari Inggris kelahiran Somalia tersebut dalam beberapa waktu terakhir cukup dominan di beberapa kejuaraan. Apalagi di kejuaraan serupa tahun sebelumnya yang berlangsung di Doha Gebremeskel hanya mampu menempati posisi ketujuh. Namun sesuatu yang luar biasa terjadi di Boston. Penonton yang menyaksikan nomor final 3000m menjadi saksi aksi Gebremeskel.
Selepas start semua pelari langsung beradu. Namun ketika lomba baru menempuh jarak 50 meter, beberapa pelari saling berdesak-desakan. Gebremeskel termasuk dalam kumpulan pelari tersebut. Sial menimpa pelari asal Ethiopia tersebut, salah seorang pelari menginjak sepatu kanannya karena pijakanya kuat sepatu itupun terlepas. Gebremeskel berlari tanpa sepatu kanan.
Meski sepatu kanannya terlepas, Gebremeskel terus berlari. Hanya dengan memakai kaus kaki di sebelah kanan, dan sepatu di kaki kiri, membuat langkahnya sempat goyang. “Telapak kaki saya terbakar. Kaki saya sakit,”ujarnya. Namun ia mencoba tidak memikirkan hal tersebut dan berjuang melanjutkan perlombaan.
Gebremeskel terus melesat, sementara pelari yang sebelumnya diunggulkan menjadi juara, Mo Farah, berada di posisi kedua. Tahu lawan terberat berada di belakangnya pelari muda ini terus menggenjot langkahnya. Ia sadar Mo Farah sangat jago di saat-saat akhir menjelang finish. Semua perjuangan Gebremeskel tidaklah sia-sia meskipun Mo Farah berusaha keras namun pemenangnya adalah pelari dengan satu sepatu. Gebremeskel menang, hanya unggul sepersekian detik.
Gebremeskel menorehkan hal yang luar biasa. Sesuatu yang membuatnya seolah lupa akan kondisi telapak kaki kanan yang lecet selepas lomba. "Saya sangat senang. Meski berat saya tidak berhenti, dan saya tidak kalah,”ujarnya.
Apa yang ditorehkan oleh Gebremeskel, meraih juara hanya dengan satu sepatu, mengingatkan publik pada pelari legendaris Ethiopia, Abebe Bikila. Cuma waktu itu Bikila berlari tanpa memakai sepatu sejak dari awal lomba. Raihan Gebremeskel di Boston membuatnya makin semangat menorehkan catatan lain seperti yang diraih oleh Abebe Bikila, juara di Olimpiade.
Andai saja Gebremeskel tidak kehilangan satu sepatu mungkin saja dia takan berlari secepat itu. Rasa sakit di kaki membuatnya mampu berlari lebih cepat dari biasanya. Belajar dari kisah Gebremeskel kita bisa introspeksi pada diri sendiri. Seperti apakah kita selama ini dalam menyikapi cobaan, halangan, rintangan dalam kehidupan sehari-hari. Mengatasi cobaan dan jalan terus atau menyerah.
Semoga bermanfaat!
Sumber : berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar