Untuk dapat menyebarluaskan suatu informasi kepada khalayak dalam jumlah besar dan tersebar di berbagai tempat, diperlukan suatu bentuk komunikasi yang dapat menjangkau khalayak tersebut, yaitu dengan mempergunakan saluran yang disebut media massa. Bentuk komunikasi tersebut dikenal dengan nama komunikasi massa. Adanya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, terutama teknologi media massa mengakibatkan proses komunikasi yang dilakukan melalui media massa banyak menimbulkan masalah-masalah dan bersifat kompleks. Oleh karenanya, unsur-unsur yang terkait di dalamnya, seperti sumber, komunikator, pesan, media, dan komunikan harus dipersiapkan dengan matang.
Dalam Buku Materi Pokok (BMP) ini akan dibahas mengenai hal-hal penting tersebut yang akan dibagi dalam 9 modul sebagai berikut.
Modul 1: membahas tentang pengertian dan karakteristik komunikasi massa.
Modul 2: membahas tentang proses dan model yang meliputi tentang komunikasi massa meliputi model komunikasi jarum hipodermik, komunikasi satu tahap, komunikasi dua tahap, komunikasi banyak tahap, Melvin De Fleur, Bruce Westley, Malcolm McLean, serta model HUB.
Modul 3: membahas tentang komponen-komponen komunikasi massa yang meliputi komunikator, pesan, komunikan, saluran, gatekeeper, dan filter.
Modul 4: membahas tentang hambatan-hambatan dalam komunikasi massa yang mencakup tentang hambatan psikologis, sosiokultural, dan hambatan interaksi verbal.
Modul 5: membahas tentang fungsi komunikasi massa yang meliputi tentang fungsi komunikasi yang bersifat umum dan khusus.
Modul 6: membahas tentang media massa yang berbentuk cetak, seperti surat kabar dan majalah.
Modul 7: membahas tentang media massa yang berbentuk elektronik yang terdiri dari siaran radio, televisi, internet, dan film.
Modul 8: membahas tentang efek komunikasi massa yang berkaitan dengan efek kehadiran media massa terhadap khalayak dan efek pesan media massa terhadap khalayak.
Modul 9: membahas tentang media massa dan sistem pemerintahan serta teori-teori komunikasi massa.
Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan mampu menjelaskan:
1. pengertian dan karakteristik komunikasi massa;
2. proses dan model-model komunikasi massa;
3. komponen-komponen dalam komunikasi masa;
4. hambatan-hambatan dalam komunikasi massa;
5. fungsi komunikasi massa;
6. pengertian dan jenis-jenis komunikasi massa;
7. pengertian dan jenis-jenis media cetak;
8. efek komunikasi massa;
9. media massa dan sistem pemerintahan serta teori-teori komunikasi massa.
Sebagai mata kuliah yang didesain khusus untuk mahasiswa Universitas Terbuka maka agar Anda dapat berhasil dengan baik dalam mempelajarinya, ikutilah petunjuk belajar berikut.
1. Bacalah dengan cermat seluruh materi pada setiap modul sampai Anda memahami betul.
2. Jika Anda menemukan kata-kata kunci dan kata-kata lain yang dianggap baru, cari dan bacalah pengertian-pengertian kata-kata tersebut dalam kamus yang ada.
3. Diskusikanlah bersama teman atau tutor Anda jika ada materi yang dianggap sulit atau belum Anda pahami.
Selamat Belajar, Semoga Sukses!
MODUL 1
Pengertian dan Karakteristik Komunikasi Massa
Kegiatan Belajar 1
Pengertian Komunikasi Massa
Banyak definisi komunikasi massa yang dikemukakan oleh para ahli komunikasi yang masing-masing merumuskan definisinya dengan menggunakan istilah yang berbeda untuk menunjuk pada ciri komunikasi massa yang sama. Tetapi keragaman istilah tersebut sesungguhnya semakin memperjelas pengertian serta luas lingkup komunikasi massa karena masing-masing definisi saling melengkapi satu sama lain.
Dari sekian banyak definisi komunikasi massa yang dikemukakan para ahli maka rangkuman yang lebih tepat diketengahkan adalah definisi komunikasi massa yang dikemukakan oleh Jalaluddin Rakhmat, yakni komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.
Kegiatan Belajar 2
Karakteristik Komunikasi Massa
Komunikasi massa berbeda dengan bentuk komunikasi antarpersona dan kelompok, baik dalam proses maupun dalam hal sifat-sifat komponennya. Karakteristik komunikasi massa adalah perwujudan dari kelebihan dan kekurangannya yang meliputi hal-hal berikut ini.
1. Komunikator terlembagakan karena dalam menyampaikan pesannya, komunikator harus bekerja sama dengan pihak-pihak yang ada pada lembaga media massa yang bersangkutan.
2. Pesan bersifat umum karena pesan ditujukan pada sebanyak-banyaknya orang, dan tidak ditujukan pada sekelompok orang tertentu; isi pesannya pun harus memenuhi kriteria penting atau menarik bagi sebagian besar komunikan.
3. Komunikannya bersifat anonim dan heterogen karena komunikator tidak mengenal komunikannya yang berjumlah relatif banyak dan tersebar serta memiliki berbagai perbedaan (heterogen), seperti perbedaan usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan lain-lain.
4. Media massa menimbulkan keserempakan karena pesan yang sama dapat diterima dalam waktu yang sama oleh sejumlah besar komunikan yang tersebar.
5. Komunikasi massa lebih mengutamakan unsur isi dari pada unsur hubungan karena komunikator dan komunikan hubungannya bersifat non-pribadi sehingga tidak perlu terjalin hubungan yang akrab. Namun, yang terpenting adalah pesan perlu disusun secara berstruktur dan mengikuti sistematika tertentu agar dapat diterima dan dimengerti oleh komunikan.
6. Komunikasi massa bersifat satu arah sehingga feedback-nya bersifat tertunda (delayed).
Daftar Pustaka
Blake, Reed H., Edwin O. Haroldsen. (1979). A Taxonomy of Concepts in Communications. New York: Hating House Publishers.
Effendy, Onong Uchyana. (1981). Dimensi-dimensi Komunikasi. Bandung: Alumni.
________. (1986). Ilmu Komunikasi - Teori dan Praktik: Bandung: Alumni.
Mulyana, Deddy. (2000). Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rakhmat, Jalaluddin. (2003). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Karya.
Severin, Werner J., James W. Tankard Jr. (1982). Communication Theories: Origins, Methods, and Uses in the Mass Media. New York: Longman Publishing Group.
Stamm, Keith R., John E. Bowes. (1990). The Mass Communications Process. Washington, Kendall: Hunt Publishing Company.
MODUL 2
Proses dan Model-model Komunikasi Massa
Kegiatan Belajar 1
Pengertian Proses Komunikasi Massa
Komunikasi merupakan suatu proses. Oleh karena itu, berlangsungnya komunikasi memerlukan beberapa komponen/unsur komunikasi. Komponen/unsur adalah bagian-bagian yang terpenting dan mutlak harus ada pada suatu kesatuan atau keseluruhan. Komponen-komponen tersebut, antara lain komunikator, pesan, media, komunikan, efek, dan umpan balik.
Proses komunikasi massa adalah proses pengoperan lambang-lambang yang mengandung arti, dilakukan melalui saluran/channel yang biasanya dikenal sebagai media printed (press), media auditif (radio), media visual (gambar, lukisan) atau media audio visual (televisi dan film).
Untuk lebih memahami proses komunikasi massa secara sederhana, tetapi tidak menghilangkan arti sesungguhnya dari suatu proses yang sangat kompleks maka diketengahkan formula dari Harold D. Lasswell, yaitu Who - Say What - In Which - To Whom - With What Effect?
Konsep formula Lasswell tersebut dikaji melalui pendekatan linier sehingga dapat diketahui komponen-komponen dan jenis-jenis studi dari setiap komponen.
Kegiatan Belajar 2
Model-model Komunikasi Massa
Penelitian komunikasi dengan menggunakan media massa akhir-akhir ini mendapat perhatian yang serius, baik dari para teoretisi maupun dari para praktisi. Mereka melakukan penelitian-penelitian tentang pengaruh media massa terhadap berbagai kehidupan masyarakat. Penelitian tersebut menghasilkan beberapa model komunikasi massa yang dapat menggambarkan struktur dari sebuah fenomena. Model-model komunikasi massa tersebut adalah sebagai berikut.
Model jarum hipodermik yang beranggapan bahwa media massa dapat menimbulkan efek yang kuat, terarah, segera dan langsung pada khalayaknya. Model komunikasi satu tahap yang merupakan pengembangan dari model jarum hipodermik. Model berikutnya adalah model komunikasi dua tahap yang memandang massa (khalayak) sebagai individu-individu yang aktif berinteraksi. Model banyak tahap ini merupakan gabungan dari model-model komunikasi massa yang lainnya. Model komunikasi banyak tahap menyatakan bahwa "lajunya komunikasi dari komunikator kepada komunikan terdapat sejumlah relay yang berganti-ganti".
Model komunikasi lain yang dibahas adalah model Melvin De Fleur, model Bruce Westley dan Malcolm McLean serta model HUB. Ada 3 metode utama yang dapat digunakan untuk mengukur kepemimpinan pemuka pendapat, yang sering dimanfaatkan dalam penelitian komunikasi, yakni socio-metric method, informant's rating, dan self designating method. Adapun karakteristik pemuka pendapat dapat dilihat dari:
1. pendidikan formalnya;
2. status sosial serta status ekonominya;
3. mempunyai kemampuan emphatic yang tinggi.
Untuk menemukan opinion leader/pemuka pendapat di tengah-tengah masyarakat, ada beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh Wilbur Schramm, yaitu revore study, decatur study, dan drug study.
Daftar Pustaka
Dennis MacQuail & Sven Windhal. (1981). Communication Models for the Study. New York: Longman.
Hiebert, Ray Eldon, Donald F. Ungurait dan Thomas W. Bohn. (1975). Mass Media - An Introduction to Modern Communication. New York: Longman.
Hiebert, Ray Eldon, Donald F. Ungurait dan Thomas W. Bohn. (1985). Mass Media - An Introduction to Modern Communication. New York: Longman.
Jalaluddin Rakhmat. (1985). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Karya.
Keith & Bowes. (1990). The Mass Communication Process. Iowa: Kendall/Hunt Publishing Company.
Omong Uchjana Effendy. (1993). Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Cipta Aditya Bakti.
Severin & Tankard. (1992). Communication Theories Origins Methods, and Uses in the Mass Media. New York: Longman.
MODUL 3
Komunikator, Simbol, dan Makna
Kegiatan Belajar 1
Komunikator, Simbol, dan Makna
Komunikator komunikasi massa pada media cetak adalah para pengisi rubrik, reporter, redaktur, pemasang iklan, dan lain-lain, sedangkan pada media elektronik, komunikatornya adalah para pengisi program, pemasok program (rumah produksi), penulis naskah, produser, aktor, presenter, personel teknik, perusahaan periklanan, dan lain-lain.
Karakteristik komunikator komunikasi massa terdiri dari institutionalized, costliness, competitiveness, dan complexity. Sementara menurut Hovland, ethos komunikator itu dilihat dari credibility, yang terdiri dari expertise dan trustworthiness.
Komponen komunikasi massa setelah komunikator adalah code dan content. Code adalah sistem simbol yang digunakan untuk menyampaikan pesan, sedangkan content merujuk kepada pemberian makna (penafsiran) terhadap pesan komunikasi.
Kegiatan Belajar 2
Gatekeeper dan Regulator
Gatekeeper dalam media massa terdiri dari beberapa pihak, diantaranya penerbit majalah, editor surat kabar, manager stasiun radio siaran, produser berita televisi, produser film, dan lain-lain. Pada umumnya, stasiun televisi juga memiliki tim Quality Control (QC) untuk menyeleksi isi pesan komunikasi. Stasiun televisi Anteve mempunyai tim QC lebih dari 10 orang. Mereka bertugas secara bergilir selama 24 jam untuk menyeleksi pesan terutama yang berbentuk film dan sinetron. Fungsi gatekeeper adalah untuk mengevaluasi isi media agar sesuai dengan kebutuhan khalayaknya. Yang terpenting adalah gatekeeper mempunyai wewenang untuk tidak memuat berita yang dianggap akan meresahkan khalayak. Sebagai contoh, yaitu seorang gatekeeper tidak akan menurunkan berita yang mengundang SARA.
Peran regulator hampir sama dengan gatekeeper, namun regulator bekerja di luar institusi media yang menghasilkan berita. Regulator dapat menghentikan aliran berita dan menghapus suatu informasi, tetapi ia tidak dapat menambah atau mengurangi informasi, dan bentuknya hampir seperti sensor.
Sementara di Indonesia, yang termasuk kategori regulator diantaranya adalah pemerintah dengan perangkat undang-undangnya, khalayak penonton, pembaca, pendengar, asosiasi profesi, Lembaga Sensor Film, Dewan Pers yang mengatur media cetak, dan Komite Penyiaran Indonesia (KPI) untuk media elektronik. Undang-undang produk pemerintah di Indonesia untuk media massa diantaranya adalah Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Undang-undang Penyiaran. Asosiasi profesi memberikan regulasi berupa kode etik sesuai dengan profesi masing-masing.
Kegiatan Belajar 3
Khalayak, Filter, dan Umpan Balik
Melvin DeFleur dalam bukunya, Theories of Mass Communication mengemukakan 4 teori efek media terhadap khalayaknya.
1. The individual differences theory.
2. The social categories theory.
3. The social relationship theory.
4. The cultural norm theory.
Lima karakteristik khalayak komunikasi massa adalah berikut ini.
1. Khalayak biasanya terdiri atas individu-individu yang memiliki pengalaman yang sama.
2. Khalayak berjumlah banyak.
3. Khalayak bersifat heterogen.
4. Khalayak bersifat anonim.
5. Khalayak biasanya tersebar, baik dalam konteks ruang dan waktu.
Filter boleh juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai “saringan”. Pengindraan kita yang berfungsi sebagai filter komunikasi dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu cultural, psychological, dan physical.
Sering kali, perbedaan budaya mengakibatkan adanya perbedaan persepsi terhadap suatu pesan. Kita pun membentuk persepsi berdasarkan kerangka acuan (frame of reference) kita, seperti latar belakang pendidikan, pengalaman, dan lain-lain. Hal lain yang dapat memengaruhi filter adalah kondisi fisik. Rasa sakit dapat memengaruhi pengindraan kita sehingga penglihatan dan pendengaran kita sedikit terganggu. Ruangan yang terlalu panas, terlalu dingin atau terlalu bising, juga dapat mengganggu penyaringan pesan.
Feedback adalah respons atau tanggapan yang diberikan khalayak kepada komunikan komunikasi massa. Beberapa karakteristik feedback adalah representatif (representative), tidak langsung (indirect), tertunda (delayed), kumulatif (cumulative), dan terlembagakan (institutionalized).
Daftar Pustaka
Baran, Stanley J. (2004). Introduction to Mass Communication, Media Literacy and Culture. Third Edition. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Folkerts, Jean, Stephen Lacy. (2004). The Media In Your Life. Third Edition. New York: Pearson Education, Inc.
Hiebert, Ray Eldon, Donald F. Ungurait, Thomas W. Bohn. (1975). Mass Media, an Introduction to Modern Communication. David McKay Company, Inc.
Nurudin. (2003). Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Rakhmat, Jalaluddin. (2003). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Vivian, John. (1999). The Media of Mass Communication. Fifth Edition. Allyn & Bacon A Viacom Company.
MODUL 4
Hambatan-hambatan dalam Komunikasi Massa
Kegiatan Belajar 1
Hambatan Psikologis
Setiap bentuk kegiatan komunikasi akan meng¬hadapi berbagai hambatan. Hambatan pada komu¬nikasi massa relatif lebih kompleks sejalan dengan kompleksitas komponen¬-komponen komuni¬kasi yang terlibat dalam proses komunikasi massa. Hambatan komunikasi massa yang berupa hambatan psikologis mencakup kepentingan, prasangka dan motivasi. Kepentingan komunikan yang berbeda¬-beda dapat dianggap sebagai ham¬batan komunikasi karena kepentingan akan memengaruhi respons komunikan terhadap pesan komunikasi. Begitu pula dengan hambatan yang berupa motivasi karena motivasi akan memengaruhi intensitas tanggapan komunikan terha¬dap pesan komunikasi, sedangkan prasangka dianggap sebagai hambatan komunikasi karena telah menyebabkan komunikan menanggapi pesan komunikasi secara emosional, komunikan tidak berpikir rasional dan objektif. Subjektivitas pada prasangka sosial ini telah dipertajam oleh stereotip yang dipercayainya mengenai diri komunikator.
Kegiatan Belajar 2
Hambatan Sosiokultural
Keragaman etnik dan budaya, ratusan bahasa yang hidup dan berkembang di Indonesia, serta dua ratus dua puluh juta penduduk merupakan aset bangsa Indonesia yang tidak ternilai harganya. Namun, di sisi lain faktor¬-faktor tersebut dapat menjadi penghambat dalam proses komunikasi massa. Perbedaan budaya telah memungkinkan adanya perbedaan norma sosial. Perbedaan ini perlu menjadi perhatian komunikator dalam menyampaikan pesannya, agar terhindar dari ketersinggungan komunikan sebagai akibat dari perbedaan norma sosial. Hidup dan berkembangnya bahasa daerah pada masing-masing etnik, telah menyebabkan sejumlah besar penduduk di daerah terpencil tidak bisa berbahasa Indonesia kalaupun bisa¬ kemampuannya amat minim. Kondisi ini juga menjadi hambatan komunikasi massa karena mereka sulit menerima pesan dalam bahasa Indonesia.
Keragaman bahasa, telah memungkinkan adanya perbedaan pemberian makna terhadap kata¬-kata yang sama. Hal ini disebut hambatan semantis. Di samping ketidakmampuan berbahasa Indonesia, masyarakat di desa-¬desa terpencil pun berpendidikan sangat rendah sehingga mungkin masih ada yang belum melek huruf. Ini pun menjadi hambatan komunikasi massa, sedangkan hambatan yang relatif sering terjadi dalam proses komunikasi massa adalah hambatan meka¬nis, yakni gangguan sebagai konsekuensi penggunaan alat¬-alat teknis, seperti gangguan cuaca, dan sejenisnya yang dapat menyebabkan pesan tidak dapat diterima baik oleh komunikan.
Kegiatan Belajar 3
Hambatan Interaksi Verbal
Hambatan interaksi verbal yang dikemukakan oleh Joseph A. Devito merupakan jenis hambatan yang pada umumnya terjadi pada komunikasi antarpersona yang tatap muka. Dari 7 hambatan yang dikemu¬kakannya, 4 diantaranya dapat pula terjadi pa¬da komunikasi massa, yakni polarisasi, orientasi intensional, evaluasi statis, dan indiskriminasi. Polarisasi sebagai hambatan, apabila komunikator atau komunikan mempunyai kecenderungan untuk meli¬hat segala sesuatu dalam bentuk lawan kata dan mendeskripsikannya secara ekstrem, misalnya sangat baik atau sangat buruk, sangat kaya atau sangat miskin. Sementara kenyataan yang ada, lebih banyak manusia dan keadaan yang berada di antara kedua ku¬tub itu.
Hambatan komunikasi massa yang berupa orientasi intensional adalah apabila kita mempunyai kecende¬rungan untuk melihat manusia, objek dan kejadian sesuai dengan ciri yang melekat pada mereka. Jadi, seolah¬-olah label lebih penting dari manusia itu sendiri. Kebiasaan lain dari manusia pada umumnya adalah merumuskan pernyataan verbal tentang suatu kejadi¬an atau seseorang yang bersifat statis ¬ tidak berubah. Sementara, objek atau orang dari waktu ke waktu kemungkinan besar berubah. Apabila kita se¬bagai komunikan melakukan evaluasi statis terhadap komunikator tertentu, selamanya kita tidak akan pernah mau menerima komunikator yang bersangkutan, sedangkan ia kemungkinan besar telah berubah. Indiskriminasi sebagai hambatan komunikasi massa pada dasarnya relatif sama dengan hambatan stereotip karena indiskriminasi adalah inti dari stereotip.
Daftar Pustaka
Devito, Joseph A. (1989). The Interpersonal Communication Book. New York: Harper & Row Publishers, Inc.
Effendy, Onong Uchyana. (1981). Dimensi¬-dimensi Komunikasi. Bandung: Alumni.
Gerungan. (1983). Psikologi Sosial. Jakarta: Eresco.
Krech, David, Richard S. Crutchfield, Egerton Ballachey. (1962). Individual In Society. Tokyo: McGraw¬ Hill Kogakusha, Ltd. ¬
Rakhmat, Jalaluddin. (1985). Psikologi Komunikasi. Bandung: Re¬maja Karya.
Sears, David O., Jonathan L. Freedman, L. Anne Peplau. (1992). Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.
Soekanto, Soerjono. (1982). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali.
MODUL 5
Fungsi Komunikasi Massa
Kegiatan Belajar 1
Fungsi Komunikasi Massa secara Umum
Fungsi komunikasi massa atau fungsi dari media massa dilihat dari perspektif secara universal (umum) yang meliputi fungsi memberi informasi; memberi pendidikan (to educated), memberi hiburan (to entertain) dan memengaruhi (to influence). Selain fungsi-fungsi tersebut Robert G. King dalam bukunya Fundamental of Communication mengemukakan fungsi-fungsi komunikasi, yaitu untuk membangun proses mental, untuk beradaptasi dengan lingkungan dan fungsi untuk memanipulasi lingkungan.
Kegiatan Belajar 2
Fungsi Komunikasi Massa secara Khusus
Fungsi komunikasi massa secara khusus, mempunyai fungsi yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Fungsi yang pertama adalah untuk meyakinkan. Fungsi ini dapat dibentuk melalui pengukuhan atau memperkuat sikap atau nilai seseorang, mengubah sikap, menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu serta memperkenalkan etika atau menawarkan sistem nilai tertentu. Fungsi komunikasi massa yang lain adalah fungsi menganugerahkan status, yaitu fungsi yang dapat menganugerahkan status publik terhadap orang-orang tertentu, sedangkan fungsi membius, merupakan fungsi yang sangat menarik karena khalayak seolah-olah tidak berdaya dalam menerima pesan-pesan yang disampaikan oleh media.
Fungsi komunikasi massa sebagai alat untuk menciptakan rasa kebersamaan, yaitu kemampuan media massa membuat khalayak menjadi anggota suatu kelompok dan merupakan fungsi yang terakhir dari komunikasi massa, yaitu privatisasi, sebagai suatu kecenderungan bagi seseorang untuk menarik diri dari kelompok sosial dan mengucilkan diri ke dalam dunia sendiri.
MODUL 6
Media Massa Cetak
Kegiatan Belajar 1
Surat Kabar sebagai Media Massa
Surat kabar sebagai media cetak dimulai sejak ditemukannya mesin cetak oleh Johann Gutenberg pada tahun 1600-an. Di Jerman, surat kabar pertama terbit di Bremen tahun 1609. Di Inggris, Oxford Gazette merupakan surat kabar pertama yang diterbitkan tahun 1665, sedangkan surat kabar hariannya adalah Daily Courant yang terbit tahun 1702.
Di Amerika Serikat, surat kabar harian yang pertama adalah Pennsylvania Evening Post terbit tahun 1783. Dalam perkembangannya, surat kabar di Amerika mudah didapat dan murah, sebagai contoh harian New York Sun hanya enam sen dolar sehingga masa itu dunia persuratkabaran disebut era The Penny Press, sedangkan masa kejayaannya yang disebut Newspaper Barons adalah di saat Joseph Pulitzer menerbitkan St Louis Post-Dispatch dan membeli New York World sehingga oplag-nya dan memperoleh jumlah pembaca sebanyak 374.000 orang. Di saat itu pula Pulitzer memelopori pemuatan cerita bergambar (komik strip) secara rutin pada edisi minggunya.
Dunia persuratkabaran di Indonesia mengalami 5 zaman, yakni zaman penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, awal kemerdekaan, zaman Orde Lama dan Orde Baru. Pada zaman Belanda, surat kabar di Indonesia secara politis kurang berarti karena isinya hanya memuat kutipan-kutipan berita dari harian di Eropa dan sebagian besar berupa iklan lelang. Sekalipun terdapat surat kabar berbahasa Melayu, isinya tetap dalam pengawasan pemerintah Belanda. Begitu pula pada zaman Jepang, penggabungan beberapa surat kabar telah memudahkan pemerintah Jepang dalam melakukan pengawasan. Di samping itu, surat kabar lebih ditekankan pada propaganda memuji-muji pemerintah dan tentara Jepang.
Menjelang Indonesia merdeka, surat kabar yang diusahakan rakyat Indonesia merupakan tandingan surat kabar Jepang dan di awal kemerdekaan, surat kabar di Indonesia mengalami masa kebebasan. Namun, tidak lama kemudian, yakni zaman Orla, surat kabar diharuskan mempunyai cantolan pada partai tertentu dan isi surat kabar sering berupa polemik antara yang pro PKI dan yang kontra PKI. Pada awal pemerintahan Orde Baru, kehidupan surat kabar kembali marak dengan terbitnya surat kabar Kompas dan KAMI yang dianggap berani. Selanjutnya, grafik menurun karena pemerintah Orde Baru menganggap kebebasan surat kabar kurang bertanggung jawab karena tidak mengindahkan sopan santun lagi sehingga pemerintah melakukan pencabutan SIUPP beberapa surat kabar dan majalah.
Satu hal yang penting untuk dicatat bahwa dalam masa pembangunan Indonesia, surat kabar mengemban misi menyebarluaskan pesan-pesan pembangunan dan sebagai media untuk mencerdaskan bangsa.
Sebagai media massa cetak, surat kabar memiliki beberapa karakteristik, yaitu (1) publisitas, (2) periodisitas, (3) Aktualitas, (4) universalitas, (5) terdokumentasikan. Selain itu, persyaratan dari komunikannya adalah harus melek huruf.
Kegiatan Belajar 2
Majalah sebagai Media Massa
Tidak lama setelah manusia mengenal surat kabar sebagai media massa, manusia membuat media cetak lainnya, namun dengan bentuk yang berbeda dan masa terbit yang berbeda pula - itulah yang kita sebut sebagai majalah.
Di Inggris, Daniel Defoe (1704) menerbitkan majalah Review yang terdiri empat halaman kecil, dan berisi berita, artikel, kebijakan nasional pemerintah. Di Amerika Benjamin Franklin (1740) menerbitkan General Magazine dan Historical Chronicle. Antara tahun 1820 - 1840-an di Amerika banyak majalah yang terbit sehingga pada masa itu dinamakan The Age of Magazine. Majalah yang terkenal saat itu adalah Saturday Evening Post dan North American Review. Pada pertengahan abad ke-19 majalah yang peredarannya luas hampir di seluruh dunia adalah Reader Digest yang diterbitkan oleh suami istri DeWitt & Lila.
Sementara di Indonesia, majalah mengalami zaman keemasan pada tahun 70-an sampai 80-an, di mana pada masa itu banyak majalah terbit dan bervariasi hampir dapat memenuhi semua kalangan. Diantaranya, majalah berita mingguan Tempo, majalah Femina (wanita), Si Kuncung & Bobo (anak-anak), National Geographic (ilmiah populer), dan lain-lain.
Seperti halnya media massa lainnya, majalah memiliki empat fungsi, yakni memberi informasi, mendidik, menghibur dan memengaruhi. Namun, masing-masing majalah mempunyai fungsi utama yang berbeda tergantung pada tipe majalah tersebut. Majalah berita mempunyai fungsi utama memberi informasi, majalah ilmiah mempunyai fungsi utama mendidik atau memengaruhi. Majalah anak, dan wanita mempunyai fungsi utama memberi hiburan.
Karakteristik majalah sebagai media massa adalah (1) berita disajikan secara mendalam; (2) nilai aktualitas lebih lama sesuai dengan frekuensi terbitnya; (3) lebih banyak menampilkan foto; (4) cover atau sampul majalah sebagai daya tarik utama.
Daftar Pustaka
Dominick, Joseph R. (1996). The Dynamics of Mass Communication. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Dominick, Joseph R. (2000). The Dynamics of Mass Communication. New York: Random House.
Effendy, Onong Uchjana. (1981). Dimensi-dimensi Komunikasi. Bandung: Alumni.
Folkerts, Jean & Stephen Lacy. (2004). The Media in Your Life. Boston: Pearson Education, Inc.
Hiebert, Ray Eldon, Donald F. Ungurait, Thomas W. Bohn. (1975). Mass Media, an Introduction to Modern Communication. New York: David McKay Company, Inc.
Soebagijo. (1977). Sejarah Pers Indonesia. Jakarta: Dewan Pers.
Indonesia Media Directory. (1983). Jakarta: Badan Penyalur & Pemerataan Periklanan.
Media Scene Indonesia. (1993-1994). Jakarta: Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I).
MODUL 7
Media Massa Elektronik dan Film
Kegiatan Belajar 1
Radio Siaran sebagai Media Massa
Radio pertama kali ditemukan oleh Dane (Amerika Serikat) melalui eksperimennya pada tahun 1802. Penemuan itu dikemukakan oleh James Maxwell dan selanjutnya radio digunakan sebagai media komunikasi dalam bentuk siaran (broadcast) oleh David Sarnoff pada tahun 1915. Pada tahun 1916 Dr. Lee De Forest melalui stasiun radio eksperimen miliknya menyiarkan kampanye pemilihan Presiden AS antara Wilson dan Hughes sehingga ia dianggap sebagai pelopor radio dan akhirnya mendapat julukan The Father of Radio.
Selain di negara asalnya Amerika Serikat, radio siaran tumbuh dan berkembang di negara-negara lainnya, termasuk di Indonesia. Radio siaran pertama di Indonesia berdiri pada masa penjajahan Belanda, yakni Bataviase Radio Vereniging pada tahun 1925. Radio siaran yang pertama diselenggarakan oleh bangsa Indonesia adalah Solosche Radio Vereniging di kota Solo pada Tahun 1933 oleh Mangkunegoro VII dan Ir. Sarsito Mangunkusumo.
Pada masa menjelang kemerdekaan Indonesia, radio siaran mempunyai fungsi memengaruhi dengan memotivasi rakyat untuk bersatu melawan penjajah. Puncaknya, peran radio siaran di Indonesia adalah mengumandangkan naskah kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Pada masa Orde Baru, radio siaran secara lengkap melaksanakan keempat fungsinya, yakni memberi informasi, menghibur, mendidik dan memengaruhi. Radio siaran mendapat julukan The Fifth Estate karena memiliki berbagai kekuatan, yakni daya langsung, daya tembus, dan daya tarik. Daya langsung karena proses dan penyampaian pesan melalui radio tidak kompleks dan relatif lebih cepat dibandingkan dengan media massa lainnya. Daya tembus karena radio siaran menembus segala rintangan dan dapat menjangkau pendengarnya yang ada di seberang lautan, dihalangi gunung yang tinggi atau pun melewati samudra yang luas. Daya tarik radio siaran adalah kata-kata, musik dan efek suara.
Karakteristik radio siaran merupakan konsekuensi dari sifat radio siaran yang pesannya ditujukan untuk konsumsi telinga, artinya untuk didengarkan (ingat karakteristik komunikasi massa mengenai stimulasi alat indra, Modul 1 Kegiatan Belajar 2). Dengan demikian, karakteristik media radio itu mencakup gaya radio, auditori-pesan diterima secara selintas, pendengar radio bersifat imajinatif, akrab karena seolah-oleh penyiar datang berkunjung ke tempat di mana pun pendengar berada, dan penuturannya menggunakan gaya percakapan.
Kegiatan Belajar 2
Televisi sebagai Media Massa
Televisi siaran ditemukan melalui berbagai eksperimen, dan merupakan pengembangan dari eksperimen sebelumnya, termasuk radio siaran.
Televisi berperan sebagai alat transmisi mulai tahun 1925 di Amerika Serikat, dan berfungsi sebagai media komunikasi massa karena secara reguler menyampaikan pesan pada tahun 1928.
Di Indonesia televisi siaran dengan stasiun call TVRI mulai mengudara tanggal 24 Agustus 1962, pada saat pembukaan Pesta Olahraga se Asia (Asean Games) IV Senayan Jakarta. Tanggal 24 Agustus, selanjutnya dianggap sebagai hari kelahiran TVRI yang kedudukannya berada di bawah Departemen Penerangan. Kini stasiun televisi di Indonesia diramaikan dengan beberapa stasiun swasta, yakni RCTI, SCTV, MetroTV, tvOne, TV7, TransTV, TPI dan ANteve. Meskipun demikian, televisi siaran tidak akan "menggeser" kedudukan radio siaran karena radio siaran memiliki karakteristik yang khas, bahkan di antara keduanya saling mengisi dan saling menunjang.
Fungsi televisi siaran sama seperti media massa lainnya, hanya khalayak pada umumnya menganggap televisi lebih berfungsi sebagai hiburan. Karakteristik televisi yang utama adalah audiovisual, yakni dapat dilihat dan sekaligus dapat didengar, konsekuensinya antara gambar dan suara tidak ada yang lebih dominan, kedua unsur itu harus harmonis dan sama pentingnya. Komunikasi melalui televisi menggunakan peralatan yang lebih banyak serta lebih canggih sehingga untuk mengoperasikannya lebih rumit dan melibatkan jumlah orang yang lebih banyak.
Oleh karena karakteristik itu maka proses penyampaian pesan melalui televisi perlu memperhatikan berbagai faktor, yakni penonton, faktor waktu, durasi dan metode penyajian. Keempat faktor tersebut satu dengan yang lainnya saling berhubungan. Penonton televisi sebagai komunikan yang heterogen terbagi menjadi beberapa kelompok di mana tiap kelompoknya mempunyai minat dan kebiasaan yang berbeda, termasuk kebiasaannya dalam menonton televisi. Oleh karenanya, acara-acara televisi akan disesuaikan dengan kebiasaan menonton televisi khalayaknya, sedangkan faktor durasi mempertimbangkan kesesuaian naskah dan tujuan yang akan dicapai. Faktor metode penyajian lebih mempertimbangkan sasaran khalayak serta fungsi utama televisi siaran sebagai media hiburan dan informasi.
Kegiatan Belajar 3
Film sebagai Media Massa
The Great Train Robbery dianggap merupakan film cerita pertama yang dibuat di Amerika Serikat pada tahun 1903 dan dibuat oleh Edwin S. Porter.
Sejarah perfilman Amerika mencatat antara tahun 1906 sampai dengan tahun 1916 sebagai periode penting atau disebut pula zamannya Griffith. Selain karena pada masa itu karya-karya David Wark Griffith dibuat, satu diantaranya film berjudul Intolerance memperlihatkan teknik editing yang baik serta jalan cerita yang baik pula, juga pada masa ini ditemukannya pusat perfilman Hollywood. Bahkan film-film komedi yang dibintangi Charlie Chaplin dengan sutradara Mack Sennett dibuat pada masa tersebut.
Sejarah perfilman Indonesia, mencatat film Lely Van Java yang dibuat oleh David di Bandung pada tahun 1926. Selama tahun 1927/1928 dibuat film-film berjudul Eulis Atjih dan tahun 1928/1930 dibuat film-film Lutung Kasarung, Si Conet dan Pareh, yang semuanya merupakan film bisu, sedangkan film bicara yang pertama di Indonesia adalah Terang Bulan yang dibintangi oleh Roekiah dan R. Muchtar.
Sebagaimana radio siaran yang perjalanannya melewati 3 zaman, film juga demikian. Pada awalnya film dikelola oleh orang-orang Belanda dan Cina. Ketika Jepang datang, film diambil alih oleh pemerintah Jepang dan film digunakan sebagai alat propaganda Jepang. Setelah kemerdekaan, film dikelola oleh Pemerintah Republik Indonesia, dan mulailah dibuat Berita Film Indonesia. Pada waktu pemerintahan Indonesia hijrah dari Yogyakarta ke Jakarta, B.F.I. juga pindah ke Jakarta dan bergabung dengan Perusahaan Film Negara, akhirnya terbentuklah Pusat Film Nasional (P.F.N).
Film di Indonesia tidak semata-mata berfungsi sebagai media hiburan karena pemerintah telah mencanangkan film sebagai alat pendidikan dan pembinaan bagi generasi muda.
Kelebihan film dibandingkan media lainnya, terutama televisi (sejenis) adalah layarnya yang luas, teknik pengambilan gambar, penonton dapat berkonsentrasi penuh, serta identifikasi psikologis. Layar luas memberi keleluasaan penonton melihat adegan demi adegan secara jelas. Di samping itu, gambaran situasi dapat secara utuh ditampilkan karena juru kamera dapat mengambil gambar secara keseluruhan melalui panoramic shot atau extreme long shot. Ruangan kedap suara tanpa penerangan dan terbebas dari gangguan dari luar, telah membantu penonton mencurahkan perhatiannya secara penuh pada film yang ditontonnya. Keadaan demikian, dapat memengaruhi penonton selama film berlangsung, yakni apabila penonton turut merasakan apa yang diperbuat oleh pemain film sehingga seolah-olah dirinya yang sedang main film. Hal itu menurut para ahli ilmu jiwa disebut sebagai identifikasi psikologis. Pengaruh film yang lainnya adalah imitasi, yaitu apabila penonton meniru gaya atau tingkah laku dari pemain dalam film tersebut, misalnya cara berpakaian atau model rambutnya.
Film-film yang biasa kita tonton di bioskop termasuk kategori film cerita (story film), jenis film lainnya adalah film berita, film dokumenter dan film kartun.
Kegiatan Belajar 4
Internet sebagai Media Massa
Secara harfiah, Internet (kependekan dari pada perkataan inter-network) ialah rangkaian komputer yang berhubung menerusi beberapa rangkaian. Jadi, apabila media-media lain, seperti surat kabar, majalah, radio, dan televisi, bentuk fisik medianya tampak jelas, Internet disebut juga sebagai dunia maya karena bentuk fisiknya tidak terlihat langsung melainkan diakses melalui komputer.
Jumlah pengguna Internet yang besar dan semakin berkembang, telah mewujudkan budaya Internet. Internet juga mempunyai pengaruh yang besar atas ilmu, dan pandangan dunia. Dengan hanya berpandukan mesin pencari, seperti Google, pengguna di seluruh dunia mempunyai akses yang mudah atas bermacam-macam informasi. Dibanding dengan buku dan perpustakaan, Internet melambangkan penyebaran (decentralization) informasi dan data secara ekstrem.
Perkembangan Internet juga telah memengaruhi perkembangan ekonomi. Berbagai transaksi jual beli yang sebelumnya hanya bisa dilakukan dengan cara tatap muka (dan sebagian sangat kecil melalui pos atau telepon), kini sangat mudah dan sering dilakukan melalui Internet. Transaksi melalui Internet ini dikenal dengan nama e-commerce.
Terkait dengan pemerintahan, Internet juga memicu tumbuhnya transparansi pelaksanaan pemerintahan melalui e-government.
Internet disebut juga media massa kontemporer karena memenuhi syarat-syarat sebagai sebuah media massa, antara lain ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim serta melewati media cetak atau elektronik sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat oleh khalayaknya.
Internet mempunyai kelebihan dibandingkan media lainnya karena selain berfungsi sebagai media massa, Internet juga bisa berfungsi sebagai media komunikasi antarpersona melalui chatting dan e-mail.
Untuk sekadar mendapatkan informasi, pengguna Internet cukup melakukan chatting, gabung di mailing list, menelusur ensiklopedia gratis di Wikipedia, menelisik peta gratis dari Google Map, mendengar musik dan komedi/film di Myspace, curhat dan cari teman baru di Friendster, baca berita di Ohmy News, main games interaktif di Yahoo! Juga bisa mengutak-atik blog yang disediakan gratis oleh Blogspot.com, Blogsome.com atau Blogdrive.com, bahkan mendengar radio atau menonton televisi digital.
Bagi Shayne Bowman dan Chris Willis, internet telah menjadi saluran perubahan, percepatan, perluasan, sekaligus perputaran gagasan. Dan Gilmor, penulis buku We the Media dalam jurnal yang sama mengatakan, perpaduan antara jurnalisme dan teknologi memungkinkan percakapan sebagai berita, yakni percakapan dari, untuk, dan oleh khalayak.
Daftar Pustaka
Charnley, Mitchell V. (1965). Reporting. New York. Toronto: Holt, Rinehart, and Winston, Inc.
Dominick, Joseph R. (2000). The Dinamic of Mass Communication. New York: Random House.
Effendy, Onong Uchyana. (1981). Dimensi-dimensi Komunikasi. Bandung: Alumni.
______. (1990). Radio Siaran, Teori dan Praktik. Bandung: Mandar Maju.
______. (1993). Televisi Siaran, Teori dan Praktik. Bandung: Mandar Maju.
Folkerts, Jean & Stephen Lacy. (2004). The Media In Your Life. Boston: Pearson Education Inc.
Hall, Mark W. (1974). Broadcast Journalism - An Introduction to News Writing. New York: Hasting House Publishers.
Hiebert, Ray Eldon, Donald F. Ungurait, Thomas W. Bohn. (1975). Mass Media - An Introduction to Modern Communication. New York: David McKay Company, Inc.
Bacaan Lain:
www.artikel.us
www.capellaecommerce.info
www.free.vlsm.org
www.goechi.com
www.kompas.co.id
www.wikipedia.org
Modul 8 Efek Komunikasi Massa
Kegiatan Belajar 1
Efek Kehadiran Media Massa terhadap Khalayak
Komunikasi merupakan suatu kekuatan sosial yang dapat menggerakkan proses sosial ke arah suatu tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Akan tetapi, untuk mengetahui secara jelas tentang kekuatan sosial yang dimiliki oleh media massa dan hasil yang dicapainya dalam menggerakkan proses sosial tersebut tidaklah mudah. Oleh karena itu, diperlukan pengkajian terhadap hasil atau efek yang dicapai oleh pernyataan manusia yang telah dilakukan melalui berbagai media massa. Pengkajian hasil proses sosial tersebut dapat melalui metode yang bersifat analisis psikologi sosial. Sebagai akibat dari suatu proses komunikasi, efek atau akibat dapat menerpa seseorang baik secara disengaja maupun tanpa disengaja. Donald K. Robert beranggapan bahwa efek hanyalah perubahan perilaku manusia setelah diterpa media massa. Oleh karena itu, Steven H. Chaffee menyebutkan adanya lima jenis efek atas kehadiran media massa sebagai benda fisik, yaitu (1) efek ekonomis; (2) efek sosial; (3) efek pada penjadwalan kegiatan; (4) efek penyaluran/penghilangan perasaan tertentu, dan (5) efek dan perasaan orang terhadap media.
Kegiatan Belajar 2
Efek Pesan Media Massa terhadap Khalayak
Studi tentang komunikasi massa pada umumnya membahas tentang efek. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para praktisi dan teoretisi telah menghasilkan penemuan tentang media yang paling efektif untuk memengaruhi khalayak. Oleh karena itu, efek pesan media massa terhadap khalayak dapat dibagi menjadi 3 kategori, yaitu efek kognitif, efek afektif dan efek behavioral.
Efek kognitif adalah perubahan yang terjadi pada khalayak dari tidak tahu menjadi tahu. Efek afektif, yaitu suatu perubahan yang terjadi yang meliputi perasaan senang, iba, sedih, gembira dan seterusnya, sedangkan efek behavioral adalah perubahan perilaku pada khalayak yang berupa tindakan atau gerakan yang tampak dalam kehidupan sehari-hari.
Daftar Pustaka
Jalaluddin Rakhmat. (1985). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Karya.
Hiebert, Ungurait, Bohn. (1975). Mass Media - An Introduction to Modern Communication. New York: David McKay Company Inc.
Keith & Bowes. (1990). The Mass Communication Process. Iowa: Kendall/Hunt Publishing Company.
Modul 9: Media Massa dan Sistem Pemerintahan serta Teori-teori Komunikasi Massa
Kegiatan Belajar 1
Media Massa dan Sistem Pemerintahan
Suatu sistem media massa akan mencerminkan falsafah dan sistem politik negara di mana media massa tersebut berada (berfungsi). Hal demikian karena falsafah dan sistem politik amat berpengaruh pada sistem lainnya, termasuk sistem komunikasi dan media massa.
Fred S. Siebert, Theodore Peterson, dan Wilbur Schramm mempelajari dimensi sejarah pertumbuhan dan perkembangan pers dunia, dan pada akhirnya mereka dapat mengelompokkan empat macam teori pers, yang mencerminkan keadaan masyarakat dan dasar pemikiran yang hidup dalam masyarakat ketika itu. Keempat teori pers itu adalah Authoritarian theory, Libertarian theory, Social Responsibility theory dan Soviet Totalitarian theory.
Media massa menurut authoritarian theory merupakan sarana yang efektif bagi kebijakan pemerintah, meski tidak harus dimiliki oleh pemerintah. Menurut libertarian theory, media massa merupakan alat untuk mengontrol pemerintah dan untuk memenuhi keperluan masyarakat. Dalam social responsibility theory, media massa harus memenuhi kewajiban sosialnya jika ingkar, masyarakat akan membuat media tersebut mematuhinya, sedangkan pada soviet totalitarian, media benar-benar menjadi alat negara sehingga pemerintah melakukan kontrol yang ketat terhadap media massa.
Sistem pers Indonesia tidak dapat dikelompokkan kepada empat teori pers tersebut. Sistem pers Indonesia adalah pers Pancasila karena berlandaskan pada falsafah Pancasila dan landasan konstitusional UUD 1945.
Kegiatan Belajar 2
Beberapa Teori Komunikasi Massa
Studi tentang komunikasi massa pada umumnya memberikan wawasan yang cukup luas mengenai bagaimana efek media massa terhadap masyarakat. Pada umumnya aplikasi komunikasi massa adalah berkaitan dengan proses difusi inovasi. Kondisi-kondisi perubahan sosial dan teknologi dalam masyarakat melahirkan kebutuhan yang dapat menggantikan metode lama ke metode baru. Masalah penelitian yang berhubungan dengan difusi inovasi dalam komunitas, yaitu taraf penerimaan inovasi oleh berbagai individu yang relevan dengan inovasi. Selain teori difusi inovasi, teori uses and gratifications menjelaskan suatu proses, di mana kondisi sosial psikologis seseorang akan menyebabkan adanya kebutuhan yang menciptakan harapan-harapan terhadap media massa atau sumber-sumber lain yang membawa kepada perbedaan pola penggunaan media yang akhirnya akan menghasilkan pemenuhan.
Agenda setting menjelaskan bahwa media menyusun prioritas topik yang akan memengaruhi perhatian audience terhadap topik yang dianggap lebih penting dari topik lainnya. Dengan kata lain, dalam menyusun agenda pemberitaannya, media akan memengaruhi agenda khalayaknya meskipun hanya sampai pada tahap kognitif, sedangkan teori kultivasi berpendapat bahwa pecandu berat televisi membentuk suatu citra realitas yang tidak konsisten dengan kenyataan.
Daftar Pustaka
Denis McQuail dan Sven Windahl. (1981). Communication Models: for the study of mass communications. New York: Longman Inc.
Rakhmat, Jalaluddin. (1984). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Karya.
________. (1985). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Karya.
________. (1989). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Karya.
Joseph A. Devito. (1997). Komunikasi Antarmanusia. Jakarta: Profesional Books.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar