Minggu, 11 Desember 2011

SKOM4326 Komunikasi Persuasif





Komunikasi Persuasif
Soleh Soemirat
H. Hidayat Satari
Asep Suryana
Copyright (BMP) © Jakarta: Universitas Terbuka, 2007

Tinjauan Mata Kuliah
Komunikasi Persuasif adalah bentuk komunikasi yang mempunyai tujuan khusus dan terarah untuk mengubah perilaku komunikan sebagai sasaran komunikasi. Pengetahuan tentang komunikasi persuasi perlu diketahui oleh mahasiswa dan mereka yang berminat untuk mendalami bidang komunikasi. Pengetahuan ini memberikan dasar-dasar untuk pengetahuan lebih lanjut di bidang ilmu komunikasi yang memiliki tujuan tertentu, lebih mendalam untuk mengubah perilaku komunikan dan lebih terarah dibandingkan dengan komunikasi umum.
Topik-topik yang dibahas dalam Buku Materi Pokok Komunikasi Persuasif mempunyai tujuan instruksional umum, yaitu agar mahasiswa dapat mengimplementasikan komunikasi persuasif dalam konteks kelompok, organisasi dan masyarakat. Secara lebih detail maka tujuan instruksional khusus bagi mahasiswa dapat dilihat, seperti pada peta kompetensi.
Pengetahuan tentang Komunikasi Persuasif dapat dipergunakan untuk mereka yang bergerak di bidang penyuluhan kampanye, periklanan dan lain sebagainya. Bagi mahasiswa dan mereka yang ingin lebih mendalami tentang hal-hal yang berkaitan dengan modul ini, disarankan untuk membaca materi-materi rujukan yang disebutkan dalam daftar pustaka.

MODUL 1: Falsafah dan Konsep-konsep Dasar Komunikasi Persuasif
Kegiatan Belajar 1: Falsafah Komunikasi Persuasif
Rangkuman
Manusia dan komunikasi merupakan satu kesatuan. Komunikasi melekat pada diri manusia, sehingga we can not communicate. Keberadaan komunikasi, karena begitu melekatnya pada diri manusia sering tanpa disadari. Manusia cenderung beranggapan bahwa dirinya mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi. Akibatnya, masalah-masalah yang muncul yang berkaitan dengan komunikasi, seringkali diselesaikan sendiri.
Dalam mempelajari komunikasi persuasif, memahami aspek filosofis komunikasi persuasif, sangat ditekankan. Hal ini mengingat bahwa komunikasi persuasif, sebagaimana halnya ilmu-ilmu yang lain, memiliki tiga aspek filosofis keilmuan, yaitu aspek ontologi, aspek epistemologi, dan aspek aksiologi.
Dengan memahami ketiga aspek filosofi ilmu tersebut, Anda dapat membedakan berbagai ilmu pengetahuan yang terdapat di dalam khasanah kehidupan manusia. Hal yang terpenting adalah Anda akan mengenali ciri-ciri dari Ilmu Komunikasi Persuasif, serta dapat memanfaatkannya secara maksimal untuk kesejahteraan umat manusia.
Aspek ontologi, menyangkut pertanyaan apa yang dikaji oleh suatu ilmu, aspek epistemologi berkaitan dengan pertanyaan cara-cara memperoleh ilmu tersebut, dan aspek aksiologi berkenaan dengan pertanyaan penggunaan dari ilmu tersebut.
Dalam melakukan komunikasi persuasif, kita harus memahami kriteria tanggung jawab persuasi, sebagaimana yang dikemukakan Larson, yaitu adanya kesempatan yang sama untuk saling mempengaruhi, memberi tahu audiens tentang tujuan persuasi, dan mempertimbangkan kehadiran audiens".


Kegiatan Belajar 2: Konsep-konsep Dasar Komunikasi Persuasif
Rangkuman
Komunikasi ada dalam segala aktivitas hidup kita. Bentuknya bisa berupa tulisan, lisan, gambar, isyarat, kata-kata yang dicetak, simbol visual, audio visual, rabaan, suara, kimiawi, komunikasi dengan diri sendiri, kelompok, organisasi, antarpersona, dialogis, dan lain-lain.
Istilah komunikasi berasal dari perkataan Latin communicare, yang berarti berpartisipasi, memberitahukan, atau menjadi milik bersama.
Dalam definisi komunikasi yang dikemukakan beberapa ahli, walaupun pengungkapannya beragam, namun terdapat kesamaan telaah atas fenomena komunikasi. Kesamaan tersebut nampak dalam isi yang tercakup di dalamnya, yaitu adanya komunikator, komunikan, pesan, media/saluran, umpan balik, efek, dampak serta adanya tujuan dan terbentuknya pengertian bersama.
Untuk memahami komunikasi, dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu perspektif umum dan perspektif paradigmatik. Perspektif secara umum dapat dilihat dari dua segi, yaitu pengertian secara etimologis, dan pengertian secara terminologis.


Istilah persuasi bersumber dari perkataan Latin, persuasio, yang berarti membujuk, mengajak atau merayu.
Persuasi bisa dilakukan secara rasional dan secara emosional. Dengan cara rasional, komponen kognitif pada diri seseorang dapat dipengaruhi. Aspek yang dipengaruhi berupa ide ataupun konsep. Persuasi yang dilakukan secara emosional, biasanya menyentuh aspek afeksi, yaitu hal yang berkaitan dengan kehidupan emosional seseorang. Melalui cara emosional, aspek simpati dan empati seseorang dapat digugah.
Dari beberapa definisi komunikasi yang dikemukakan oleh para ahli, tampak bahwa persuasi merupakan proses komunikasi yang bertujuan untuk mempengaruhi sikap, pendapat dan perilaku seseorang, baik secara verbal maupun nonverbal.


Komponen-komponen dalam persuasi meliputi bentuk dari proses komunikasi yang dapat menimbulkan perubahan, dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar, dilakukan secara verbal maupun nonverbal.
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam komunikasi persuasi meliputi kejelasan tujuan, memikirkan secara cermat orang-orang yang dihadapi, serta memilih strategi yang tepat.
Ruang lingkup kajian ilmu komunikasi persuasif meliputi sumber, pesan, saluran/media, penerima, efek, umpan balik, dan konteks situasional.
Pendekatan yang digunakan dalam komunikasi persuasif adalah pendekatan psikologis.Tiga fungsi utama komunikasi persuasif adalah control function, consumer protection function, dan knowledge function.


Daftar Pustaka
A.S. Achmad. (1990). Manusia dan Informasi. Ujung Pandang: Hasanuddin University Press.
Applebaum, R.L., dan Anatol, K.W.E. (1974). Strategies for Persuasive Communication. Ohio: A Bell & Howell, Co.
Berlo, D.K. (1974). Process of Communication: An Introduction to Theory and Practice. New York: Holt Rinehart and Winston, Inc.
Dahama O.P., O.P. Bhatnagar. (1980). Education and Communication for Development. New Delhi: Oxford & IBH Publishing Co.
Effendi, O.U. (1986). Dinamika Komunikasi. Bandung: Remadja Karya.
Ilardo, J.A. (1981). Speaking Persuasively. New York: Macmilan Publishing Co.
Kotler, P. (1994). Marketing Management. New Jersey: Englewood Cliffs.
Larson, C.U. (1980). Persuasion, Reception and Responsibility. Belmont: Wadsworth Publishing Co.
Littlejohn, S.W. (1996). Theories of Human Communication. Fifth Ed. Belmont: Wadsworth Publishing Co.
Mar'at. (1982). Sikap Manusia, Perubahan, serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nothstine, W.L. (1991). Influencing Others. Crisp Publication.
Schramm, W. (1977). Azas-azas Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: LP3ES.
Simons, H.W. (1976). Persuasion: Understanding, Practice, and Analysis. New York: Random House.




MODUL 2: Proses Dasar Komunikasi Persuasif


Kegiatan Belajar 1: Model Proses Komunikasi Persuasif
Rangkuman

Untuk mempermudah dalam mempelajari dan menganalisis komunikasi persuasif, seperti halnya juga ilmu-ilmu yang lain, seringkali digunakan berbagai model. Model adalah gambaran atau persamaan aspek-aspek tertentu dari peristiwa-peristiwa, struktur-struktur atau sistem-sistem yang kompleks, yang dibuat dengan menggunakan simbol-simbol atau objek-objek dengan berbagai cara sehingga menyerupai sesuatu yang dibuat modelnya tersebut.


Model berfungsi untuk menyederhanakan realitas sosial dan alam yang kompleks. Selain itu, ia juga, berfungsi sebagai alat pelajaran dan pengingat yang efektif, membentuk hubungan yang baru, membantu dalam menelaah berbagai persoalan yang kita hadapi, menemukan sesuatu dengan cara-cara yang baru, alat kerangka berpikir dalam penelitian, menolong dalam mengantisipasi berbagai kesulitan dan masalah pekerjaan, serta berbagai urusan yang kita hadapi.


Komunikasi persuasif adalah suatu proses, yakni proses mempengaruhi sikap, pendapat dan perilaku orang lain, baik secara verbal maupun nonverbal. Proses itu sendiri adalah setiap gejala atau fenomena yang menunjukkan suatu perubahan yang terus-menerus dalam konteks waktu, setiap pelaksanaan atau perlakuan secara terus-menerus. Ada dua persoalan yang berkaitan dengan penggunaan proses, yakni persoalan dinamika, objek, dan persoalan penggunaan bahasa.


Applebaum dan Anatol membuat model-model komunikasi persuasif, yang di dalamnya melukiskan mekanisme persuasi antara dua orang yang sedang terlibat komunikasi.


Simons, secara terperinci menguraikan model-model komunikasi persuasif. Model-model tersebut meliputi model sederhana komunikasi persuasif dan model kompleks komunikasi persuasif. Model kompleks terdiri atas Model Dua Penerima atau Lebih, Model Dua Pesan atau Lebih, Model Dua Sumber atau Lebih, Model Pengaruh Timbal Balik, Model Pengaruh Timbal Balik melalui Saluran Delegatif, dan Model Penggunaan Medium Tidak Langsung.


Kegiatan Belajar 2: Unsur-unsur dalam Komunikasi Persuasif
Rangkuman

Menurut Aristoteles, komunikasi dibangun oleh tiga unsur yang fundamental, yakni orang yang berbicara, materi pembicaraan yang dihasilkannya, dan orang yang mendengarkannya. Aspek yang pertama disebut komunikator atau persuader, yang merupakan sumber komunikasi, aspek yang kedua adalah pesan, dan aspek yang ketiga disebut komunikan atau persuadee, yang merupakan penerima komunikasi.


Persuader adalah orang dan atau sekelompok orang yang menyampaikan pesan dengan tujuan untuk mempengaruhi sikap, pendapat, dan perilaku orang lain baik secara verbal maupun nonverbal. Dalam komunikasi persuasif, eksistensi persuader benar-benar diper-taruhkan. Oleh karena itu, ia harus memiliki ethos yang tinggi. Ethos adalah nilai diri seseorang yang merupakan paduan dan aspek kognisi, afeksi, dan konasi.


Seorang persuader yang memiliki ethos tinggi, dicirikan oleh kesiapan, kesungguhan, ketulusan, kepercayaan, ketenangan, keramah-an, dan kesederhanaan. Jika komunikasi persuasif ingin berhasil seorang persuader harus memiliki sikap reseptif, selektif, digestif, asimilatif, dan transitif.


Persuadee adalah orang dan atau sekelompok orang yang menjadi tujuan pesan itu disampaikan dan disalurkan oleh persuader baik secara verbal maupun nonverbal.


Variabel kepribadian dan ego yang rumit merupakan dua kelompok konsep yang berpengaruh terhadap penerimaan persuadee terhadap komunikasi, termasuk juga faktor persepsi dan pengalaman.


Pesan adalah segala sesuatu yang memberikan pengertian kepada penerima. Pesan bisa berbentuk verbal dan nonverbal. Pesan verbal terdiri dari pesan verbal yang disengaja dan tak disengaja. Pesan nonverbal juga terdiri atas pesan nonverbal disengaja dan tak disengaja.


Saluran merupakan perantara, di antara orang-orang yang berkomunikasi. Bentuk saluran tergantung pada jenis komunikasi yang dilakukan.


Umpan balik adalah balasan atas perilaku yang diperbuat, umpan balik bisa berbentuk internal dan eksternal. Umpan balik internal adalah reaksi persuader atas pesan yang disampaikannya. Umpan balik eksternal adalah reaksi penerima (persuadee) atas pesan yang disampaikannya. Umpan balik eksternal bisa bersifat langsung, dapat pula tidak langsung.


Efek komunikasi persuasif adalah perubahan yang terjadi pada diri persuader sebagai akibat dan diterimanya pesan melalui proses komunikasi, efek yang bisa terjadi berbentuk perubahan sikap pendapat dan tingkah laku.


Lingkungan komunikasi persuasif adalah konteks situasional di mana proses komunikasi persuasif ini terjadi. Hal itu bisa berupa konteks historis, konteks fisik temporal, kejadian-kejadian kontemporer, impending events dan norma-norma sosiokultural.


Daftar Pustaka
Achmad. A.S. (1990). Manusia dan Informasi. Ujung Pandang: Hasanuddin University Press.
Allport, G.W. (1937). Personality A Psychological Interpretation. New York: Holt Rinehart and Winston, Inc.
Applebaum, R.L., and Anatol, K.W.E. (1974). Strategies for Persuasive Communication. Ohio: A Bell & Howell, Co.
Berlo, D.K. (1974). Process of Communication: An Introduction to Theory and Practice. New York: Holt Rinehart and Winston, Inc.
Depari E. dan Andrews C. Mac. (1982). Peranan Komunikasi Massa dalam Pembangunan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Effendi, O.U. (1986). Dinamika Komunikasi. Bandung: Remadja Karya.
Ilardo, J.A. (1981). Speaking Persuasively. New York: Macmillan Publishing Co.
Krech, D. R.S. Crutchfield, dan Ballachey, E.L. (1962). Individual in Society. New York: Macmillan Publishing Co.
Larson, C.U. (1980). Persuasion, Reception and Responsibility. Belmont: Wadsworth Publishing Co.
Mar'at. (1982). Sikap Manusia, Perubahan, serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sarwono, S.W. (1984). Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali.
Simons, H.W. (1976). Persuasion: Understanding, Practice, and Analysis. New York: Random House.
Tubbs, S.L., dan S. Moss. (1996). Human Communication. Prinsip-prinsip Dasar. Diterjemahkan oleh D. Mulyana. Bandung: Remadja Rosdakarya.




MODUL 3: Teori-teori Komunikasi Persuasif


Kegiatan Belajar 1: Konsep Dasar Sikap
Rangkuman

Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, dan nilai, mempunyai daya pendorong atau motivasi, relatif menetap, mengandung aspek evaluatif, dan sikap timbul dari hasil pengalaman.


Karakteristik sikap adalah memiliki objek, memiliki arah, derajat, dan intensitas, dapat dipelajari, dan bersifat stabil serta tahan lama.


Ada tiga komponen sikap, yakni komponen kognitif, afektif, dan konatif atau psikomotor. Komponen kognitif berkaitan dengan kepercayaan tentang objek, ide dan konsep. Komponen afektif berkaitan dengan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Komponen konatif merupakan kecenderungan seseorang untuk berperilaku.


Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah laku yang masih tertutup. Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi pembentukan sikap seseorang, yakni pengaruh faal, kepribadian, dan faktor eksternal. Pengaruh faal berkaitan dengan aspek biologis seseorang, sedangkan faktor kepribadian menyangkut perpaduan antara mental dan neural. Pengaruh eksternal berkaitan dengan faktor lingkungan, baik berupa situasi, pengalaman maupun hambatan untuk terbentuknya sikap.


Sikap merupakan aspek yang sangat strategis dalam kajian persuasi. Konsep sikap sangat bermanfaat bagi persuader dalam memprediksi sikap persuadee sehingga ia dapat melakukan komunikasinya secara efektif.


Kegiatan Belajar 2: Pendekatan Teori Belajar dalam Komunikasi Persuasif
Rangkuman

Classical Conditioning adalah suatu bentuk belajar yang memungkinkan organisme memberikan respon terhadap suatu rangsangan yang sebelumnya tidak menimbulkan respon tersebut.


Unsur-unsur Classical Conditioning meliputi Unconditional stimulus, unconditional respons, dan conditioned stimulus. Konsep tersebut berkaitan dengan tahap-tahap penelitian Pavlov, yang terdiri dari tahap latihan, terbentuknya pelaziman, reinforce, dan spontaneous recovery.


Operant Conditioning adalah penggunaan konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan untuk mengubah perilaku individu.


Throndike merumuskan konsep belajar, dengan prinsip utamanya yang terkenal law of effect. Skinner mengembangkan law of effect dari Thorndike dengan menambahkan unsur reinforcement atau penguatan.


Ada lima konsep yang berkaitan dengan jadwal penguatan dan pengaruhnya terhadap taraf respon dan taraf penghapusan, yakni penguatan kontinu, penguatan rasio-tetap, penguatan selang-tetap, penguatan rasio-berubah, dan penguatan selang-berubah.


Skinner membedakan tingkah laku menjadi dua jenis, yakni tingkah laku responden dan tingkah laku operant.


McGuire mengembangkan teori inokulasi (theory of inoculation) dengan menganalogikan proses penggunaan imunisasi untuk jenis penyakit tertentu.


Melalui pendekatan inokulasi, seseorang akan menolak persuasi dengan cara mempertahankan posisinya, sehingga ia menjadi tidak peka terhadap pesan-pesan persuasi yang datang dari orang lain.


Persuasi dapat dipandang sebagai suatu cara belajar. Manusia dapat belajar tentang fenomena-fenomena yang ada di hadapannya. Manusia dapat mengubah respon yang berkaitan dengan sikapnya. Belajar persuasi merupakan suatu gabungan produk pesan yang diterima individu dan mengantarai berbagai kekuatan di dalam individu yang bertindak berdasarkan pesan-pesan tersebut agar menghasilkan pesan-pesan persuasif.


Kegiatan Belajar 3: Pendekatan Teori Konsistensi Kognitif, Teori Social Judgment, dan Teori Fungsional dalam Komunikasi Persuasif
Rangkuman

Asumsi dasar Teori Konsistensi Kognitif adalah bahwa kognisi (perasaan, kepercayaan, pikiran, imajinasi, dan lain-lain) tentang orang atau kejadian cenderung diorganisasikan atau distrukturkan ke dalam pengertian secara keseluruhan.


Asumsi dasar Teori Congruity adalah apabila ada suatu perubahan evaluasi atau sikap, maka arah perubahan itu selalu menuju pada persamaan atau harmoni dengan frame of reference yang dimenangkan atau diatasi.


Apabila antara komponen kognitif dan komponen afektif bersifat konsisten satu sama lain, maka sikap seseorang akan berada dalam kondisi yang stabil. Sebaliknya, jika menunjukkan ketidakkonsistenan, maka sikap orang berada dalam kondisi labil. Kondisi labil akan membawa pada aktivitas reorganisasi yang spontan menuju pada kondisi tercapainya konsistensi afektif-kognitif atau menempatkan inkonsistensi yang tidak terselesaikan tersebut di luar batas kesadaran aktif.


Teori Disonansi Kognitif membahas tentang ketidakkonsistenan secara psikologis mengenai apa yang diketahui seseorang, bagaimana mereka bertindak, serta bagaimana mereka memperlakukan ketidak-konsistenan tersebut.


Asumsi dasar Teori Social Judgment adalah bahwa orang membentuk situasi yang penting buat dirinya, dan tidak ditentukan oleh situasi. Teori tersebut memfokuskan dirinya dalam mempelajari proses psikologik yang mendasari pernyataan sikap dan perubahan sikap melalui komunikasi. Konsep utama Teori Social Judgment adalah pembentukan skala penilaian, norma-norma, penolakan, penerimaan, serta wilayah dari tingkat menerima atau menolak.


Ada tiga faktor yang dapat digunakan untuk mengubah pertahanan diri, yaitu penghilangan ancaman, katarsis, dan membantu individu dalam memperoleh wawasan dalam pertahanan mekanisme dirinya.


Nilai ekspresif berasal dari konsep diri seseorang dan merupakan refleksi dari nurani manusia. Dalam fungsi ini, sikap merupakan "layar" bagi segala ungkapan diri individu yang dapat dibaca dan dilihat.


Melalui fungsi ekspresi nilai, individu dapat mengembangkan sikap tertentu untuk memperoleh kepuasan dalam menyatakan nilai yang dianutnya, sesuai dengan penilaian pribadi dan konsep dirinya.


Sikap dapat berfungsi sebagai penerima objek dan ilmu pengetahuan serta dapat memberikan arti dan makna terhadap objek tertentu. Sikap dapat berfungsi sebagai alat evaluasi terhadap fenomena yang ada dan melalui sikap tersebut, diorganisasikan.


Komunikasi dapat mendekatkan sikap individu dengan sikap individu lainnya, dan bisa pula menjauhkannya. Hal ini tergantung pada posisi awal individu tersebut dengan individu yang lainnya. Strategi komunikasi persuasi yang baik, tidak bisa dikembangkan sampai seseorang mengetahui apakah sikap tertentu yang dilakukan oleh seorang persuadee membantu dalam penyesuaian, pertahanan ego, pengekspresian nilai, dan sebuah fungsi pengetahuan.


Dasar dari teori fungsional adalah perubahan sikap seseorang tergantung pada kebutuhannya.


Fungsi utilitarian menyatakan bahwa individu dengan sikapnya, berusaha untuk memaksimalkan hal-hal yang diinginkan dan meminimalkan aspek-aspek yang tidak disukainya.


Fungsi pertahanan ego berarti bahwa sikap yang dibentuk oleh individu, digunakan untuk melindungi dirinya dari ancaman dunia luar.


Ada tiga faktor yang dapat digunakan untuk mengubah pertahanan diri, yaitu penghilangan ancaman, katarsis, dan membantu individu dalam memperoleh wawasan dalam pertahanan mekanisme dirinya.


Nilai ekspresif berasal dari konsep diri seseorang dan merupakan refleksi dari nurani manusia. Dalam fungsi ini, sikap merupakan "layar" bagi segala ungkapan diri individu yang dapat dibaca dan dilihat.


Melalui fungsi ekspresi nilai, individu dapat mengembangkan sikap tertentu untuk memperoleh kepuasan dalam menyatakan nilai yang dianutnya, sesuai dengan penilaian pribadi dan konsep dirinya.


Sikap dapat berfungsi sebagai penerima objek dan ilmu pengetahuan serta dapat memberikan arti dan makna terhadap objek tertentu. Sikap dapat berfungsi sebagai alat evaluasi terhadap fenomena yang ada dan melalui sikap tersebut diorganisasikan.


Strategi komunikasi persuasi yang baik, tidak bisa dikembangkan sampai seseorang mengetahui apakah sikap tertentu yang dilakukan oleh seorang persuadee membantu dalam penyesuaian terhadap pertahanan ego, pengekspresian nilai, dan sebuah fungsi pengetahuan.


Daftar Pustaka
Allport, G.W. The Nature of Prejudice. Cambridge: Mass Adison Wesley.
Applebaum, RL., and Anatol, K.W.E. (1974). Strategies for Persuasive Communication. Ohio: A Bell & Howell, Co.
Azwar, S. (1996). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dahar, R. W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Hardy, M., dan S. Heyes. (1988). Pengantar Psikologi. Diterjemahkan oleh Soenardji. Jakarta: Erlangga.
Kartono, K. (1987). Kamus Psikologi. Bandung: Pioneer Jaya.
Mar'at. (1981). Sikap Manusia, Perubahan, serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Koswara. E. (1989). Motivasi Teori dan Penelitiannya. Bandung: Angkasa.
Rakhmat, J. (1986). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remadja Karya.
Sarwono, S.W. (1984). Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali.
Simons, H.W. (1976). Persuasion: Understanding, Practice, and Analysis. New York: Random House.
Soedijanto. (1978). Beberapa Konsepsi Proses Belajar dan Implikasinya. Bogor: Institut Pendidikan, latihan dan Penyuluhan Pertanian. Ciawi.
Soewondo, S. (1980). Perkembangan Kepribadian. Makalah Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Walker, E.L. (1973). Conditioning dan Proses Belajar Instrumental. Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia.




MODUL 4: Faktor-faktor Sumber dalam Komunikasi Persuasif


Kegiatan Belajar 1: Prinsip-prinsip Kredibilitas
Rangkuman

Kredibilitas adalah persepsi persuadee tentang diri persuader yang berkaitan dengan tingkat keahlian, dapat dipercaya, kompetensi, dinamisme, sosiabilitas, dan karismatik. Secara garis besar, komponen kredibilitas terdiri atas keahlian dan dapat dipercaya. Namun demikian ada beberapa komponen lain yang masih terkait, yakni rasa aman, kualifikasi, dinamisme, dan sosiabilitas.


Keahlian merupakan kesan yang dibentuk persuadee tentang sumber komunikasi persuasif berkaitan dengan topik yang dibicarakan. Dapat dipercaya adalah kesan yang dibentuk persuadee tentang sumber komunikasi persuasif berkaitan dengan wataknya, seperti kejujuran, ketulusan, kebermoralan, bersifat adil, bersikap sopan, berperilaku etis, atau sebaliknya.


Untuk memprediksi penilaian persuadee terhadap tingkat dapat dipercaya si persuader, dapat dilakukan dengan analisis atribusional, yakni penilaian yang didasarkan pada pertalian dengan alasan pernyataan persuader. Dalam analisis atribusional terdapat tiga pertalian, yakni, apa yang dikemukakan merefleksikan kebenaran, bias pengetahuan, dan bias pernyataan.


Kredibilitas sumber komunikasi persuasif dapat diukur dengan mengembangkan konstruk semantic differential (perbedaan semantik). Sifat bipolar dalam semantic differential mencakup tiga sifat, yakni evaluasi, potensi, dan kegiatan.


Pengaruh kredibilitas sumber pada penerima, dalam jangka waktu yang lama akan memudar. Keadaan demikian disebut dengan sleeper effect. Saluran komunikasi yang dirancang dengan baik dan disajikan dengan tepat, ternyata dapat meningkatkan kredibilitas sumber.


Faktor-faktor vokalik, seperti nilai pembicaraan, variasi titinada, kualitas vokal, dan artikulasi dapat berpengaruh terhadap kredibilitas sumber. Hal ini akan dilihat dari nonfluencies yang terdiri atas vocalized pause, repetition, sentence corrections, stuttering, dan slip-tongue correction. Self reference dan prestige reference merupakan dua aspek yang berkaitan dengan artistic proof. Kedua aspek tersebut sangat penting untuk meningkatkan kredibilitas.


Kegiatan Belajar 2: Prinsip Kesamaan dan Identifikasi Persuader
Rangkuman

Identifikasi merupakan konsep psikologi yang berkaitan dengan cara-cara yang dilakukan oleh individu dalam mengatasi konflik, frustrasi, serta berbagai kecemasan yang dihadapinya. Pada mulanya, konsep identifikasi dikemukakan oleh Sigmund Freud untuk menjelaskan konsep peran kelamin anak-anak (sex-role identification).


Dalam proses identifikasi, peniruan yang dilakukan oleh individu terhadap sesuatu objek bersifat mantap dan membekas dalam kepribadian seseorang. Identifikasi didefinisikan sebagai pengenalan, verifikasi pada orang tertentu, tindakan atau proses yang menanggapi suatu keadaan yang diperkirakan atau dianggap seakan-akan sama yang pernah dialami sebelumnya, tindakan atau proses menghubungkan atau menyesuaikan diri dengan orang, kelompok atau nilai-nilai yang diterima dan maksud-maksud orang lain terhadap dirinya.


Untuk mempersuasi, sumber komunikasi persuasi melakukan manipulasi bahasa dengan berbagai cara, sehingga ia memperoleh isyarat kebersamaan antara sumber dan penerima.


Faktor kesamaan atau kemiripan merupakan dasar daya tarik untuk semua jenis hubungan antarmanusia, termasuk komunikasi persuasif. Dalam batas-batas tertentu, semakin mirip pihak-pihak yang berkomunikasi, maka akan semakin efektif pula komunikasi di antara mereka.


Kesamaan memegang peranan penting bagi hubungan antarmanusia, karena dapat mendatangkan ganjaran dan mempertahankan keseimbangan sikap. Terdapat empat tipe dasar tentang kesamaan sumber penerima, yaitu relevansi, tidak relevan, sikap, dan keanggotaan kelompok.


Atraksi, sangat memainkan peranan yang lebih besar dalam penilaian terhadap sumber daripada keahlian dan kehandalan. Kesamaan yang relevan memberikan kontribusi terhadap perubahan sikap dan keadaan sebaliknya terjadi pada kesamaan yang tidak relevan.


Penerima mempunyai dua tugas yakni menilai pesan-pesan yang disampaikan sumber dan menilai posisi yang mendukung topik pembicaraan. Penilaian terhadap sumber melibatkan determinasi kelayakan sumber yang khusus untuk pesan yang khusus.


Daftar Pustaka
Allport, G.W. The Nature of Prejudice. Cambridge: Mass AdisonWesley.
Applebaum, R. L., and Anatol, K.W.E. (1974). Strategies for Persuasive Communication. Ohio: A Bell & Howell, Co.
Azwar, S. (1996). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hardy, M., dan S. Heyes. (1988). Pengantar Psikologi. Diterjemahkan oleh Soenardji. Jakarta: Erlangga.
Kartono, K. (1987). Kamus Psikologi. Bandung: Pioneer Jaya.
Mar'at. (1981). Sikap Manusia, Perubahan, serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Koswara. E. (1989). Motivasi Teori dan Penelitiannya. Bandung: Angkasa.
Rakhmat, J. (1986). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remadja Karya.
Sarwono, S.W. (1984). Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali.
Simons, H.W. (1976). Persuasion: Understanding, Practice, and Analysis. New York: Random House.
Soedijanto. (1978). Beberapa Konsepsi Proses Belajar dan Implikasinya. Bogor: Institut Pendidikan, latihan dan Penyuluhan Pertanian. Ciawi.
Soewondo, S. (1980). Perkembangan Kepribadian. Makalah Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Walker, E.L. (1973). Conditioning dan Proses Belajar Instrumental. Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia.




MODUL 5: Faktor-faktor Pesan dalam Komunikasi Persuasif


Kegiatan Belajar 1: Konsep Dasar Pesan dalam Komunikasi Persuasif
Rangkuman

Menurut Blake dan Haroldsen (1979) pesan merupakan simbol yang diarahkan secara selektif yang diperuntukkan dalam mengkomuni-kasikan informasi. Dalam proses komunikasi, pesan yang disampaikan dapat berupa verbal dapat pula nonverbal. Dapat disengaja (intentional), dapat pula tak disengaja (unintentional). Pesan verbal merupakan salah satu faktor yang paling menentukan dalam keberhasilan komunikasi persuasif. Di dalamnya terdapat aspek rangsangan wicara dan penggunaan kata-kata.


Tidak setiap rangsangan wicara dapat diterima langsung oleh sasaran, paling tidak hal ini tergantung pada sistem penginderaan, persepsi, perhatian, memori, dan berpikir.


Pesan nonverbal terdiri atas body notion or kinesics behavior, paralanguage, proxemics, olfaction, skin sensitivity to touch and temperatur, dan use the artifacts. Suatu pesan dikatakan efektif bila makna pesan yang dikirim persuader berkaitan erat dengan makna pesan yang diterima atau ditangkap serta dipahami oleh sasaran.


Kegiatan Belajar 2: Bahasa dan Makna dalam Komunikasi Persuasif
Rangkuman

Pesan merupakan hasil dari usaha manusia di dalam menyandikan gagasan-gagasannya. Arti atau makna tidak ada di dalam pesan. Arti bukanlah sesuatu yang didapatkan. Arti ada di dalam diri orang, dan merupakan respon yang tidak tampak. Kita memperoleh "arti" dari dunia pada awalnya berdasarkan proses "pembiasaan" atau conditioning. Kita memperoleh "arti" dari pengalaman kita.


Tiga prinsip hipotesis berperantara (mediation hypotesis) mengemukakan bahwa kita cenderung memisahkan (a) respon yang tidak menuntut banyak usaha atau tenaga, (b) respon yang tidak menghambat respon yang kita buat untuk stimulus distal pada permulaannya, dan (c) respon yang dapat membedakan stimulus tersebut dari stimulus lainnya. Arti denotatif menyatakan suatu hubungan, yang memerlukan hadirnya baik tanda kata maupun bendanya. Jadi arti denotatif dapat ditunjukkan dengan mengacu pada objek yang dimaksudkan. Kawasan arti denotatif adalah realitas fisik.


Arti struktural dapat diperoleh ketika suatu tanda (simbol) kata membantu kita untuk meramalkan tanda-tanda lain atau bilamana urutan dari dua tanda kata menceritakan sesuatu mengenai hubungannya yang tidak diperoleh dari masing-masing kata itu sendiri. Arti struktural adalah suatu hubungan antara tanda dengan tanda. Adapun arti kontekstual bersifat "cangkokan" dan melalui arti ini kita akan memperoleh kejelasan tentang istilah-istilah tertentu yang sebenarnya belum kita ketahui artinya. Sementara itu, arti konotatif merupakan hubungan antara suatu tanda dengan suatu objek. Hal itu melibatkan lebih dari sekadar pelibatan orang-orang pada arti yang lain.


Hipotesis Sapir-Whorf mengatakan bahwa dunia ini dipersepsi secara berbeda oleh para anggota komunitas linguistik yang berlainan dan persepsi ini ditransmisikan serta dipertahankan oleh bahasa. Penggunaan bahasa yang tidak tepat dapat mengganggu proses berpikir seseorang. Beberapa di antaranya yang dapat langsung mengganggu komunikasi antara lain bahasa abstrak, inferensi, dikotomi, eufimisme, dan bahasa ekuivokal.


Kegiatan Belajar 3: Isi Pesan Persuasif
Rangkuman

Terdapat tiga tujuan pesan komunikasi persuasif, yaitu (1) membentuk tanggapan, (2) memperkuat tanggapan, dan (3) mengubah tanggapan.


Dalam proses pembentukan sikap dan tanggapan, persuader harus mampu mempertalikan antara gagasan atau produk baru dengan nilai-nilai yang telah melekat dalam sistem masyarakat atau sasaran. Penguatan tanggapan adalah terdapatnya kesinambungan perilaku yang sedang berlangsung saat ini terhadap beberapa produk, gagasan dan isu. Pengubahan tanggapan adalah perubahan tanggapan sasaran persuasi untuk mengubah perilaku mereka terhadap suatu produk, konsep atau gagasan.


Dalam komunikasi persuasif, menggayakan pesan merupakan aspek yang penting karena dapat "membungkus" pesan menjadi lebih menarik dan enak di "konsumsi". Seorang persuader harus memiliki gaya perolehan perhatian yang mengesankan, yang dapat diperoleh dengan cara penggunaan bahasa yang jelas, luas dan tepat. Bahasa yang efektif mengandung tiga unsur, yaitu kejelasan, kelugasan, dan ketepatan.


Agar komunikasi persuasif berfungsi dengan baik dan efektif, maka dalam penyampaian pesan-pesan persuasi harus disertai dengan gaya yang mengesankan, menawan, dan tidak membosankan. Untuk itu, ada tujuh teknik yang bisa digunakan, yaitu omisi, inversi, suspensi, antitesis, repetisi, paralelisme, dan aliterasi.


Daya guna pesan persuasif dapat dilihat dari fungsi pesan itu sebagai (1) isyarat yang disampaikan, (2) bentuk struktural, (3) pengaruh sosial, (4) penafsiran, (5) refleksi diri, dan (6) kebersamaan.


Daftar Pustaka
Achmad. A.S. (1990). Manusia dan Informasi. Ujung Pandang: Hasanuddin University Press.
Berlo, D.K. (1974). The Process of Communication: an Introduction to Theory and Practice. New York: Holl, Rinchart and Winston Inc.
Betinghaus, E.P. (1973). Persuasive Communication. New York: Holt, Rinehart, and Winston, Inc.
Blake, R.H., dan Edwin, O.H. (1979). A Taxonomy of Concepts in Communication. New York: Hasting House Pub.
Curtis, D,B., James, J.F. and Jerry L.W. (1996). Komunikasi Bisnis dan Profesional. Diterjemahkan oleh Nanan Kandagasari, Rina Komara, dan Yeti Pudjiyati. Jakarta: Rosda Jayaputra.
Dedy Djamaludin Malik (Ed). (1994). Komunikasi Persuasif. Bandung: PT. Remadja Rosdakarya.
Fisher, B.A. (1986). Teori-teori Komunikasi. Diterjemahkan oleh Soejono Trimo. Bandung: Remadja Karya.
Hovland, C.I., I.L. Janis dan H.H. Kelley. (1953). Communication and Persuasion. New Heaven: Conn., Yale University Press.
Ilardo, J.A. (1981). Speaking Persuasively. New York: Macmillan Publishing Co., Inc.
Jalaluddin, Rakhmat. (1986). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remadja Karya.
Karlins, M., dan Herbert I.A. (1970). Persuasion: How Opinions and Attitudes are Changed. New York: Springer Publishing Co.




MODUL 6: Faktor-faktor Saluran dan Media dalam Komunikasi Persuasif


Kegiatan Belajar 1: Efek Komunikasi Tatap Muka sebagai Saluran dalam Komunikasi Persuasif
Rangkuman

Saluran komunikasi adalah media yang digunakan untuk membawa pesan. Hal ini berarti bahwa saluran merupakan jalan atau alat untuk perjalanan pesan antara komunikator (sumber atau pengirim) dengan komunikan (penerima). Saluran memiliki tujuh dimensi yang memungkinkan untuk mengevaluasi efektivitas saluran yang berbeda. Dimensi-dimensi tersebut adalah kredibilitas saluran, umpan balik saluran, keterlibatan saluran, tersedianya saluran, daya tahan saluran, kekuatan multiguna saluran, dan kesalingmelengkapi saluran.


Komunikasi tatap muka berlangsung manakala persuader dan persuadee saling berhadapan muka, dan di antara mereka dapat saling melihat. Komunikasi tatap muka disebut pula komunikasi langsung (direct communication). Berdasarkan jumlah komunikan yang dihadapi komunikator, komunikasi tatap muka dapat diklasifikasi menjadi dua jenis, yakni komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok.


Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi langsung antara dua orang atau lebih secara fisik, yang semua indera berfungsi, dan umpan balik dapat secara langsung dilakukan.


Komunikasi persuasif dalam komunikasi tatap muka memiliki variasi situasi komunikasi. Paling tidak ada empat variasi situasi, yakni:
definition physical interdependence;
action-reaction interdependence;
interdependence of expectations empathy;
interaction.


Kegiatan Belajar 2: Efek Interaksi Kelompok sebagai Saluran dalam Komunikasi Persuasif
Rangkuman

Sejarah membuktikan bahwa manusia pada dasarnya cenderung untuk berkelompok. Manusia tidak bisa hidup secara individual. Ia selalu membutuhkan kehadiran orang lain. Dalam suatu kelompok, paling tidak, terdapat tiga aspek, yakni kegiatan, interaksi, dan perasaan (sentiment). Konsep kelompok dapat dikaji dari berbagai aspek, seperti aspek persepsi, motivasi, tujuan, organisasi, interdependensi, dan interaksi. Dalam suatu kelompok, akan dijumpai berbagai proses, seperti persepsi, kebutuhan, interaksi, sosialisasi, struktur kelompok, dan adanya periode waktu tertentu.


Interaksi di dalam kelompok menimbulkan suatu energi yang membawa kelompok itu menjadi dinamis. Penggunaan energi kelompok dipengaruhi oleh group syntality atau kepribadian kelompok. Interaksi di dalam kelompok dapat membentuk variasi pola kelompok. Kelompok tersebut dapat berupa kooperatif, kompetisi, konflik, dan kelompok akomodasi. Afiliasi kelompok berperan penting dalam membentuk sikap, yang dapat mengapresiasikan sejumlah faktor penting, seperti hubungan kelompok primer, tekanan konformitas dari kelompok, hasrat untuk berbagi pengalaman dan informasi, serta kecenderungan dalam mengkaji siapa yang paling respek di antara anggota kelompok.


Referensi group adalah seseorang dalam setiap kelompok melakukan referensi atasnya. Seseorang menggunakan kelompoknya untuk mengukur dirinya, dan sebagai sumber bagi nilai-nilai sikap pribadinya. Ada dua fungsi kelompok referensi, yakni fungsi perbandingan sosial dan fungsi pengesahan sosial.


Sementara itu, efek persuasi dalam interaksi kelompok dapat dilihat dari dua aspek, yakni kepaduan (cohesiveness) dan konformitas (conformity).


Kegiatan Belajar 3: Efek Media Massa dalam Komunikasi Persuasif
Rangkuman

Pengertian media massa seringkali ditujukan pada peralatan teknik, yang digunakan dalam komunikasi massa. Jenis media massa bisa berupa media cetak, bisa pula elektronik.


Keberadaan media massa membutuhkan dua perkembangan, yakni:
adanya teknologi yang relatif maju;
melek huruf pada sebagian masyarakat yang memanfaatkan informasi.


Semakin tinggi status ekonomi seseorang, dan semakin besar komunitas di mana seseorang tinggal, maka semakin besar kemungkinannya ia menjadi pembaca surat kabar yang teratur. Media cetak mempengaruhi pembacanya untuk bertindak, ternyata lebih kuat jika dibandingkan dengan media elektronik. Televisi dapat mempengaruhi eksistensi suatu kebudayaan, medium untuk mentransmi-sikan pengalaman, mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi dan perasaan audiens, meningkatkan status sosial pemiliknya, berpengaruh terhadap penjadwalan kegiatan sehari-hari, dan menghilangkan perasaan serta menumbuhkan perasaan tertentu. Televisi pun dapat menimbulkan displacement effects, yang terdiri dari tiga prinsip, yakni kesamaan fungsional, kegiatan yang diubah, dan kegiatan yang marjinal.


Proses persuasi dalam TV merupakan suatu mekanisme proses belajar. Hal ini berkaitan dengan motivasi audiens. Radio, yang sifat khasnya auditif dapat mempengaruhi audiens dalam aspek kognitif, karena melalui radio, pengetahuan kita akan berubah.


Pengaruh media massa terhadap perilaku manusia banyak menarik minat peneliti komunikasi. Penelitian-penelitian tersebut telah menghasilkan banyak teori di antaranya The Bullet Theory, The Limited-Effects Model, Cultivation Theory, McLuhan's Media Determinism, The Effect of Synthetic Experience, The Spiral Silence, Media Hegemony, The Powerful Effects-Model, dan lain-lain.


Teori-teori efek media massa yang ada, sering kali menunjukkan pertentangan yang cukup ekstrim. Di satu sisi mengatakan bahwa media massa itu mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap berbagai aspek perilaku manusia, di sisi lain, justru tidak berdampak apapun.


Joseph Klapper berdasarkan hasil penelitiannya, ternyata mampu menjembatani pertentangan teori yang ada. Menurutnya, media massa berfungsi sebagai variabel antara untuk terjadinya perubahan perilaku manusia.


Daftar Pustaka
Applebaum, R.L., and Anatol, K.W.E. (1974). Strategies for Persuasive Communication. Ohio: A Bell & Howell, Co.
Barnlund, D.C. (1968). Interpersonal Communication Survey and Studies. Boston: Houghton Mifflin Co.
Berlo, D.K. (1974). Process of Communication: An Introduction to Theory and Practice. New York: Holt Rinehart and Winston, Inc.
Bettinghaus, E.P. (1968). Persuasive Communication. New York: Holt Rinehart and Winston.
Blake, R.H., dan E.O. Harlodsen. (1979). A Taxonomy of Concepts in Communication. New York: Hastings House.
Cartwright. D., dan A Zander. (1968). Group Dynamics: research and Theory. Harper & Row, Pub. New York.
Effendi, O.U. (1986). Dinamika Komunikasi. Bandung: Remadja Karya.
Homans, G.C. (1962). Sentiments and Activities. Free Press of Glancoe.
Johnson. D.P. (1990). Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jilid 1 dan 2. Di Indonesiakan oleh Lawang, R.M.Z. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Katz, E. dan P. Lazarsfeld. (1955). Personal Influence: the Part Played by People in the Flow of Mass Communication. The Free Press. Glancoe.
Klapper, J.T. (1960). The Effects of Mass Communication. New York: The Free Press.
McDavid, J.W., dan Harari, H. (1968). Social Psyhology: Individuals, Group Societies. New York: Harper & Row.
Rakhmat, J. (1986). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remadja Karya.
Schramm, W. (1977). Azas-azas Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: LP3ES.
Severin, J.W., dan J.W. Tankard. (1992). Communication Theories: Origins, Methods, and Uses in The Mass Media. New York: Longman.
Tubbs, S.L., dan S. Moss. (1996). Human Communication. Prinsip-prinsip Dasar. Diterjemahkan oleh D. Mulyana. Bandung: Remadja Rosdakarya.
Yusuf, Y. (1989). Dinamika Kelompok Kerangka Studi dalam Perspektif Psikologi Sosial. Bandung: Armico.




MODUL 7: Faktor-faktor Penerimaan dalam Komunikasi Persuasif


Kegiatan Belajar 1: Prinsip Aktualisasi Diri
Rangkuman

Diri atau self adalah suatu susunan konsep hipotetik yang merujuk pada perangkat yang kompleks dari karakteristik proses fisik, perilaku dan kejiwaan seseorang. Dimensi diri (self) terdiri dari lima aspek, yakni fisik diri, diri sebagai proses, diri sosial, konsep diri, dan citra diri.


Bagian masing-masing diri, satu sama lain saling tergantung, saling tumpang-tindih dan saling berkaitan. Proses penyesuaian diri yang kita lakukan merupakan bagian dari suatu konsep yang disebut Manajemen Kesan, yakni kebiasaan seseorang untuk menyesuaikan kata-kata dan perilakunya sedemikian rupa sehingga menghasilkan kesan yang diinginkannya dari orang-orang di sekitarnya, untuk membuat orang lain menyukai, menghargai, menghormati, atau apa saja yang diinginkan orang itu. Membentuk diri membutuhkan serangkaian proses, artinya hal itu berjalan terus-menerus tanpa henti dan tidak bersifat statis.


Konsep diri (self concept) merupakan pandangan dan perasaan kita tentang diri kita, yang bersifat psikologis, sosial dan fisik. Penghargaan mengenai diri kita masing-masing menentukan sampai batas tertentu bagaimana kita akan bertindak dalam hidup. Bila kita berpikir bahwa kita bisa, maka kita cenderung sukses, sebaliknya bila kita berpikir akan gagal, maka sebenarnya kita telah menyiapkan diri untuk gagal. Jadi konsep diri merupakan ramalan yang dipersiapkan untuk diri sendiri.


Dalam konsep diri terkandung dua aspek, yakni citra diri (self image) dan harga diri (self esteem). Konsep diri terdiri dari tiga dimensi, yakni pengetahuan Anda tentang Anda sendiri, pengharapan Anda mengenai diri Anda, penilaian tentang diri Anda sendiri.


Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri terdiri dari reaksi orang lain, perbandingan dengan orang lain, peranan seseorang dan identifikasi terhadap orang lain. Aktualisasi diri adalah suatu ekspresi yang bebas dan sempurna dari kemampuan dasar dan kemampuan taraf berikutnya, yang telah dimiliki seseorang. Ada dua macam dorongan untuk aktualisasi diri, yakni dorongan untuk mendapatkan kebutuhan positive regard dan dorongan untuk mendapatkan kebutuhan self regard.


Ada 15 karakteristik pribadi yang telah beraktualisasi diri, yakni penerimaan terhadap diri sendiri dan orang lain, persepsi yang akurat tentang kenyataan, keakraban dengan orang lain, otonomi pribadi, memusatkan diri sendiri pada masalah, spontanitas, privasi, kemandirian dari lingkungan dan kebudayaan, kesegaran dan apresiasi, pengalaman mistik, minat sosial, rasa humor yang filosofis, berkarakter demokratis, kreativitas, pemikiran yang jernih tentang yang salah dan benar, dan keterbukaan pada pengalaman.


Manusia secara tidak sadar menggunakan penyimpangan-penyimpangan kenyataan untuk melindungi dirinya dari kecemasan yang datang karena mengetahui adanya satu motif dasar yang muncul. Penyimpangan kenyataan ini disebut mekanisme pertahanan diri.


Bentuk-bentuk mekanisme pertahanan diri terdiri dari proyeksi, regresi, represi, reaksi formasi, intelektualisasi, rasionalisasi, dan sublimasi. Efek komunikasi persuasi ternyata berkorelasi dengan harga diri dan konsep diri seseorang. Pengenalan terhadap aspek-aspek kepribadian persuadee sangat penting dalam upaya menyusun strategi komunikasi.


Kegiatan Belajar 2: Penerima dan Pengaruh Komunikasi Persuasi
Rangkuman

Persuadee sebelum melakukan perubahan dirinya, sebenarnya melakukan suatu aktivitas yang fundamental, aktivitas yang sifatnya intern, di dalam diri, yakni belajar.


Belajar biasanya tidak hanya merupakan suatu proses sesaat. Setiap persuadee, menerima stimulus, menafsirkan, memberikan respon, mengamati akibat respon, menafsirkan kembali, memberikan respon baru, menafsirkan dan seterusnya. Hal ini dilakukan terus-menerus, sehingga persuadee mendapat kebiasaan memberikan respon dalam suatu cara tertentu terhadap suatu stimulus tertentu.


Ada lima faktor yang mempengaruhi perkembangan kekuatan kebiasaan, yakni (1) sering terjadi pengulangan respon yang mendapatkan ganjaran, (2) isolasi hubungan stimulus-respon, (3) jumlah ganjaran, (4) waktu antara respon dan ganjaran, dan (5) usaha yang dikehendaki untuk melakukan respon.


Persuadee tidak akan memberikan respon kecuali jika ia mengharap bahwa responnya akan menguntungkan. Pemahaman tentang konsep ganjaran, dapat dikaji melalui pemikiran Dewey tentang self interest.


Konsep pengaruh berawal dari asumsi yang dikemukakan oleh teori tentang tingkah laku manusia, yang menyatakan bahwa manusia bertindak di bawah ketegangan fisiologis karena adanya ambiguitas, dan ketiadaan bentuk, sehingga dengan demikian keinginannya untuk mempengaruhi adalah suatu keinginan untuk mengurangi ketegangannya sendiri, dengan mengurangi ambiguitas atau dengan mengurangi ketidakpastian tentang hakikat lingkungannya.


Secara fisiologis, indera keseimbangan memungkinkan persuadee untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan fisiknya. Secara psikologis, indera tersebut dapat menghasilkan keinginan untuk ketetapan struktur dalam pengamatannya. Akibat suatu respon tidak selamanya bersifat positif. Respon yang sama dapat pula menghasilkan akibat yang negatif.


Sikap dapat mempunyai fungsi yang berbeda bagi setiap individu. Paling tidak ada tiga fungsi sikap, yakni (1) fungsi pengetahuan, (2) fungsi ekspresi, dan (3) fungsi peningkatan harga diri.


Pengaruh komunikasi persuasif atas perubahan perilaku persuadee dapat dilihat dari dua pendekatan, yakni pendekatan tradisional dan pendekatan teori kognitif.


Persuasibilitas dapat diartikan sebagai kerentanan audiens terhadap pesan persuasi yang diterimanya. Istilah lain untuk persuasibilitas adalah communication-free persuasibility atau communication-bound persuasi-bility. Menurut Simons, terdapat banyak faktor yang berkaitan dengan persuasibilitas, di antaranya (1) usia dan jenis kelamin, (2) inteligensia dan tingkat pendidikan, (3) harga diri, (4) autoritarianisme dan dogmatisme, (5) struktur sikap, (6) kejelasan kognitif, dan (7) penghin-daran-peniruan.


Daftar Pustaka
Applebaum, R.L., and Anatol, K.W.E. (1974). Strategies for Persuasive Communication. Ohio: A Bell & Howell, Co.
Azwar, S. (1996). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Berlo, D.K. (1974). Process of Communication: An Introduction to Theory and Practice. New York: Holt Rinehart and Winston, Inc.
Hardy, M., dan S. Heyes. (1988). Pengantar Psikologi. Diterjemahkan oleh Soenardji. Jakarta: Erlangga.
Hovland, C., dan I. Janis. (1959). Personality and Persuasibility. New Heaven: Yale University Press.
Maslow, A.H. (1970). Motivation and Personality. New York: Harper & Row.
McGuire, W. (1969). The Nature of Attitudes and Attitude Hanged dalam G. Lindzey dan E. Aronson. The Handbook of Social Psychology. Cambridge: Addison-Wesley.
Rakhmat, J. (1986). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remadja Karya.
Simons, H.W. (1976). Persuasion: Understanding, Practice, and Analysis. New York: Random House.
Tubbs, S.L., dan S. Moss. (1996). Human Communication. Prinsip-prinsip Dasar. Diterjemahkan oleh D. Mulyana. Bandung: Remadja Rosdakarya.




MODUL 8: Prinsip-prinsip Teknik dan Strategi Komunikasi Persuasif


Kegiatan Belajar 1: Teknik-teknik Komunikasi Persuasif
Rangkuman

Untuk menguasai teknik persuasi, faktor-faktor yang diperlukan antara lain sebagai berikut. (1) Mampu berpikir dalam kerangka acuan yang lebih besar untuk penggunaan teknik yang tepat dalam suatu keadaan tertentu. (2) Mampu menegakkan kredibilitas. (3) Mampu berempati. (4) Mampu menunjukkan perbedaan dengan sasaran. (5) Mampu mengetahui saat-saat yang tepat untuk menggiring audiens pada pesan yang diberikan. (6) Mampu mengetahui kapan alat bantu komunikasi digunakan, dan lain-lain.


Persuasi merupakan tindakan memanipulasi simbol untuk menghasilkan perubahan melalui "tingkah laku evaluatif" dan "tingkah laku pendekatan-penghindaran" atau "sikap".


William S. Howell mengetengahkan sepuluh teknik persuasi sebagai berikut. (l) The yes-response technique. (2) Putting it up to you. (3) Simulated disinterest. (4) Transfer. (5) Bandwagon technique. (6) Say it with flower. (7) Don't ask if, ask which. (8) The swap technique. (9) Reassurance. (10) Technique of irritation.


Charles Larson mengemukakan tujuh teknik dalam komunikasi persuasi, seperti berikut ini. (1) The Yes-yes technique. (2) Don't ask if, ask which. (3) Answering a question with questions. (4) Getting partial commitment. (5) Ask more, so they settle for less. (6) Planting. (7) Getting an IOU.


Werner J. Severin dan James W. Tankard (1992) mengemukakan tiga teknik persuasi, yakni: (1) appeals to humor, (2) appeals to sex, dan (3) extensive repetition of an advertising message.


Kegiatan Belajar 2: Strategi Komunikasi Persuasif
Rangkuman

Strategi adalah rencana terpilih yang bersifat teliti dan hati-hati atau serangkaian manuver yang telah dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.


Dalam mempertimbangkan strategi komunikasi persuasi yang akan diterapkan, perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut. (1) Spesifikasi tujuan persuasi. (2) Identifikasi kategori sasaran. (3) Perumusan strategi persuasi. (4) Pemilihan metode persuasi yang diterapkan.


Komunikasi persuasif, paling tidak, memiliki tiga tujuan, yakni membentuk tanggapan, memperkuat tanggapan, dan mengubah tanggapan.


Secara umum, sasaran persuasi dapat diidentifikasi berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, keanggotaan dalam kelompok primer, dan minat khusus sasaran. Selain itu, dapat pula dilihat dari aspek sasaran pedestrian, sasaran pasif dan kelompok diskusi, sasaran terpilih, sasaran kesepakatan, dan sasaran terorganisasi.


Langkah-langkah dalam perumusan strategi komunikasi persuasif antara lain: (1) pengumpulan dan analisis data, (2) analisis dan evaluasi fakta, (3) identifikasi masalah, (4) pemilihan masalah yang ingin disampaikan dan dipecahkan, (5) perumusan tujuan, (6) perumusan alternatif pemecahan masalah, (7) penetapan cara mencapai tujuan, (8) evaluasi hasil kegiatan, dan (9) rekonsiderasi.


Prinsip-prinsip dalam merumuskan strategi komunikasi persuasi yang perlu diperhatikan adalah: (1) prinsip identifikasi, (2) prinsip tindakan, (3) prinsip familiaritas dan kepercayaan, dan (4) prinsip kejelasan.


Prinsip-prinsip metode persuasi sebagai landasan untuk memilih metode yang tepat dan baik yang perlu diperhatikan adalah (I) pengembangan untuk berpikir kreatif, (2) persuasi dilakukan pada tempat kegiatan sasaran, (3) setiap individu terikat pada lingkungannya, (4) harus dapat menciptakan hubungan yang akrab dengan sasaran, dan (5) harus dapat memberikan sesuatu untuk terjadinya perubahan.


Dalam memilih metode persuasi, ada tiga pendekatan yang bisa dilakukan, yakni pendekatan berdasarkan media yang digunakan, sifat hubungan antara persuader dan sasarannya serta pendekatan psikososial.


Strategi persuasi psikodinamika dipusatkan pada faktor emosional dan atau faktor kognitif. Salah satu asumsi dasarnya adalah bahwa faktor-faktor kognitif berpengaruh besar pada perilaku manusia. Esensinya bahwa pesan yang efektif mampu mengubah fungsi psikologis individu dengan berbagai cara sehingga sasaran akan merespon secara terbuka dengan bentuk perilaku seperti yang diinginkan persuader.


Asumsi pokok dari strategi persuasi sosiokultur adalah bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh kekuatan luar dirinya. Esensi strategi ini adalah bahwa pesan harus ditentukan dalam keadaan konsensus bersama.


Asumsi dasar strategi persuasi the meaning construction adalah bahwa pengetahuan dapat membentuk perilaku. Strategi ini dicirikan oleh "belajar-berbuat (learn-do)".


Daftar Pustaka
Applebaum, R.L., and Anatol, K.W.E. (1974). Strategies for Persuasive Communication. Ohio: A Bell & Howell, Co.
Berlo, D.K. (1974). The Process of Communication: An Introduction to Theory and Practice. New York: Holt Rinehart and Wiston, Inc.
Dahama O.P., O.P. Bhatnagar. (1980). Education and Communication for Development. New Delhi: Oxpord & IBH Publishing Co.
Effendi, O.U. (1986). Dinamika Komunikasi. Bandung: Remadja Karya.
Ilardo, J.A. (1981). Speaking Persuasively. New York: Macmilan Publishing Co.
Kotler, P. (1994). Marketing Manajemen. New Jersey: Englewood Cliffs.
Larson, C.U. (1980). Persuasion, Reception and Responsibility. Belmont: Wadsworth Publishing Co.
Littlejohn, S.W. (1996). Theories of Human Communication. Fifth Ed. Belmont: Wadsworth Publishing Co.
Mar'at. (1982). Sikap Manusia, Perubahan, serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nothstine, W.L. (1991). Influencing Others. Crisp Publication.
Schramm, W. (1977). Azas-azas Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: LP3ES.
Simons, H.W. (1976). Persuasion: Understanding, Practice, and Analysis. New York: Random House.




MODUL 9: Analisis Masalah Komunikasi Persuasif


Kegiatan Belajar 1: Hambatan dalam Komunikasi Persuasif
Rangkuman

Pada umumnya, hambatan komunikasi dapat diselesaikan oleh dua faktor, yakni faktor mekanistis komunikasi manusia dan faktor psikologis. Selain itu, hambatan tersebut dapat diselesaikan oleh dogmatisme, stereotipe, dan pengaruh lingkaran. Kondisi itu pun dapat pula disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dapat berupa persepsi sosial, posisi sosial, dan proses sosial, sedangkan faktor eksternal dapat disebabkan oleh faktor penguatan (reinforcement) dan faktor harapan yang diinginkan.


Citra (image) persuader dalam komunikasi persuasif sangat menentukan dalam mengubah, membentuk dan memperkuat sikap, pendapat dan perilaku sasaran sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Citra persuader berbanding lurus dengan kredibilitasnya.


Persuader dalam melakukan komunikasinya, akan dihadapkan pada masalah sikap, nilai, dan kepercayaan sasaran yang bertentangan.


Sasaran yang dihadapi persuader dalam menerima pesannya tidak semata menggunakan pikiran yang logis saja. Mereka kadangkala menggunakan perasaan, keinginan, serta pilihan-pilihannya untuk mengambil keputusan. Mereka kadang-kadang bersikap apatis atau skeptis.


Kegiatan Belajar 2: Prosedur Umum Analisis Komunikasi Persuasif
Rangkuman

Analisis adalah pengidentifikasian dan pemeriksaan komponen-komponen objek yang sedang dikaji. Analisis masalah komunikasi persuasi adalah pemeriksaan terhadap isi pesan, tujuan, dukungan sasaran dan konteks sosial.


Dalam memilih topik persuasi, karena cakupannya luas dan beragam, maka hal-hal yang perlu dijawab adalah topik apa, dalam bentuk apa, persuasi siapa, ditujukan kepada siapa, serta kapan persuasi itu dilakukan. Tujuan analisis persuasi adalah untuk memperoleh informasi tentang kualitas dari pelaksanaan komunikasi persuasif baik dalam bentuk komunikasi lisan maupun tulisan.


Metode analisis persuasi yang digunakan disesuaikan dengan tujuan analisis yang telah ditetapkan. Metode yang dapat digunakan antara lain metode deskriptif, eksploratif, eksplanatori, dan metode-metode khusus, seperti message centered analysis, causal analysis, evaluative criticism, dan theory-oriented analysis.


Untuk menganalisis masalah-masalah persuasi, dapat digunakan teknik analisis kualitatif dan kuantitatif. Teknik analisis kualitatif dilakukan dengan pembentukan serta menghubungkan kategori-kategori berdasarkan kejadian-kejadian atau pengamatan. Berdasarkan hubungan kategori yang terjadi, maka dibuat hipotesis-hipotesis tentang kategori-kategori yang dihubungkan, memunculkan teori berdasarkan hubungan hipotesis yang diperoleh. Teknik analisis kuantitatif dilakukan dengan cara menggunakan tes statistik yang relevan.


Untuk menganalisis presentasi persuasif sendiri, dapat dilakukan dengan cara memeriksa komponen-komponen tujuan, sasaran, materi dukungan, pemikiran, pola organisasi, bahasa, dan alat bantu multimedia.


Penulisan hasil analisis persuasi pada prinsipnya sama seperti penulisan karya ilmiah lainnya, yang mencakup judul analisis, pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan dan identifikasi, tujuan analisis, kegunaan, tinjauan pustaka, metode analisis yang memuat metode, operasionalisasi variabel, validitas dan reliabilitas alat ukur, populasi dan teknik sampling, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data, hasil analisis dan pembahasan, serta simpulan dan rekomendasi.


Kegiatan Belajar 3: Prosedur Umum Analisis Komunikasi Persuasif
Rangkuman

Tujuan analisis komunikasi persuasif periklanan adalah untuk melakukan pengidentifikasian dan pemeriksaan terhadap pesan, isi, tujuan dukungan, dan konteks sosial dari suatu iklan.


Merk dagang, kemasan, slogan, promosi, dan bentuk-bentuk pesan merupakan konsep-konsep utama dalam periklanan. Analisis komunikasi persuasi periklanan dapat diklasifikasi menjadi dua bagian, yaitu analisis identifikasi masalah dan analisis untuk pemecahan masalah.


Proses analisis komunikasi untuk periklanan adalah serangkaian kegiatan atau tahap yang dilakukan dalam melaksanakan analisis komunikasi persuasif periklanan. Masalah-masalah komunikasi persuasif periklanan dapat berasal dari sumber, saluran, pesan, media, sasaran, lingkungan sosial budaya, serta efek dan dampak periklanan.


Untuk memperoleh kerangka pemikiran yang jelas dan menyeluruh, maka diperlukan dukungan kerangka teoretis yang dapat menjelaskan semua pengertian dan definisi. Rancangan analisis merupakan kerangka untuk melaksanakan analisis. Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam analisis komunikasi persuasi periklanan karena melalui analisis data, data yang telah dikumpulkan dapat diberi arti serta berguna untuk menjawab pertanyaan analisis secara keseluruhan.


Daftar Pustaka
Applebaum, R.L. and Anatol, K.W.E. (1974). Strategies for Persuasive Communication. Ohio: A Bell & Howell, Co.
Berlo, D.K. (1974). The Process of Communication: An Introduction to Theory and Practice. New York: Holt Rinehart and Winston, Inc.
Dahama O.P. dan O.P. Bhatnagar. (1980). Education and Communication for Development. New Delhi: Oxford & IBH Publishing Co.
Effendi, O.U. (1986). Dinamika Komunikasi. Bandung: Remadja Karya.
Ilardo, J.A. (1981). Speaking Persuasively New York: Macmillan Publishing Co.
Kotler, P. (1994). Marketing Manajemen. New Jersey: Englewood Cliffs.
Larson, C.U. (1980). Persuasion, Reception and Responsibility. Belmont: Wadsworth Publishing Co.
Littlejohn, S.W. (1996). Theories of Human Communication. Fifth Ed. Belmont: Wadsworth Publishing Co.
Mar'at. (1982). Sikap Manusia, Perubahan, serta Pengukurannya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nothstine, W.L. (1991). Influencing Others. Crisp Publication.
Schramm, W. (1977). Asas-asas Komunikasi Antarmanusia. Jakarta: LP3ES.
Simons, H.W. (1976). Persuasion: Understanding, Practice, and Analysis. New York: Random House.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar