Menurut teori Fred W. Riggs di dalam bukunya Administration in Developing Countries, The theory of Prismatic Society, masyarakat model prasmatik. Pembicaraan ini mencoba membuka tesis Riggs tentang masyarakat prismatik yang terjadi pada masyarakat Indonesia, yaitu bahwa pada Negara-negara yang sedang berkembang (dunia ketiga) terjadi peubahan sosial ke arah masyarakat model prismatic.Riggs menganalisis terhadap system administrasi yang berlaku di Negara-negara di dunia ketiga dapat disimpulkan banyak anomi dan norma.
Masalah Pendekatan Teori Perubahan Sosial dalam Persfektif Sosiologi
Menurut Landis mengisyaratkan bahwa masyarakat secara normal dihasilkan dalam hubungan simbiosis sebagai bagian kerja sama yang salling ketergantungan dalalm keseimbangan dalam keadaan normal dapat pula tejadi perubahan atau diorganisasi sosial yang menyebabkan bermacam-macam contohnya:
1. Konflik norma
2. Tingkat perubahan budaya waktunya tidak semua sama, tetapi terjadi “cultural lag”
3. Peraturan (system) yang tidak baik atau konflik antara manusia dengan lingkungannya (fisik,sosial, ekonomi dll)
Teori tertib sosial yang diterapkan dan bahkan menentukan arah perubahan sosialnya terdiri dari:
Ø Teori paksa ( coercion theory)
Berasumsi bahwa kekuasaan adalah sarana ampuh untuk mencapai tertib sosial dan menolak tentang realitas keanekaragaman sosial budaya
Ø Teori Kepentingan (belangen theory)
Bersumsi bahwa masyarakat dapat tertib karena ada kesepakatan sosial dan saling percaya. Efektif bagi masyarakat yang homogen.
Ø Teori kesepakatan (concensus theory)
Berasumsi bahwa tertib sosial dapat tercapai karena manusia terikat dengan norma dan nilai, kelemahannya consensus akan dipaksakan pada masyarakat yang bersifata pluralistic, seperti banyaknya unsur –unsur primodial.
Ø Teori lambat ( traagheids theory)
Menekankan perlunya suatu kondisi yang dapat mempertahankan status quo. Dan berasumsi bahwa tertib sosial dapat tercapai dengan memperlambat perjuangan unsur pokok kehidupan melalui isu-isu kecintaan, kesetiaan dan disiplin.
Perubahan dari masyarakat Tradisi ke masyarakat Transisi ke Masyarakat Transisi
Danil Lerner menyimpulkan bahwa masyarakat tradisional sudah memudar dalam kehidupan sosial budayannya. Disebabkan adanya ekspansi Barat sejak 1500, akan tetapi berbentuk kolonialisme dan imperialism.Sehingga untuk pertama kali menghubungkan masyarakat seluruhnya menjadi satu ikatan pergaulan. Tesis utama memudarnya masyarakat tradisional adalah penyangkalan terhadap “karakter manusia” dan “determinasi sosial” persfektif pokok memudarnya masyarakat adalah perilaku dalam konteks perubahan sosial. Memudarnya masyarakt tradisional akan tampak jelas apabila dilihat dari tiga dimensi perubahan sosial yaitu: dimensi structural, kulturaldan interaksionial.
Perubahan dari masayarakt transisi ke masyarakat tradisi adalah terjadinya konflik nilai. Keadaan konflik nilai ini akan menghasilkan sesuatu yang polinartif dalam berbagai hal. Dalam hal mobilitas pada masyarakat trdisional cenderung manjadi mobilitas sistematis. Artinya, mobilitas sosial, fisik dan jiwa berjalan bersama. Pada masyarakat transisi, terjasi pengujian lembaga atau institusi ke dalam keutuhan mendesak atau aspirasi baru sebagai hasil pemikiran atau gagasan baru. Proses modernisasi yang digerakkan pemerintah menimbulkan berbagai bentuk gabungan antara tradisi dengan modern, sebagai contoh perpaduan antara tradisi dengan modern. Dalam masyarakat prismatic, gerakan perubahan cenderung munsul akibat system “eksoprismatik” Nampak lebih memungkinkan. Mengingat isu stabilitas lebih diutamakan bahkan menjadi panglima dalam pengaturan masyarakat. Keadaan ini jelas mempunyai implikasi terhadap pengembangan teori perubahan. Sebab bagaimanapun kuatnya pengaruh “eksoprismatik”, unsur “endoprismatik” merupakan sesuatu yang harus diperhitungkan. Fenomena ini terlihat pada semakin berkembang dan kuatnya lembaga swadaya masyarakat dan semakin kuatnya keinginan mandiri dari kelompok-kelompok pembangunan di pedesaan.
Filosofi Teori dan Realitas Sosial
Fakta lain yang menentukan kelahiran suatu teori adalah gambaran sebenarnya suatu masyarakat (sui generis). Sebagaimana dikatakan Soemardjan, bahwa teori sosiologi yang berkembang sekarang berakar pada bahan-bahan masyarakat kita sebagaimana adanya. Untuk membangun suatu teori tidaklah berspekulasi, tetapi perlu buat konstruksi yang jelas berupa jalinan fakta dan realita. Membangun konsruksi teori formal, yaitu teori sosiologi sebagai seperangkat proposisi sistematis yang saling berhubungan secara logis yang didasarkan pada data empiris.
Asumsi yang diangkat masyarakat sekarang adalah masyarakat dimana terjadi percampuran antara tradisi dengan nilai modern. Masyarakat sekarang sedang menghadapi masa transisi. Suatu masyarakat yang sedang menuju masyarakat modern, periode post-agraris menuju pra-industri. Keadaan masyarakat demikian dapat dikatakan sebagai masyarakat prismatic (prismatic society) menurut Riggs. Landasan filsafat teorinya positivisme, organisme, dan fenomenologis. Dengan meminjam pengetahuan tentang optic (cahaya yang menembus prisma), diangga Riggs sebagai metafora nilai masyarakat Negara dunia ketiga. Menurt Riggs, masyarakat prismatic bersifat heterogen dan berkesenjangan sosial tinggi. Tesis Riggs menyatakan bahwa realita sosial masyarakat terdiri dari masyarakat tradisi , transisi, dan modern. Bilamana suatu struktur melaksanakan sejumlah fungsi, maka struktur tersebut “tersebar secara fungsional” dan disebut model memencar (diffracted); yang demikian merupakan gambaran masyarakat moden.Bilamana suatu struktur melaksanakan fungsinya terbatas, makan struktur tersebut “khusus secara fungsional” dan disebut model memusat (fused); yang demikian merupakan gambaran masyarakat tradisi . Sedangkan masyarakat prismatic (transisi) adalah antara kedua masyarakat sebelumnya tradisi dan modern.
Konservatif Toeri (ahistoris)
Teori tindakan sosial orientasi subjektif individu karya Parsons merupakan teori yang banyak menarik perhatian para sosiolog. Menurut Parsons, teori variable-variabel pola merupakan lima pilihan. Ketiga orang pertama bertitik tolak dari posivistik sedangkan Weber dari konteks idealismen Jerman; Toeri Parsons merupakan sintesis antara idealisme dan posivistik.
Kategori-kategori ini menggambarkan cirri-ciri pokok relasi-relasi dalam proses orientasi, yang meliputi:
1) Maksud efektivitas lawan netralistik afektif
2) Maksud orientasi lawan orientasi kolektif
3) Maksud alternative universalisme lawan partikularisme
4) Maksud pilihan pencapaian (pestasi) lawan askripsi
5) Maksud spesifitas lawan kepencaran.
Alternatif Teori
Wujud teori akan muncul apabila banyak dilakukan pengujian teori yang bersifat yang bersifat dikotomis pada masyarakat transisi, yaitu teori yang mengarah kepada permasalahan yang bercirikan adanya variable antara dari berbagai substansi teori yang bersifat tipologis dan dikotomis
Arah perubahan masyarakat yang dianalisis melalui teori variable pola Parsons mempunyai akibat dalam sikap-sikap sosialnya. Keadaan yang memunculkan variable perantara pada masyarakat transisi ini tidak lepas dari kebijaksanaan ketertiban sosial yang diterapkan sehingga timbul variable perantara. Teori tertib sosial menurut teori paksa berasumsi bahwa tertib sosial akan terselenggara melalui paksaan, baik tekanan secara mental maupun fisik.
Pendekatan ekuilibrium menyatakan bahwa terjadinya perubahan sosial dalam suatu masyarakat adalah karena terganggunya keseimbangan di antara unsur-unsur dalam sistem sosial di kalangan masyarakat yang bersangkutan, baik karena adanya dorongan dari faktor lingkungan (ekstern) sehingga memerlukan penyesuaian (adaptasi) dalam sistem sosial, seperti yang dijelaskan oleh Talcott Parsons, maupun karena terjadinya ketidakseimbangan internal seperti yang dijelaskan dengan Teori kesenjangan Budaya (cultural lag) oleh William Ogburn. Pendekatan modernisasi yang dipelopori oleh Wilbert More, Marion Levy, dan Neil Smelser, pada dasarnya merupakan pengembangan dari pikiran-pikiran Talcott Parsons, dengan menitikberatkan pandangannya pada kemajuan teknologi yang mendorong modernisasi dan industrialisasi dalam pembangunan ekonomi masyarakat.
Hal ini mendorong terjadinya perubahan-perubahan yang besar dan nyata dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat termasuk perubahan dalam organisasi atau kelembagaan masyarakat.Adapun pendekatan konflik yang dipelopori oleh R. Dahrendorf dan kawan-kawan, pada dasarnya berpendapat bahwa sumber perubahan sosial adalah adanya konflik yang intensif di antara berbagai kelompok masyarakat dengan kepentingan berbeda-beda (Interest groups). Mereka masing-masing memperjuangkan kepentingan dalam suatu wadah masyarakat yang sama sehingga terjadilah konflik, terutama antara kelompok yang berkepentingan untuk mempertahankan kondisi yang sedang berjalan (statusquo), dengan kelompok yang berkepentingan untuk mengadakan perubahan kondisi masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar