Posted by iloveAllaah.com Editor • 14/11/2011 • Printer-friendly
Jangan lupa membagikan artikel ini setelah membacanya
Aku ingin mengawali tulisan ini dengan sebuah kisah yang tulis oleh Ibnu Qudamah Al Maqdisi dalam kitabnya, At Tawwabin. Kitab At Tawwabin berisikan kisah orang-orang yang bertaubat, kembali kepada Allah SWT, di antaranya adalah kisah taubatnya Malik bin Dinar yang akan aku ceritakan pada tulisan ini.
Walaupun dia seorang muslim, masa lalu Malik bin Dinar jauh dari Allah SWT. Saat itu, kehidupan Malik bin Dinar penuh dengan kesia-siaan, mabuk-mabukan, maksiat, berbuat zhalim kepada manusia, dan lain sebagainya. Tidak ada satu maksiat melainkan dia telah melakukannya.
Suatu saat Malik bin Dinar melihat seorang anak perempuan berusia sekitar 3 atau 4 tahun. Malik bin Dinar merasakan sesuatu yang berbeda ketika melihat gadis kecil tersebut. Gadis kecil tersebut sangat manis dan indah dipandang. Melihat gadis kecil itu membuat Malik bin Dinar pun keinginan untuk memiliki anak. Sehingga Malik bin Dinar pun menikah.
Subhanallah, atas rahmat-Nya, Malik bin Dinar pun Allah SWT karuniakan seorang anak perempuan yang kemudian diberi nama Fathimah. Beliau sangat mencintai Fathimah. Setiap kali Fathimah bertambah besar, bertambah pula keimanan di dalam hati Malik bin Dinar, dan semakin sedikit maksiat di dalam hatiku. Beliau mendekatkan diri kepada Allah SWT selangkah demi selangkah dan mulai menjauhi maksiat sedikit demi sedikit. Hidup Malik bin Dinar berubah menjadi lebih baik.
Malik bin Dinar merasakan adanya harapan baru dalam hidupnya dengan keberadaan Fathimah. Namun ternyata Allah SWT berkehendak lain. Ketika genap tiga tahun, Fathimah sakit, dan semakin parah. Allah SWT pun memanggil Fathimah ke sisi-Nya. Fathimah meninggal dunia.
Malik bin Dinar tidak bisa menerima kenyataan tersebut. Maka Malik bin Dinar pun berubah menjadi orang yang lebih buruk dari sebelumnya. Beliau belum memiliki sikap sabar yang ada pada diri seorang mukmin yang dapat menguatkan di atas cobaan musibah.
Maka Malik bin Dinar bertekad untuk mabuk dan meminum khamr sepanjang malam. Malik bin Dinar mabuk-mabukan dengan mabuk yang belum pernah beliau lakukan sebelumnya hingga beliau tidak sadarkan diri dan beliau pun tertidur.
Saat tidur beliau bermimpi. Di alam mimpi tersebut Malik bin Dinar berada pada hari kiamat. Sangat menakutkan! Matahari telah gelap, lautan telah berubah menjadi api, dan bumi pun telah berguncang. Manusia pun dibangkitkan dan dikumpulkan. Malik bin Dinar mendengar malaikat memanggil nama dari setiap orang untuk menghadap Al Jabbar. Kemudian beliau mendengar malaikat memanggil nama beliau dan berkata, “Mari menghadap Al Jabbar!” Beliau sangat ketakutan. Tiba-tiba manusia-manusia di sekitar beliau menghilang, hanya beliau seorang diri di Mahsyar.
Kemudian Malik bin Dinar melihat seekor ular besar datang ke arahnya dengan membuka mulutnya. Beliau pun lari karena sangat ketakutan. Lalu beliau mendapati seorang laki-laki tua yang lemah. Malik bin Dinar pun berkata, “Orang tua, selamatkanlah aku dari ular ini!” Orang tua tersebut menjawab, “Aku lemah, aku tak mampu, akan tetapi larilah kearah gunung sana, mudah-mudahan engkau selamat!”
Malik bin Dinar pun terus berlari menuju gunung tersebut. Kemudian beliau melihat di atas gunung tersebut terdapat anak-anak kecil dan beliau mendengar semua anak tersebut berteriak, “Wahai Fathimah tolonglah ayahmu, tolonglah ayahmu!”
Malik bin Dinar mengenali bahwa dia adalah Fathimah, putrinya. Maka Fathimah pun menghampiri Malik bin Dinar dan kemudian Fathimah mengusir ular dengan tangannya.
Malik bin Dinar bertanya kepada Fathimah, “Apa yang terjadi, wahai Anakku?” Fathimah berkata kepada Malik bin Dinar, “Ayah, apakah engkau tidak mengetahui bahwa perbuatan kita di dunia akan hadir di hari kiamat dalam bentuk fisik yang nyata?”
“… Wawajadu maa ‘amilu haadhiraa …”
“… Mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan hadir di hadapan mereka…” (QS Al Kahfi: 49)
“Ayah, ular itu adalah amal burukmu, engkau telah membesarkan dan menumbuhkannya hingga hampir memakanmu. Dan lelaki yang lemah tersebut adalah amal shalihmu, engkau telah melemahkannya hingga dia tidak mampu melakukan sesuatu untuk membantu kondisimu.”
“Ayah, belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk khusyu’, menundukkan hati mengingat Allah mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan?”
“Alam ya’ninil ladzina amanu an takhsya’a qulubuhum li dzikrillah wa ma nazala minal haq…”
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk khusyu’, menundukkan hati mereka mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan kepada mereka…” (QS Al Hadid: 16)
Malik bin Dinar pun terbangun dari tidurnya dan berteriak, “Wahai Rabbku, sudah saatnya, sudah datang waktunya, wahai Rabbku!” Lantas beliau berwudhu dan pergi ke masjid untuk shalat subuh.
Di dalam shalat subuh, ternyata imam membaca ayat yang sama,
“Alam ya’ninil ladzina amanu an takhsya’a qulubuhum li dzikrillah wa ma nazala minal haq…”
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk khusyu’, menundukkan hati mereka mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan kepada mereka…” (QS Al Hadid: 16)
Sejak saat itu Malik bin Dinar menjadi seorang shalih dari kalangan tabi’in. Malik bin Dinar sering mengatakan, “Kasihan orang-orang di dunia ini, yaitu mereka yang hidup di dunia ini tapi tidak merasakan sesuatu yang paling manis dalam hidup ini.”
Apa sesuatu yang paling manis dalam hidup ini? Malik bin Dinar mengatakan, “Senantiasa mengingat Allah dan mematuhi-Nya.”
Banyak hikmah dalam kisah Malik bin Dinar, tetapi pada tulisan pendek ini aku ingin mengingatkan diri sendiri dan juga ikhwah fillah tentang sebuah ayat,
“… Wawajadu maa ‘amilu haadhiraa …”
“… Mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan hadir di hadapan mereka…” (QS Al Kahfi: 49)
Pernahkah kita memikirkan, apa yang akan hadir dan menemani kita nanti di akhirat?
Aku tergelitik dengan perkataan seseorang, “Aku sudah pacaran sama dia hampir 5 tahun.”
Entah bagaimana membayangkan wujud yang akan hadir di hari kiamat dari perbuatan pacaran 5 tahun. Shalat aja satu hari semalam hanya 5 menit x 5, yaitu 25 menit.
Jika usia kita 20 tahun, anggap saja baligh pada usia 13 tahun, berarti kita shalat selama: 7 tahun x 365 hari x 25 menit, yaitu 63875 menit atau 1064,83 jam atau senilai 44,3576 hari. Tidak sampai 50 hari wahai ikhwah fillah. Terus, apakah shalat kita pasti diterima? Mengenai pacaran, padahal ulama sepakat bahwa hubungan lawan jenis di luar pernikahan adalah haram.
“Wa laa taqrabu zinaa …”
“Jangan dekati zina …” (QS Al Isra: 32)
Jangan mendekati zina merupakan salah satu larangan Allah SWT. Bagaimana dengan pacaran yang di dalamnya terdapat berbagai zina; zina mata, zina hati, zina dengan bersentuhan, dan bahkan ada yang sampai berhubungan badan?
Rasulullah saw bersabda, “Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR Muslim 4802)
Ini baru satu kasus, pacaran.
Lho kok jadi ngomongin pacaran?
Mau ngomongin contoh yang lain juga tafadhal. Ada yang mau kasih contoh lain? Ghibah? Setiap hari seberapa sering kita ghibah saudara kita? Atau bagi perempuan misalnya, berapa lama mereka tidak memakai jilbab. Jika kita muhasabah, rasanya terlalu banyak dosa yang kita perbuat… Tafadhal direnungkan wahai ikhwah fillah…
Tapi begitu pengasihnya Allah SWT kepada kita. Rasulullah saw bersabda, “Setiap manusia adalah pendosa dan sebaik-baik pendosa adalah yang bertaubat.” (HR Ahmad 12576)
Pilihan ada di kita, ingin bertaubat atau tidak …
Semoga Allah SWT mengampuni dosa kita dan memasukkan kita ke dalam surga… Semoga Allah SWT ridha… Amiiin…
Penulis : Muhammad Hilmy Alfaruqi
Sumber: dakwatuna.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar