Selasa, 14 Agustus 2012

Film-Film Tentang Jurnalistik



22:32 Skill Agia

Saya suka dunia jurnalistik dan saya suka nonton film, itu adalah alasan kenapa saya membuat postingan ini. Kecintaan terhadap dunia jurnalistik mungkin memang diawali dari “ketidaksengajaan” saya aktif di pers mahasiswa semasa kuliah dulu, tapi kalau bicara nonton film. Saya memang dari dulu suka nonton, meski frekuensi nonton film saya jarang sih kalo di bioskop.
Maka seperti yang saya ungkapkan di atas, saya akan membahas film yang bertema dunia jurnalistik, dunia yang saya sukai dan belakangan mulai saya geluti meski masih berstatus freelance hehe. Yang ada di bawah ini adalah beberapa film yang pernah saya tonton, memang tidak semua, mungkin saja ada yang terlewat. Semuanya memberi kesan tersendiri buat saya. Film-film ini ada yang remake, diangkat dari kisah nyata dan ada juga yang fiksi. Nomor urut ini tidak berarti yang terbaik menurut saya, ini hanya sekedar urutan biasa.

1.Shattered Glass (2003)

Di antara daftar film di postingan ini, ini adalah film yang pertama kali saya tonton. Film ini bagus sekali menurut saya, sayang tidak mendapat promosi yang cukup sehingga tidak banyak orang tahu, salah satu produsernya bahkan Tom Cruise (yang membuat saya kaget). Diangkat dari kisah nyata tentang seorang jurnalis muda berbakat bernama Stephen Glass (Hayden Christensen) yang bekerja di Majalah New Republic. Kisahnya berpusat pada perjalanan karir Stephen pada tahun 1990-an yang artikel-artikelnya diakui sangat bagus dan turut mengangkat popularitas majalah tempatnya bekerja, sampai suatu saat, artikelnya berjudul “Hack Heaven” ternyata diketahu merupakan artikel fiksi, semua data dan narasumber adalah karangan Stephen sendiri, penemuan itu berbuntut pada penemuan artikel-artikel lainnya yang ternyata totalnya ada 27 artikel dari Stephen yang fiksi, kebohongan ini membuat dirinya dipecat dan New Republic memuat pernyataan maaf kepada publik atas kebohongan 27 artikel tersebut.
Tidak diungkapkan dengan jelas, apa yang menyebabkan Stephen sampai berani berbohong kepada pembaca, mengingat kalau disimak dalam film ini. Dia punya kemampuan kerja jurnalistik yang bagus (Pada masa itu selain di New Republic, ia juga dikontrak beberapa media cetak lain sehingga dikenal sebagai jurnalis muda yang berpenghasilan besar).
Yang saya suka dari film ini adalah gambaran proses kerja jurnalistik di media cetak, khususnya majalah. Dimulai dari reportase, penulisan, pengecekan data dan fakta, editing, direvisi oleh jurnalisnya, pengecekan data fakta dan editing kedua kali lalu siap dilayout dan naik cetak. Atmosfer jurnalistiknya terasa sekali, kantor redaksi yang penuh sesak, di lobi kantor dipasang majalah edisi-edisi sebelumnya. Yang miris, sifat bohong Stephen Glass ini seolah ingin dipertahankan sampai akhir film ketika obrolannya dengan murid-murid SD tempatnya bersekolah dulu ternyata cuma khayalannya.
2.The Hunting Party (2007)

Rekomendasi seorang teman dan nama besar pemeran utamanya adalah alasan saya mau menonton film ini, filmnya bercerita tentang Simon Hunt (Richard Gere) jurnalis televisi spesialis daerah konflik dan perang dengan pasangannya kameramen yang akrab dipanggil Duck (Terrence Howard). Selama bertahun-tahun mereka dikenal pasangan jurnalis yang berani dan sukses meraih banyak penghargaan, semuanya berubah ketika laporan langsung dari Bosnia, Simon melaporkan sambil marah-marah di televisi “Ini bukan perang! Ini pembantaian” dan beragam kata-kata makian lainnya, Simon kemudian dipecat namun tetap bekerja sebagai jurnalis dan menjual videonya liputannya ke beberapa televisi di berbagai negara sementara Duck tetap bekerja di televisi tersebut dan semakin naik jabatannya. Bertahun-tahun kemudian mereka bertemu lagi di Bosnia ketika Duck dan timnya termasuk Benjamin, anak wakil direktur televisi (Jesse Eisenberg, yang kabarnya akan bermain sebagai Mark Zuckerberg dalam film tentang Facebook berjudul “The Social Network” tahun ini) hadir di suatu acara PBB dan disana Simon mengajak Duck, juga akhirnya Benjamin untuk mengadakan wawancara eksklusif dengan penjahat perang di Bosnia bernama Radoslav Bogdanović alias “The Fox” yang kemudian dalam usaha pencarian tersebut menjelaskan kenapa Simon Hunt marah-marah saat siaran langsung beberapa tahun lalu.
Agak kecewa sih dengan film ini, karena saya mengira ini film yang kental thrillernya. Namun ternyata memang lebih banyak porsi drama dengan ending yang “Yah cuma gitu”. Oke, setelah gambaran reportase berbahaya Simon dan Duck serta pencarian The Fox yang berliku endingnya biasa saja tentu kurang gereget jadinya. Namun ada kalimat yang cukup memorable buat saya ketika Benjamin berkata bahwa fakta di medan perang tidak sama dengan yang ia pelajari di sekolah jurnalistik lalu Duck membalas “Hei, tidak semua yang kau pelajari di sekolah jurnalistik itu sama dengan yang ada di lapangan.” Aha, ini memang benar sekali, sejauh pengalaman dan hasil belajar saya secara informal tentang jurnalistik. Jurnalis memang tidak boleh kaku dan baku terhadap teori, mereka harus berani improvisasi dan beradaptasi dengan kondisi lapangan. Inilah dinamikanya, dan inilah yang saya suka dari jurnalistik.
3.Veronica Guerin (2003)

Film ini diangkat dari kisah nyata jurnalis wanita bernama Veronica Guerin asal Irlandia. Adegan pembukanya menampilkan Veronica (Cate Blanchett) yang sedang menyetir dan menelepon rekannya ketika kemudian mobilnya berhenti di lampu merah, ia ditembak oleh pengendara sepeda motor dan tewas seketika. Film kemudian bergerak mundur dan menceritakan kisah Veronica sebagai jurnalis koran Sunday Independent, pada waktu ia menulis berita tentang kejahatan narkoba yang sudah parah tingkatnya di Dublin. Investigasinya kemudian membawanya ke bandar narkoba bahkan bos para bandar. Namun keberhasilannya dalam penelusuran itu justru memberikan dampak negatif, pada bulan Oktober 1994 sekelompok orang melepaskan dua tembakan ke rumahnya sebagai bentuk peringatan sekaligus ancaman kepada ia dan keluarganya. Setelah itu ia pernah diserang seorang pria masuk ke rumahnya dan menembak kakinya, namun itu tidak membuatnya menghentikan reportasenya terhadap kasus tersebut, padahal banyak pihak yang sudah melarangnya. Bahkan ketika ia tiba di rumah sang bos bandar narkoba ia malah dipukuli sampai luka parah dan puncaknya adalah penembakan yang menewaskan dirinya.
Film ini adalah film yang menurut saya paling berhasil menampilkan sisi humanis seorang jurnalis, Veronica yang seorang istri dan ibu serta seorang jurnalis yang ngotot dan pantang menyerah digambarkan dengan pas dan seimbang di sini. Resiko pekerjaan jurnalis yang sering berhadapan dengan orang-orang “penting” dan “berbahaya” ditunjukkan di sini, sikap ngotot Veronica sendiri memang menggambarkan sikap jurnalis pada umumnya yang saya ketahui. Ketika sudah meliput suatu berita, jurnalis akan terus memburu sampai dapat. Yang menarik ada kemunculan Collin Farrel di sini, dia berperan sebagai pria yang sedang minum di bar lalu sempat menggoda Veronica. Kematiannya pada tahun 1996 menimbulkan kemarahan dan kecaman terhadap para pelakunya, sebagian besar ditangkap dan bahkan ada yang dihukum mati.
4.State Of Play (2009)

Film ini merupakan adaptasi dari serial televisi di Inggris dengan judul yang sama. Sebenarnya film ini lebih bergenre kepada thriller tentang politik, namun nuansa jurnalismenya juga kental di sini. Banyak nama aktor dan aktris besar di sini, mulai dari Russell Crowe, Ben Affleck, Rachel McAdams, Hellen Mirren sampai Jeff Daniels. Russell Crowe berperan sebagai Cal McAffrey (yang nampak gemuk, berantakan dan gondrong di film ini) wartawan harian Washington Globe yang menyelidiki kasus pembunuhan seorang pemuda dan seorang anggota kongres AS bernama Sonia Baker yang terjadi dalam waktu kurang dari sehari semalam. Belakangan kasus ini malah melibatkan Stephen Collins (Ben Affleck) bos dari Sonia yang juga anggota kongres sekaligus sahabat lama dari Cal karena ada dugaan Stephen memiliki affair dengan Sonia, padahal Stephen sudah beristri. Bersama rekannya Della Frye (Rachel McAdams) wartawan di harian yang sama sekaligus blogger, Cal meliput kasus ini dan menemukan fakta-fakta mencengangkan bahwa kasus pembunuhan ini merupakan konspirasi politik antara kongres AS dengan perusahaan bernama Point Corp.
Tema konspirasi politik yang melibatkan pemerintah juga merupakan tema film yang saya sukai, jadi ketika film ini menggabungkannya dengan jurnalis sebagai tokoh utamanya film ini menjadi salah satu film favorit saya. Selain soal tema saya juga suka dengan para pemainnya khususnya Russell Crowe dan Rachel McAdams, Russell menampilkan satu sisi lagi dari jurnalis dengan gaya berantakan, brewokan dan tidak rapi itu, entah memang itu penampilan aslinya saat ini atau memang penampilannya khusus untuk film ini tapi dia berperan dengan meyakinkan. Rachel McAdams juga saya suka di sini, dia cantik dan mempesona dua kali lipat dibanding saat dia menjadi Irene Adler di Sherlock Holmes. Perannya di sini juga penting, tidak sekedar menjadi pemanis di film detektif itu (terlepas itu adalah film pertama dan bersifat perkenalan).
5.Beyond A Reasonabled Doubt (2009)

Yang satu ini merupakan remake dari film berjudul sama, film pertamanya dirilis tahun 1956 dan merupakan film noir yang menampilkan sedikit gaya visual, penggambaran konflik dan plot yang mengejutkan di bagian akhir dengan ending yang di luar dugaan. Remakenya dibintangi oleh Michael Douglas, Amber Tamblyn dan Jesse Metcalfe. Kalo di film pertamanya media massanya adalah koran di remakenya diganti menjadi televisi, nama-nama karakternya juga diganti. CJ (Metcalfe) adalah seorang jurnalis muda yang berprestasi namun ambisius. Ia memandang sosok Jaksa Wilayah yang sedang naik daun, Martin Hunter (Douglas) adalah seorang yang curang dalam setiap menangani kasus, CJ yakin Hunter memanipulasi bukti agar ia bisa menjebloskan terdakwa dari setiap kasusnya. Untuk membuktikan itu CJ dan rekannya juga dibantu Ella, staf (Tamblyn) dari Hunter yang kemudian menjadi kekasihnya nekat merekayasa bukti dari suatu kasus pembunuhan yang belum diketahui pelakunya, CJ merekayasa bukti agar semuanya dibuat seolah mengarah pada dirinya dan pada persidangan ia bisa membuktikan bahwa sebenarnya Hunter adalah Jaksa yang curang dan menggunakan popularitasnya untuk maju dalam pemilu mendatang. Kisahnya berlanjut sampai konflik yang semakin rumit ketika rencana CJ mengalami hambatan dan ending yang menunjukkan siapa si “penjahat” sebenarnya.
Sebenarnya film ini punya premis yang bagus dan bisa menjadi film thriller yang baik, sayangnya entah kenapa kok malah jadi gagal total, beberapa referensi yang saya baca juga memberi cap buruk untuk film ini. Waktu nonton pun sebenarnya hanya untuk menuntaskan rasa penasaran saja, dan memang patut diakui kemasannya yang maunya thriller jadi agak datar di film ini. Kalau saja dikemas dengan penuturan yang lebih baik saya yakin film ini tidak akan jadi film thriller tanggung.
6.Balibo (2009)

Yang terakhir ini adalah film yang sempat menimbulkan kontroversi karena oleh LSF dilarang tayang Jiffest tahun lalu, film produksi Australia ini diangkat dari kisah nyata pada tahun 1975 tentang pembunuhan 5 jurnalis Australia oleh tentara Indonesia pada saat Timor-Timur diduduki Indonesia. 5 orang jurnalis televisi tersebut awalnya memang bertujuan untuk meliput serangan tersebut, tapi mereka salah mengira bahwa status mereka sebagai jurnalis tidak menjamin keselamatan mereka. Film ini menggambarkan pencarian jurnalis senior Roger East di Timor-Timur untuk menemukan jurnalis tersebut, pada awalnya ia diundang Jose Ramos Horta untuk menjadi kepala kantor berita di Dili dan menyebarkan kondisi Timor-Timur ke seluruh dunia namun pada akhirnya Roger juga menjadi korban serangan tentara Indonesia.
Kesan saya untuk film ini? Kecewa. Ya film ini tidak seheboh berita maupun resensinya, walaupun sebenarnya bisa dimaklumi karena ini film yang menampilkan sejarah dan kalau boleh dikatakan film-film seperti ini punya kepentingan tersendiri. Saya tidak berkomentar soal fakta sejarahnya, karena memang saya tidak menguasainya. Namun film ini memang cenderung membosankan, plotnya sih cukup bagus karena menampilkan dua bagian secara bergantian, ketika 5 jurnalis yang kemudian disebut “Balibo Five” tiba pertama kali di Timor Timur sampai dibunuh, setiap adegan yang menampilkan 5 jurnalis tersebut tiba di suatu tempat dan bekerja lalu menampilkan perjalanan Ramos Horta dan Roger East di tempat yang sama dengan kondisi yang jauh berbeda meski hanya selang beberapa hari.
Kekecewaan dan kemudian kebosanan makin terasa karena film ini minim musik latar. Entah kenapa musik latar cuma muncul di seperempat akhir bagian film, ketika serangan tentara Indonesia dimulai. Sisanya? Tidak ada musik latar dan membuat saya yang menonton adegan per adegan tidak terbangun mood-nya. Satu yang jadi pertanyaan adalah pemeran tentara Indonesia, mereka sempat berdialog Indonesia seperti “Keluar!” selebihnya sih tidak ada. Yang jadi pertanyaan adalah apa ini benar-benar orang Indonesia? Kalau memang iya kenapa mereka mau bermain di film yang justru menyudutkan Indonesia?
Sebenarnya ada beberapa film lagi sih, tapi tentunya terlalu banyak kalau ditulis semuanya. Antara lain “All The President’s Men”, yang ini saya belum nonton tapi kalau tidak salah film ini bercerita tentang skandal Watergate lalu ada juga “Resurrecting The Champ” yang bercerita tentang kebohongan tak disengaja dari sebuah artikel, sedikit mirip dengan “Shattered Glass”. Yang pasti film-film ini memberikan perspektif baru pada penonton tentang profesi jurnalis yang sebenarnya merupakan pekerja kemanusiaan dengan caranya sendiri, melaporkan berita kepada masyarakat.

sumber : http://ekajazzlover.wordpress.com/2010/02/26/film-film-tentang-jurnalis/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar