Friday, 25 November 2011 | |
Berpuluh-puluh tahun lalu Bung Karno pernah meramal. Negara yang berada di antara Benua Asia dan Australia, Indonesia, yang pernah dijajah dan dijadikan kuli di negeri sendiri ini akan kembali menjadi kuli di antara bangsa-bangsa.
Mungkin prediksi yang dia kemukakan tidak bisa kita katakan sepenuhnya salah, mengingat posisi negeri ini yang masih dipandang sebelah mata oleh mayoritas penduduk dunia. Jumlah sumber daya manusia melimpah, kemiskinan yang terus mewabah, seakan menjadi motif bangsa ini untuk konsisten melahirkan tenaga kerja (baca: kuli) berupah murah. Akan tetapi, jiwa nasionalisme kita pasti meletup dan geram marah apabila negara yang kita banggakan cuma menjadi olokolokan.
Lantas, dengan stigma negatif yang sudah telanjur melekat,bagaimana Indonesia menegaskan eksistensinya? Memang sulit mengentaskan citra yang sudah menjadi keyakinan umum dengan sekedar berkutat pada kata-kata.Yang bisa dilakukan hanya bagaimana memanfaatkan kondisi yang sudah ada menjadi peluang nyata. Dari segi kuantitatif,sudah jelas bahwa negeri ini unggul dalam supply of labor. Ambil contoh posisi kita terhadap negeri tetangga, Malaysia,yang sebenarnya ketergantungan dalam menggunakan jasa tenaga kerja dari Indonesia di kegiatan-kegiatan ekonominya. Sekilas peran para buruh itu dianggap remeh dan hanya dinilai dengan gaji rendah di sana. Namun perlu digarisbawahi, jasa mereka memegang hampir 20% perekonomian Malaysia, terutama pada sektor manufaktur, petroleum, hingga sektor rumah tangga. Bayangkan apa jadinya perekonomian Malaysia tanpa keberadaan mereka. Selain itu, bibit-bibit sumber daya manusia dengan kualitas di atas rata-rata seperti peraih medali di olimpiade sains internasional perlu dipertahankan dan digodok lagi,agar menjadi penyokong peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia secara agregat di masa mendatang. Maka perlu juga dihindari adanya brain drain (perekrutan cendekiawan domestik oleh negara asing) yang tidak jarang terjadi akhir-akhir ini. Itu semua hanya pandangan dari sisi lain, bahwa kelemahan yang dimiliki Indonesia ternyata bisa dialihkan menjadi peluang. Agar nantinya, Indonesia tidak menjadi bangsa—seperti diramalkan Bung Karno—yang berperan sebagai “een natie van koelis en een koeli van naties”, bangsa yang terdiri atas kuli dan menjadi kuli di antara bangsa-bangsa. M FIKRUZZAMAN RAHAWARIN Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Anggota Organisasi Jurnalistik Keilmuan BO Economica FEUI |
Jumat, 25 November 2011
Agar Indonesia Tidak Jadi Negeri Kuli
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar