Senin, 13 Februari 2012

Peduli Kerugian Negara

Tuesday, 14 February 2012
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melangkah berani. Sosok tokoh yang berada dalam pusaran kekuasaan pun dilibas. Kasus Wisma Atlet mulai terang- benderang menyeret tokoh partai.


Siapa yang bermain dan siapa yang terlibat mulai dimunculkan.Penetapan Angelina Sondakh sebagai tersangka mengonfirmasi bahwa ucapan Nazarudin bukanlah isapan jempol.KPK telah menemukan momentum untuk mengembalikan kepercayaan publik. Kerugian negara dan rakyat sudah tak terbilang. Korupsi semakin merajalela, sementara ulah oknum penguasa dan mafia pajak mencuri uang negara belum juga bisa dihentikan. Menyedihkan, karena kepedulian dan keprihatinan rakyat belum mendapat respons maksimal dari pemerintah.

Memang,negara sudah memiliki institusi KPK.Eksistensi KPK boleh ditafsirkan sebagai kepedulian negara terhadap pencurian uang negara. Namun, sebagaimana terlihat oleh publik, KPK baru mampu melakukan penindakan, belum sampai pada tahap pencegahan. Karena KPK belum mampu mencegah, korupsi justru tampak semakin merajalela dalam beberapa tahun terakhir ini. Kehadiran KPK belum menimbulkan efek jera. Dari setiap kasus korupsi yang terungkap, jumlah atau nilai uang yang dicuri pun membuat orang kebanyakan ternganga, setengah tak percaya.

Belasan hingga puluhan miliar rupiah dana proyek disisihkan sebagai fee atau uang jasa bagi kekuatan-kekuatan yang bisa meloloskan sebuah proyek. Karena masih hangat diperbincangkan publik,kasus suap dalam proyek WismaAtlet SEA Games di Palembang patut dikedepankan sebagai contoh kasus.Berapa nilai anggaran yang dikorup dalam kasus ini masih harus dihitung dengan cermat.

Namun, kalau seorang tersangka bisa menjinjing uang miliaran rupiah, anggaran yang dikorup dari proyek ini pasti jauh lebih besar. Itu baru satu kasus.Jangan lupa bahwa korupsi di negara ini sudah berlangsung puluhan tahun. Seperti diketahui,kerugian negara tidak hanya karena manipulasi nilai proyek, melainkan juga dari penggelapan pajak.Potensi riil pendapatan negara dari pajak saat ini mestinya sudah di atas Rp1.000 triliun.

Namun, perampokan uang negara oleh mafia pajak memaksa Indonesia terus mencari utang di pasar uang internasional untuk menyangga APBN. Rakyat pun diminta terus berkorban dengan mencicil pokok dan bunga utang luar negeri. Seorang guru besar ekonomi pernah mengungkapkan perkiraannya bahwa kerugian negara per tahun bisa mencapai Rp360 triliun karena perampokan oleh mafia pajak. Perkiraan ini logis kalau kita mengacu pada modus yang diterapkan terdakwa penggelap pajak Gayus Tambunan.

Minim Kepedulian

Rakyat dan komunitas pemerhati sangat peduli pada masalah kerugian negara.Namun, pemerintah memperlihatkan kecenderungan sebaliknya.Sejak dulu, laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang indikasi penyalahgunaan keuangan negara tidak pernah mendapat respons yang maksimal dari penegak hukum. Dari begitu banyak laporan yang pernah dibuat BPK, tidak banyak yang ditindaklanjuti penegak hukum. Semakin memprihatinkan karena pemerintah pun tidak pernah bersikap tegas melihat kecenderungan yang negatif itu.

Memang, minimnya kepedulian terhadap kerugian negara sudah berlangsung lama. Namun, di era reformasi sekarang, kepedulian seharusnya ditingkatkan dari waktu ke waktu, sejalan dengan ambisi mewujudkan good and clean governance.Korupsi dan penggelapan pajak mencerminkan pemerintahan yang tidak bersih. Demikian pula halnya dengan semua laporan BPK tentang indikasi penyalahgunaan keuangan negara.

Kalau laporan BPK pun sudah dianggap angin lalu oleh pemerintah dan penegak hukum, kepada siapa lagi negara harus memercayakan pengawasan penggunaan keuangannya? Ketidakpedulian pemerintah sangat nyata dalam kasus mafia pajak. Dengan restu pemerintah, mayoritas anggota DPR pendukung pemerintah mestinya meloloskan penggunaan hak angket pajak. Awalnya Partai Demokrat (PD) ikut dalam barisan pendorong hak angket pajak pada awal 2011.

Tiba-tiba,PD balik badan dan gigih menggugurkan usul hak angket itu. Dibandingkan dengan ambisi pemerintahan SBY-Boediono mewujudkan good governance, manuver politik para pendukungnya di parlemen— yang menggugurkan usul hak angket pajak itu—adalah sebuah harga yang sangat mahal bagi SBY dan pemerintahannya. Citra pemerintahannya tak hanya semakin rusak, tapi keberpihakan Presiden pun mulai dipertanyakan.

Gugurnya usul hak angket pajak itu dimaknai sebagai ketidakpedulian pemerintahan SBY terhadap masalah kerugian negara dan rakyat. Publik mencatat bahwa dalam konteks perang melawan mafia pajak, pemerintah tidak all out. Masalah besar juga terlihat dalam kasus bailout Bank Century. Pekan lalu, rapat BPK dengan Tim Pengawas DPR untuk proses hukum kasus Bank Century menelurkan kesimpulan mengenai adanya indikasi kerugian negara dari bailoutbank tersebut.

Kesimpulan ini tidak mengada-ada, pun tidak bertujuan politis. Karena itu, jangan juga kesimpulan ini ditanggapi dalam perspektif politik, melainkan dalam konteks good and clean governance. Agar rakyat bisa melihat adanya kepedulian pemerintah, Presiden harus kooperatif menyikapi kesimpulan itu.Kepedulian dan sikap kooperatif Presiden amat diperlukan agar pemerintahannya tidak menjadi target tuduhan dan kecurigaan masyarakat.

Kepedulian dan sikap kooperatif Presiden-Wapres harus ditunjukkan dengan aksi nyata, yakni memerintahkan semua institusi penegak hukum segera merespons kesimpulan rapat BPK dan Timwas DPR itu.Walaupun proses hukumnya menjadi tanggung jawab institusi penegak hukum, Presiden-Wapres tidak seharusnya lepas tangan atau tidak peduli. Kalau perlu, Presiden sendiri langsung yang mengawal kerja penegak hukum menangani penyidikan kasus Bank Century.

Kalau Presiden-Wapres minimalis menyikapi kesimpulan rapat BPK-Timwas DPR itu, taruhannya adalah reputasi dan kredibilitas pemerintahan SBY-Boediono. Jika tidak segera merespons kesimpulan itu, sama artinya Presiden-Wapres membiarkan posisi mereka menjadi target tuduhan dan kecurigaan masyarakat. Selama ini, masyarakat sudah telanjur berasumsi bahwa proses hukum kasus Bank Century sengaja diambangkan. Sudah terbentuk keyakinan publik bahwa kerugian negara dari dana bailout itu menguntungkan pihak-pihak yang tidak menginginkan adanya proses hukum untuk kasus ini.

BAMBANG SOESATYO
Anggota Komisi III DPR RI
Fraksi Partai Golkar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar