Saturday, 28 January 2012
Ketidaktegasan dan ketidakwibawaan pemerintah di mata masyarakat tidak hanya menimbulkan kegelisahan dan ketidakpastian yang tiada ujung, tapi juga mampu mengancam stabilitas ketertiban dan keamanan negara.
Apakah berbagai kerusuhan yang dipicu oleh ketidakpuasan masyarakat terhadap aparatur pemerintahan akibat dari ketidaktegasan dan ketidakwibawaan itu? Apakah ribuan buruh di Bekasi yang memblokade jalan tol agar tuntutannya dipenuhi oleh pemerintah itu juga bagian dari ketidakwibawaan itu? Ataukah sudah campur aduk antara kekecewaan,ketidakwibawaan negara,dan ketidakadilan? Unjuk rasa yang berujung pada aksi pembakaran kantor bupati dan kantor KPUD Bima,Nusa Tenggara Barat,tak bisa dilepaskan dari faktor itu.
Di manakah peran negara? Demikian pula maraknya aksi pemerkosaan terhadap para wanita penumpang angkutan umum di Jakarta yang semakin hari semakin banyak.Ini tak lepas dari tidak wibawanya hukum yang ditegakkan aparatur negara.Yang kita khawatirkan ketika masyarakat sudah tidak percaya lagi pada pemerintah. Aksi anarkistis akan semakin meluas,kerusuhan di Bima,pemblokadean jalan tol di Bekasi bisa menular ke seluruh wilayah yang memang memiliki potensi persoalan serupa.
Di sinilah kita melihat ada kekosongan kalau tidak mengatakan pembiaran. Apa yang dilakukan pemerintah sifatnya hanya merespons setelah kejadian, sangat ad hoc, tidak berkesinambungan, dan terkesan hanya untuk mencari pengakuan sudah kerja keras dengan statemen di media. Manajemen penanganan dan pencegahan krisis patut dipertanyakan.Akan sangat bahaya jika tidak dilakukan langkah yang komprehensif untuk mengatasi letupan-letupan kecil seperti ini.
Apalagi pasti ada kepentingankepentingan politik yang akan menunggangi situasi ini untuk tujuan jangka pendek. Sejauh ini juga tidak terlihat upaya pemerintah untuk menyelesaikan berbagai persoalan serius ini dengan cara-cara yang serius pula.Sudah jarang sekali terdengar bagaimana para pejabat, kepala daerah, duduk bareng dengan tokoh-tokoh masyarakat dan ulama untuk mendengarkan dan meminta masukan mereka.
Seluruh energi negara dihabiskan untuk mengejar rating lembaga-lembaga internasional yang diyakini bisa mendatangkan modal berlimpah berupa investasi. Mengejar pengakuan internasional memang penting untuk mendongkrak persepsi positif negara kita.Tapi, membiarkan masalah-masalah di akar rumput tidak tertangani akan menjadi blunder besar yang pada akhirnya bisa menjungkirbalikkan persepsi positif negara yang membanggakan itu.
Indonesia sudah masuk fase investment grade, tapi bagaimana menjelaskan kemacetan yang parah di Jakarta, bagaimana menjelaskan kemarahan buruh yang memblokade tol, bagaimana menjelaskan kemarahan rakyat Bima yang membakar kantor bupati kepada investor asing? Apakah cukup dengan membantah dan mengatakan semua aman dan terkendali.Pasti tidak. Tidak ada kata terlambat jika negara benar-benar ingin membuat situasi menjadi lebih baik.
Pemerintah dipilih untuk mengambil keputusan, menanggung risiko, berani tidak populer, berani menghadapi kenyataan,memberi solusi,dan memecahkan masalah. Kita lihat siapa yang berani terjun langsung ke Bima untuk mendengarkan dan mengajak dialog pihak-pihak yang terlibat konflik di sana. Kita tunggu juga siapa pejabat penting (menteri,wapres, atau presiden) yang berani menemui ribuan buruh yang sedang marah memblokade jalan tol. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar