Sabtu, 10 Desember 2011

Contoh konflik sosial di Indonesia Konflik Sosial Kasus Tegal Dan Cilacap


Konflik Sosial Kasus Tegal Dan Cilacap
PENDAHULUAN
Latar Belakang Konflik merupakan bagian tak terpisahkan dari masyarakat. Konflik dapat bersifat tertutup (latent), dapat pula bersifat terbuka(manifest). Konflik berlangsung sejalan dengan dinamika masyarakat. Hanya saja, terdapat katup-katup sosial yang dapat menangkal konflik secara dini, sehingga tidak berkembang meluas. Namun ada pula faktor-faktor di dalam masyarakat yang mudah menyulut konflik menjadi berkobar sedemikian besar, sehingga memporak-porandakan rumah, harta bendalain dan mungkin juga penghuni sistem sosial tersebut secara keseluruhan. Dalam suasana sistem sosial masyarakat Indonesia yang sangat rentan terhadap berbagai gejolak ini,sedikit pemicu saja sudah cukup menyebabkan berbagai konflik sosial. Konflik antar desa diTegal (Senin, 10 Juli 2000) dan konflik antar kampung di Cilacap (Kamis, 6 Juli 2000)hanyalah merupakan contoh betapa hal-hal yang bersifat sangat sederhana ternyata dapa tmenjadi penyulut timbulnya amuk dan kerusuhan massa yang melibatkan bukan hanya pihak-pihak yang bertikai, melainkan juga seluruh desa. Desa-desa dan kampung-kampung di JawaTengah yang sudah sejak puluhan dan bahkan ratusan tahun hidup dalam keharmonisa antar tetangga dan antar desa tersebut dapat berubah total menjadi saling serang dan saling menghancurkan rumah warga desa lain yang dianggap musuhnya.
Pemerintah sebagai penanggung jawab keamanan dan ketertiban dalam masyarakat sangat berperan penting dalam menciptakan suasana harmonis antar berbagai kelompok dalam masyarakat. Namun,bila pengendalian sosial oleh pemerintah melalui perangkat-perangkat hukumnya tidak berjalan, maka pengendalian sosial dalam bentuk lain akan muncul dalam masyarakat.Sebagaimana berbagai kerusuhan massal yang pernah terjadi sebelumnya, pemicu-pemicu tersebut bukanlah penyebab utama. Ini hanyalah casus belli yang memunculkan konflik terpendam yang berakumulasi secara bertahap. Penyebab utamanya mungkin baru dapat diketahui setelah suatu kajian yang seksama dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Dalam kaitan inilah, kajian singkat ini ingin diletakkan. Kajian yang ditulis dalam laporan ini,mungkin saja mengalami perubahan dengan berlangsungnya waktu, yaitu dengan semakin diketahuinya faktor-faktor lokal (indigenious factors). Meskipun demikian, laporan initetap di dasarkan atas data sekunder terbatas dengan pendekatan yang kritis. TujuanTujuan utama dari kajian singkat ini adalah untuk mengidentifikasi konflik, mencari faktor pendorong, pemicu dan penyebab terjadinya konflik yang dampaknya sangat merugikan,serta sebagai basis pembuatan peta daerah rawan konflik . Metode Pendekatan Data yang digunakan sebagai dasar analisis adalah menggunakan data sekunder dan berbagai beritadari berbagai sumber media massa. Meskipun demikian, diupayakan dengan mencermati faktor-faktor setempat yang lebih dominan sebagai penyebab utama (prima causa)

KONFLIK ANTAR KELOMPOK DALAM MASYARAKAT KASUS TEGAL
Letak GeografiDesa Karangmalang Kecamatan Kedungbanteng dan Desa Harjosari Kecamatan Suradadi terletak di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Kabupaten Tegal merupakan salah satu kabupaten dari 29 kabupaten dan 6 (enam) kotamadya di Jawa Tengah. Desa Harjosari mempunyai luas 5,6 hektar dengan penduduk 9.960 jiwa (824 KK). Penduduk KampungRandu, desa Harjosari, umumnya petani, buruh tani, pedagang bakulan dan sebagian lagis ebagai tenaga kasar di beberapa kota besar terdekat. Jarak terhadap kota kecamatan kurang lebih 20 kilometer. Kronologi Peristiwa Sebagaimana diberitakan oleh berbagai media massa, peristiwa amuk massa di Tegal terjadi secara bergelombang. Peristiwanya bermula dari perkelaian antar kelompok kedua desa, yaitu warga Desa Karangmalang,Kecamatan Kedung banteng dan warga Desa Harjosari, Kecamatan Suradadi, keduanya diKabupaten Tegal, Jawa Tengah. Ini terjadi pada hari Minggu malam jam 23:00 WIB didekat rumah Sipon, warga desa Kampung Randu, Desa Harjosari yang menikahkan anak perempuannya dengan menanggap pertunjukan wayang golek.
Dalam perkelaian tersebut, Bugel alias Karyono bin Wahid(25), seorang warga Desa Karang malang tewas satu jam kemudian dalam perjalanan ke rumah sakit. Tangan Bugel dibabat hingga putus dengan senjata tajam. Tewasnya Bugel menimbulkan tindakan pembalasan warga Karangmalang terhadap warga Kampung Harjosari yang mayoritas tidak tahu menahu dan tidak mempunyai kaitan langsung dengan insiden Minggu malam. Sasaran utama pembalasan iniadalah Sa (34). Serangan pertama dilakukan oleh warga desa Karangmalang terhadap desa Kampung Randu pukul 04:00 WIB dan kedua pukul 07:00 WIB. Sebagai akibatnya, sebagian besar rumah warga Harjosari yang menggantungkan nafkahnya sebagai petani dan pedagang berubah menjadi lautan api. Ratusan warga Karangmalang yang sudah melengkapi dirinya dengan berbagai senjata tajam, pentungan, bom molotov dan jerigen berisi bensin membakar dan memporak-porandakan Desa Harjosari. Warga Desa Harjosari yang melihat gelagat berbahaya ini telah mengosongkan rumahnya dan meninggalkan desanya untuk menyelamatkan diri. Sebagian warga masih sempat menyelamatkan harta benda mereka seperti pesawat televisi, sepeda, ternak dan pakaian ala kadarnya. Pihak keamanan, sejak terjadinya konflik antar kelompok di Kampung Randu Minggu malam sebenarnya sudah menduga akan terjadi aksi massa yang lebih besar.
Namun aparat keamanan mengakukebobolan karena aksi tersebut dilakukan oleh ribuan warga Karangmalang. Pihak keamanan sudah melakukan upaya menutup jalur pintu masuk dari Desa Harjosari dan Karangmalangdan sebaliknya. Namun pihak keamanan tidak dapat berbuat banyak ketika penyerbuantersebut dilakukan melalui hutan jati yang langsung menembus Desa Harjosari. Akibat aksimassa tersebut, menurut Kepala Desa Harjosari, dari sebanyak 368 rumah di Harjosari,sebanyak 129 rumah diantaranya dibakar dan 116 rumah lainnya dirusak secara membab ibuta dengan tingkat kerusakan berat dan ringan Warga Harjosari yang menyelamatkan diri tetap bertahan di pengungsian hingga Senin (10 Juli 2000). Ini berkisar 1.300 jiwa. Merekatetap bertahan hingga Selasa besok paginya, menunggu situasi kampung aman kembali.Langkah Tindak Lanjut Peristiwa tersebut telah membuat kalang kabut aparat keamanansetempat, yang segera hadir di tempat, yaitu Kepolisian Wilayah Tegal, satuan Unit Perintis Sabhara, Brimob dari Tegal, Pemalang dan Pekalongan. Bantuan juga datang dari  Kodim dan Batalyon 407 Slawi. Untuk mencegah aksi balas dendam perbatasan kedua wilayah ditutup sementara. Polisi telah menangkap 5 (lima) warga Desa Harjosari yangdiduga melakukan pemukulan terhadap Bugel dan kawan-kawan, yaitu Wasrin bin Kramat(27), Sarono (23), Supardi (23), Sukarjo (27) dan Hadi (22).
Namun, tersangka yang didugakuat menusuk dan membabat tangan Bugel telah kabur sekeluarga. Beberapa warga yang terlibat amuk massa, beberapa di antaranya juga menghilang dari desanya. Merekatertangkap setelah petugas seharian menyisir kawasan hutan jati sekitar desa. Pasukan keamanan sebanyak 300 orang tetap disiagakan di kedua desa yang bertikai. Kawasan hutan jati yang berbatasan dengan Desa Harjosari yang digunakan sebagai jalur penyerbuan kedesa tersebut tetap dijaga ketat. Bupati Tegal bersama Ketua DPRD dan Kapolre ssetempat berusaha menangkan warga kedua kampung yang bertikai dan mencegah tindakanpembalasan yang sangat merugikan kedua belah pihak. Hingga Rabu (12 Juli 2000)sedikitnya 75 warga Desa Karangmalang yang diduga sebagai pelaku aksi amuk massa ditangkap aparat kepolisian gabungan dari Kepolisian Resor Slawi dan Kepolisian Wilayah Pekalongan.
Dari jumlah tersebut, 8 (delapan) di antaranya diduga sebagai provokator.Seorang tersangka provokator merupakan perangkat desa setempat dan seorang lagi merupakan pegawai negeri sipil. Warga yang tertangkap tersebut ditahan di Markas Kepolisian Resor Slawi, Kabupaten Tegal. Kepala Desa Karangmalang tidak keberatan warganya ditangkap asal pelaku pembunuhan warga Karangmalang juga diadili. Semula,terjadi bentrokan aparat dengan warga Karangmalang saat polisi menangkap pelaku pembakar rumah dari pintu ke pintu. Dari sebanyak 89 orang yang ditangkap, setelahpemeriksaan yang intensif hanya 17 orang yang resmi berstatus tersangka, 72 orang lainnya dibebaskan. Hari Kamis (13 Juli 2000) sore, Tim Penyidik Polres Tegal mulai memeriksa 300 warga Kampung Randu sebagai saksi. Saksi-saksi tersebut diakui sangatkooperatif yang diduga merupakan karakter asli warga setempat
.
KASUS CILACAP
Letak Geografi Kampung Sumpin, Kampung Kebonmanis di satu pihak danKampung Plikon di lain pihak merupakan kampung-kampung di Kabupaten Cilacap. Kabupaten Cilacap juga merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah yang berlokasi dikawasan pantai selatan Pulau Jawa. Kronologi Peristiwa Konflik ini melibatkan wargaKampung Sumpian yang didukung warga Kebonmanis melawan warga Kampung Plikon, DesaAdipala, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap. Konflik antar warga ini dipicu olehSuworyono yang memalak beberapa warga Kampung Plikon yang sedang main lotre.Penolakan warga ini berakhir dengan insiden pemukulan warga Plikon kepada Suwaryono binMadislam (26). Suwaryono yang tidak menerima perlakuan ini memanggil teman-temannyasebanyak sekitar 20 orang, termasuk dua adiknya, yaitu Genjo dan Djoko. Merekamendatangi rumah Nana Witana, tempat mengadu permainan. Warga yang sudah jengkel,akhirnya mengeroyok Suwaryono. Korban yang sudah tidak berdaya disiram bensin dandibakar hingga tewas. Aksi ini berlangsung sekitar pukul 16:00 WIB hari Kamis (6 Juli2000). Tewasnya warga Kebonmanis ini berbuntut panjang. Ratusan warga Sumpilan danKebonmanis yang membawa pentungan, parang, bensin dan senjata tajam lainnya, sekitarpukul 20:00 WIB menyerang Kampung Plikon. Mereka membakar rumah warga setempat, terutama yang berada di tepi jalan. Sebanyak 32 bangunan rumah habis terbakar. WargaPlikon bergegas menyelamatkan diri. Hal yang mengherankan, ketiga desa yang bertikaitersebut adalah desa-desa yang berdekatan dan banyak yang mempunyai hubungankeluarga. Langkah Tindak Lanjut Sebanyak 7 (tujuh) peleton aparat keamanan yang terdiridari polisi termasuk Brimob dan aparat Kodim Cilacap dikerahkan untuk mengamankansituasi. Petugas baru berhasil menguasai keadaan menjelang tengah malam. Merekamembentuk pagar betis untuk memisahkan penduduk dua kampung yang bertikai. Polisitelah menangkap 11 warga Plikon yang diduga kuat terlibat dalam aksi pembakaranterhadap Suwaryono. Sebanyak 8 (delapan) warga Plikon telah ditahan. Mereka adalahSabar (42), Bagio (23), Nana Witana (65), Karsidi (25), Sugihartono (24), Sulyono (25),Sukirno (20) dan Nurhadi (30).
ANALISIS KEJADIAN
Menurut sumber setempat, pertikaian antar warga dari keduadesa di Tegal bukan yang pertama kali terjadi. Pertikaian massal sebelumnya terjadi padaakhir Desember 1999. Saat itu, warga Karangmalang juga meninggal pada peristiwa dikampung yang sama. Dalam pemeriksaan polisi, beberapa warga Karangmalang yang sempatmenginap di Polres Tegal sebagai saksi menyatakan bahwa tidak pernah terpikirsebelumnya akan membakari rumah warga Harjosari. Namun karena pengaruh hasutan,provokasi dari orang-orang tertentu yang dianggap tokoh, dia bersama warga lainnyaakhirnya bergabung dalam aksi amuk massa tersebut. Warga yang menjalani pemeriksaansangat kooperatif dalam menjawab berbagai pertanyaan terutama tentang sejumlah nama yang merupakan penyandang dana untuk membeli bensin atau provokator. Bersama 16 wargalainnya, seorang perangkat desa yang diduga bertindak sebagai penyandang dana telahditahan di Polres Tegal. Memang sulit membayangkan kedua desa bertetangga, meskipunsecara administratif berbeda kecamatan, dapat bertikai sedemikian ganas. Desa Harjosaridan Karangmalang merupakan wilayah perbatasan antara Kecamatan Suradadi danKecamatan Kedungbanteng di Kabupaten Tegal. Kedua desa berjarak kurang lebih 6 (enam)kilometer, suatu jarak yang sangat dekat untuk suatu kawasan desa. Perilaku wargaHarjosari umumnya baik-baik. Mereka gampang diatur, sangat toleran, suka membantusama lain dan tidak suka kekerasan. Namun akhir-akhir menjelang terjadinya amuk massa,ulah sekelompok pemuda yang kurang simpatik menyebabkan Kampung Randu sepertidikucilkan oleh warga kampung lain. Kesan ini muncul ketika terjadi serbuan ke KampungRandu. Tidak ada warga kampung lain satupun yang berniat untuk membantu melerai ataumencegah penyerbu. Kejadian-kejadian tersebut tampaknya berlangsung sejalan denganadanya sinyalemen persaingan bisnis kayu jati. Perseteruan terselubung antar desatersebut membuat salah satu kelompok seolah-olah sengaja menciptakan situasi ini untukmenjarah kayu jati. Konon, pada waktu terjadi serbuan massa Senin dini hari dan berlanjutSenin pagi, pada saat yang sama terjadi penjarahan pohon jati di kawasan hutan yangletaknya berbatasan dengan Desa Harjosari. Kedua desa bertetangga sebenarnyamerupakan desa yang yang relatif terpencil dan bukan daerah subur. Nafkah wargatampaknya terbantu oleh lokasi desa yang berbatasan dengan hutan jati KesatuanPemangkuan Hutan Wilayah Pekalongan. Selain bertani, sebagian warga memperoleh pendapatannya dari berjualan kayu jati yang sudah dibuat bahan bangunan. Daun pintu,misalnya, dapat laku dijual Rp 175.000 hingga Rp 200.000/buah. Kusen pintu dan jendelabisa mencapai Rp 100.000 sampai Rp 150.000/buah. Dalam suasana maraknya usaha bahanbangunan , penebangan kayu di hutan secara illegal tidak mendapatkan sanksi apapun.Penegakan hukum seolah-olah tidak berjalan. Ini tampaknya menimbulkan perasaan jengkel berkepanjangan pada warga lain yang kurang memperoleh akses terhadap sumberdayahutan jati. Oleh karena itu, meninggalnya salah seorang warga Karangmalang merupakanpemicu bagi pembalasan terhadap warga Harjosari yang dianggap sebagai sumberkerusuhan. Sedangkan dalam kasus kerusuhan di Cilacap, tidak banyak yang dapat diungkapdari kejadian ini, kecuali bahwa aksi pembakaran korban hingga tewas Suwaryonomerupakan korban tewas yang ke 15 dengan modus dibakar dalam peristiwa amuk massa diwilayah Cilacap dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir. Satu hal sudah jelas, bahwapemalakan dalam kaitan ini bukanlah sebab utama terjadinya pembakaran. Ini hanyalahmerupakan pemicu timbulnya kerusuhan yang lebih besar yang berakhir dengan pembakaranrumah warga yang notabene merupakan orang-orang yang masih mempunyai hubungan keluarga antar satu dan lain desa.


KESIMPULAN
Dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan sebagai berikut: Pemicu utamadalam kasus kerusuhan massa di Tegal antara warga Kampung Randu, Desa Harjosari,Kecamatan Suradadi melawan Desa Karangmalang, Kecamatan Kedungbanteng di KabupatenTegal adalah kematian Bugel bin Wahid (25), warga Desa Karangmalang, yang bertandang diDesa Harjosari. Warga Karangmalang kemudian membalas kematian warganya ini denganmenyerbu Kampung Randu, Desa Harjosari, Senin (10 Juli 2000) dinihari secarabergelombang. Akibatnya, dari 368 rumah Kampung Randu yang ada, sebanyak 129 rumahdibakar, sebanyak 116 rumah lainnya mengalami rusak berat dan ringan. Akar permasalahanutama peristiwa ini tampaknya lebih dilandasi oleh persaingan laten antar sebagian wargake dua desa karena mempunyai akses terhadap sumberdaya alam hutan kayu jati secaraillegal, namun tidak ditindak secara hukum. Ini menimbulkan kecemburuan sosial bagi desa-desa di sekitarnya yang lebih jauh dan kurang mempunyai akses terhadap sumberdaya alamtersebut. Pemicu utama kasus konflik antar kampung di Cilacap yang melibatkan wargaKampung Sumpilan yang didukung oleh warga Kampung Kebonmanis di satu pihak melawanwarga Kampung Plikon, Kecamatan Adipala, keduanya di Kabupaten Cilacap, adalahpemalakan Suwaryono bin Masdilam (26) terhadap warga Kampung Plikon yang berakhirdengan dibakarnya Suwaryono Kamis (6 Juli 2000) malam. Tewasnya Suwaryono menyulutaksi balas dendam warga Sumpilan (kampung asal korban) dan kampung Kebonmanis denganmenyerbu rumah warga Kampung Plikon. Akibatnya, sebanyak 32 rumah hangus dimakan api.Sepeda motor Suwaryono juga ikut dibakar. Akar permasalahan utama dari peristiwa inibelum dapat dikemukakan dalam analisis ini karena belum ada data yang diperoleh. Untukhal ini kiranya perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam melalui kunjungan ke daerahkejadian. Dalam kejadian itu dapat ditelusuri secara lebih luas, mengapa orang di keduakampung itu mudah melampiaskan kemarahan dengan merusak, membunuh, membakar danmenghancurkan benda-benda yang dianggap milik "musuh". Apakah mungkin ada provokasi dari luar, dan apakah masyarakat di kedua desa itu mengalami tekanan mental dan bebanhidup sehari-hari menjadi mudah meledakkan emosinya. Kedua kasus konflik sosialtampaknya merupakan indikasi semakin rentannya kondisi psikologi, sosial, ekonomi, hukum,politik dan keamanan. Hal-hal yang kurang lebih serupa, sampai batas-batas tertentu,dapat dijumpai di daerah-daerah lain, dengan sedikit banyak perbedaan. Ini misalnya dapatdisimak dari berbagai peristiwa konflik sosial yang terjadi kurang lebih hampir bersamaan, yaitu sepanjang bulan Juni-Juli 2000. Beberapa contoh di antaranya: Konflik antar wargaKampung Hanja, Cibuntiris dan Sindang Jaya, Kecamatan Bojonggambir, KabupatenTasikmalaya, Jawa Barat (21-24 Juni 2000). Penyerangan terhadap warga Kampung Hanjadan Buntiris, konon diawali oleh isu penduduk Kampung Hanja menganut aliran sesat.Sebanyak 30 rumah warga Hanja dibakar oleh sekitar 100 orang bertopeng secarabergelombang dalam 4 hari. Kerusuhan di Kumai, Kelurahan Kumai Hulu, Kecamatan KumaiHulu, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah (Rabu, 5 Juli 2000). Sebanyak 4(empat) orang tewas dan 2 (dua) rumah warga dibakar massa. Ini dipicu oleh pertengkaranantara buruh dan cukongnya. Namun buruh yang nekad bersama kelompoknya melakukanpenyerangan yang berubah menjadi aksi pembakaran rumah di sekitar cukong. Kerusuhan diRuteng, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (Sabtu, 8 Juli 2000). Peristiwa inidipicu oleh aksi tiga pedagang kasur keliling yang disukan menyebarkan roti mengandungvirus rabies untuk membuat anjing yang memakannya terjangkit penyakit rabies. Sebanyak2 (dua) orang korban yang tewas adalah para pedagang tersebut, 1 (satu) pedagang lainnyameskipun babak belur dapat diselamatkan, karena dihakimi massa yang marah. Keributanantar warga Kampung Gabus, Desa Srimukti, Kecamatan Tambun, Bekasi dan KampungPangkalan, Desa Kedungpengawas, Kecamatan Babelan, Bekasi. Dua (2) orang wargaKampung Gabus yang akan melakukan penyerangan ke desa tetangganya, kampung Pangkalantewas tenggelam di kali (Jum·at, 14 Juli 2000 dan Sabtu 15 Juli 2000). Tawuran pemuda diMatraman antara Palmeriam/kayumanis/Tegalan dan Berlan/Kebonmanggis/Manggaraipinggir kali (berkali-kali, Sabtu, 15 Juli 2000 dan terakhir 24 Juli 2000).
SOLUSI
Tindakan hukum yang jelas dan tegas (law enforcement) terhadap pencurian kayu jati yang "diduga" telah dilakukan oleh sementara penduduk yang bermukim berdekatandengan hutan jati. Muspida setempat perlu melakukan forum komunikasi dengan parawarganya dan penyuluhan-penyuluhan sosial tentang berbagai kerugian akibat perselisihanantar desa. Di samping itu, juga perlu disosialisasikannya berbagai cara untuk menghindariberbagai kemungkinan provokasi. Sedapat mungkin perlu pula diusahakan kegiatan bersamaantar desa yang memungkinkan warga antar desa membina hubungan komunikasi yangpositif. Untuk kasus Cilacap, alternatif solusi belum dapat kami sampaikan. *end (KebijakanPublik ² Kedeputian Dinamika Masyarakat







Tidak ada komentar:

Posting Komentar