Minggu, 09 Januari 2011
Konflik yang akan dibahas adalah mengenai pro dan kontra kenaikan pajak reklame yang dilakukukan oleh pemerintah kota Surabaya. Kenaikan pajak reklame ini disosialisasikan pada bulan September 2010 dan kemudian mulai diterapkan sebulan setelh pensosialisasian tersebut, tepatnya pada bulan November 2010. Penerapan kebijakan ini tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada, karena Peraturan Walikota mengenai kenaikan pajak reklame lebih dahulu keluar dari pada Peraturan Daerah.
Penetapan kebjakan ini berawal dari banyaknya korban yang jatuh akibat robohnya reklame-reklame besar dipinggiran jalan akibat angin kencang saat musim penghujan. Pada akhir februari lalu, belasan reklame roboh dan sebagian menimpa rumah warga. Pada bulan November 2008 terdapat reklame roboh dijalan Kertajaya dan menimpa tiga mobil dan 27 sepeda motor dan pada bulan Desember 2008 robohnya reklame di jalan Embong Malang menelan korban jiwa.
Dalam konflik kali ini, stakeholder yang terlibat adalah dari Pemerintah Kota Surabaya selaku pihak yang mengeluarkan kebijakan kenaikan pajak reklame dengan DPRD Kota Surabaya beserta pihak pengusaha biro reklame yang menyatakan ketidak setujuannya atas penerapan kebijakan tersebut.
Pemerintah kota beranggapan bahwa kenaikan pajak reklame ini setidaknya akan dapat mengurangi dan mencegah timbulnya korban akibat robohnya reklame-reklame besar selama musim penghujan. Pemkot juga ingin menggenjot PAD Surabaya dari pajak reklame ini, pemilihan pajak reklame sendiri dikarenakan sejak delapan tahun terakhir pajak reklame ini tidak pernah mengalami kenaikan. Kenaikan pajak ini hanya dilakukan pada reklame-reklame yang berukuran besar saja, sedangkan reklame yang berukuran kecil akan diturunkan pajaknya. Kemudian, alasan terakhir penerapan kebijakan ini adalah untuk perbaikan estetika Kota Surabaya.
Sebaliknya, DPRD dan para pengusaha biro reklame menganggap kebijakan ini terlalu dini untuk dilakukan, hal ini dikarenakan sosialisasi yang dirasa sangat singkat, hanya dalam waktu satu bulan saja kebijakan langsung diterapkan. Kenaikan yang mencapai 200% pun dituding DPRD sebagai salah satu intervensi antara Pemerintah Kota dengan para investor-investor reklame besar untuk mematikan pasar reklame di Surabaya agar dapat dimonopoli dengan mudah. Selain itu, Peraturan Walikota yang tiba-tiba muncul sebelum disahkannya Peraturan Daerah kota Surabaya mengenai perpajakan dtuding DPRD sebagai suatu langkah untuk mengacaukan proses pembahasan rancangan peraturan daerah (RAPERDA) tentang pajak daerah.
Selanjutnya, pada tanggal 28 Desember 2010 Perwali nomor 56 dan 57 direvisi menjadi Perwali nomor 70 dan 71. Menurut Kabid Pendapatan Pajak Dinas Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Pemkot Joestamadji yang mengungkapkan bahwa terdapat beberapa aturan yang berubah terkait dengan kenaikan pajak reklame, diantaranya adalah pengklasifikasian ukuran reklame yang semula hanya tujuh kini menjadi 12 jenis dan kenaikan pajak reklame rata-rata hanya sebesar 3%, dimana untuk reklame yang berukuran besar (± 50 m²) mengalami kenaikan pajak hingga mencapai 200% dan untuk reklame yang berukuran kecil, sedang, atau menengah mengalami penurunan pajak yang sama yaitu sebesar 30%. Nilai ini sangat merosot jauh apabila dibandingkan dengan perwali nomor 56 dan 57 yang kenaikan pajaknya rata-rata sebesar 38%. Perivisian Perwali ini dilakukan karena banyak pihak yang merasa tidak setuju dengan Perwali sebelumnya.pada tanggal 8 Desember 2010, DPRD Kota Surabaya melakukan hak interpelasi kepada Wali Kota Surabaya perihal kenaikan pajak reklame yang dapat menembus angka 400%. Konflik terus berlanjut dengan dilakukannnya hak angket oleh DPRD Kota Surabaya yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 2011 dengan mendatangkan tiga pejabat yang terkait dalam penyusunan Perwali 56 dan 57. Berikut ini akan disajikan peta konflik menganai kenaikan pajak reklame di Surabaya.
Penjelasan:
1. Hubungan antara pengusaha pengguna jasa yang menolak kebijakan kenaikan pajak dengan Biro Reklame. Hal ini dikarenakan pihak biro reklame merupakan perantara antara pengusaha pengguna dengan Pemkot Surabaya. Pengusaha yang akan mendirikan reklamenya akan meminta bantuan kepengurusannya kepada biro reklame.
2. Hubungan antara pengusaha pengguna jasa yang mendukung kebijakan kenaikan pajak dengan Biro Reklame. Hal ini dikarenakan pihak biro reklame merupakan perantara antara pengusaha dengan Pemkot Surabaya. Pengusaha yang akan mendirikan reklamenya akan meminta bantuan kepengurusannya kepada biro reklame.
3. Konflik kecil antara Biro reklame dengan Pemerintah Kota Surabaya. Pihak biro reklame akan merasa dirugikan akibat kenaikan pajak reklame yang diterapkan Pemerintah Kota Surabaya. Tetapi, biro reklame mau tidak mau harus mengikuti peraturan yang ada. Pihak ini tidak memiliki kekuatan hukum yang besar untuk mengubah aturan yang telah ditetapkan.
4. Aliansi yang kuat antara Biro Reklame dengan DPRD Kota Surabaya yang menolak kebijakan kenaikan pajak terjadi karena terdapat beberapa anggota DPRD yang notabennya memiliki suatu biro reklame (Edi budi prabowo, Anggota komisi D DPRD Surabaya). Sehingga, biro reklame mendukung tindakan DPRD yang notabennya juga sebagai pemilik biro reklame untuk menentang kebijakan kenaikan pajak.
5. Hubungan antara Pengusaha pengguna jasa yang mendukung kenaikan pajak dengan Pemerintah Kota Surabaya. Terdapat beberapa pengusaha yang setuju dengan kebijakan kenaikan pajak. Hal ini dikarenaka mereka cukup bertanggung jawab pada tingkat keselamatan yang dimiliki oleh setiap pengguna jalan. Selain itu, pengusaha juga tidak ingin mengambil resiko menanggung segala kerugian yang diakibatkan oleh robohnya reklame atas nama produknya.
6. Konflik utama antara DPRD Kota Surabaya yang menolak kenaikan pajak dengan Pemerintah Kota Surabaya. DPRD yang memiliki biro reklame akan membentuk suatu aliansi dalam kelompoknya untuk bersama-sama menentang pemkot memberlakukan kebijakannya tersebut. DPRD memiliki kekuasaan hukum yang lebih tinggi dari pada Pemerintah Kota. Oleh karena itu, terjadilah konflik yang besar antara kedua belah pihak. Satu pihak menentang kebijakan untuk mengusahakan keberlanjutan pasar reklame. Sedangkan pihak lain, mengutamakan keselamatan masyarakat.
7. Aliansi yang kuat antara DPRD Kota Surabaya yang menyetujui kenaikan pajak dengan Pemerintah Kota Surabaya. Terdapat beberapa anggota DPRD yang menyutujui kenaikan pajak rekalme berdasarkan segala argument yang telah dikeluarkan pemerintah kota. Oleh karena itu, pemkot Surabaya memberikan dukungan yang besar terhadap tindakan kenaikan pajak reklame.
8. Hubungan yang kuat antara UKM dengan Pemerintah Kota Surabaya. Pemerintah kota Surabaya memberikan keuntungan pada UKM dengan menurunkan pajak reklame yang berukuran kecil. Hal ini dilakukan untuk menggenjot produksi UKM dengan meningkatkan kualitas serta jumalh pemasaran produknya lewat rekalame.
9. Aliansi yang retak antara Masyarakat penerima dampak robohnya reklame dengan Pemerintah Kota Surabaya. Masyarakat mulai kehilang kepercayaan kepada pemerntah Kota Surabaya kinerja pengeloalaan internal reklame yang buruk dan menyebabkn robohnya reklame di jalan-jalan.
10. Konflik kecil antara pengusaha reklame yang kontra dengan pemkot Surabaya. Konflik ini terjadi Karena beberapa pengusaha pengguna jasa reklame menolak kebijakan kenaikan pajak. Kenaikan pajak nantinya akan dapat menambah pengeluaran yang harus disediakan pengusaha untuk mempromosikan produknya. Tetapi, dalam hal ini, pengusaha tidak memiliki kedudukanyang cukup tinggi dimata hokum untuk dapat menolak kebijakan tersebut.
Peta konflik ini digunakan untuk mengetahui pihak-pihak mana saja yang nantinya dapat didekati terlebih dahulu untuk menyelesaikan konflik yang ada. Berikut ini akan diberikan beberapa penyelesaian dengan pendekatan dari peta konflik yang ada sebelumnya.
Penjelasan:
Penyelesaian suatu konflik dengan menggunakan bantuan peta konflik dilakukan dengan cara mendekati pihak-pihak yang memiliki hubungan baik antara satu sama lain (benang lurus) untuk menghilangkan konflik-konflik yang terjadi (benang kusut) dalam suatu konflik. Berikut ini adalah langkah-langkah yang akan dilakukan untuk menghilangkan konflik akibak kenaikan pajak reklame yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Surabaya:
1. Pemerintah akan mendekati para pengusaha pengguna jasa reklame. Pengertian yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Pemkot akan melakukan mediasi masalah tingkat keselematan masyarakat yang kurang akibat rawannya reklame besar yang banyak roboh pada musim penghujan.
b. Kemudian Pemkot mensosialisasikan langkah selanjutnya kepada para pengusaha perihal kenaikan pajak yang akan dilakukan. Tetapi, kenaikan pajak ini tidak terlalu besar tetapi masih dapat memberikan peningkatan PAD yang cukup signifikan. Hal ini dilakukan dengan memberikan peningkatan pajak dengan penambahan kriteria kebeberapa reklame. Sehingga, pajak yang besar tersebut diperkecil dengan melakukan penambahan titik reklame yang mengalami kenaikan pajak.
c. Kenaikan pajak yang dilakukan diiringi dengan komitmen pemerintah untuk mengentaskan pungli secara menyeluruh dan memperbaiki management kelembagaan secara komperhensif.
d. Perbaikan internal kelembagaan dilakukan dengan proses perizinan yang memang sesuai dengan standart yang telah ditetapkan. Perbaikan ini diharapkan akan mengentaskan permasalahan konstruksi reklame yang tidak sesuai dengan aturan untuk dapat memberikan peningkatan keselamatan masyarakat terhadap ancaman robohnya reklame.
2. Kemudian, para pengusaha secara otomatis tidak akan mengurangi permintaan untuk mendirikan reklame dengan bantuan jasa dari biro reklame. Dari sini,pihak biro reklame tidak akan merasa dirugikan Karena adanya kenaikan pajak reklame yang baru.
3. Dengan begitu, DPRD yang sebelumnya memperjuangkan hak dari para biro reklamepun juga mulai mendukung kebijakan Pemkot atas kenaikan pajak reklame.
Sehingga, mulai terbentuklah suatu situasi yang seimbang, peningkatan PAD tetap berjalan, tingkat keselamatan masyarakat menjadi lebih tinggi, para pengusaha pengguna jasa reklame tetap melakukan transaksinya di pasar reklame Surabaya, permintaan reklame masih tetap ada sehingga tidak mematikan usaha biro reklame, DPRD pun mulai mendukung adanya kebijakan tersebut.
kita juga punya nih jurnal mengenai pajak reklame, silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/5084/1/presentasi%20skripsi.pdf
BalasHapussemoga bermanfaat yaa :)
Halo, saya ingin bertanya, konflik tersebut merupakan konflik terbuka atau tertutup ya? Terima kasih
BalasHapus