Rabu 22 Juni 2011, rapat kabinet terbatas yang dipimpin langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya memutuskan memberlakukan moratorium atau penghentian sementara pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi. Kebijakan yang berlaku sejak 1 Agustus 2011 dan berlaku hingga pemerintah Kerajaan Arab Saudi mau menandatangani kesepakatan perlindungan TKI ini, merupakan respons terhadap perlakuan buruk dan lemahnya perlindungan hukum yang didapatkan para TKI di negeri Arab.

Bukan kali ini saja pemerintah memberlakukan moratorium. Terhadap Malaysia, Yordania, Suriah, dan Kuwait, pemerintah Indonesia juga tengah menerapkan kebijakan moratorium TKI sektor informal atau penata laksana rumah tangga.

Kebijakan perlindungan terhadap TKI ini pun didukung oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), yang dengan tegas akan mengawal kebijakaan penghentian sementara pengiriman TKI sektor informal, khususnya tenaga penata laksana rumah tangga (PLRT). Dalam masa moratorium ini, pihak BNP2TKI menghentikan sama sekali pengiriman TKI baru ke Arab Saudi. Selama moratorium berjalan, pemerintah Indonesia dan pemerintah Arab Saudi akan melakukan pertemuan bilateral untuk menyepakati adanya perlakuan dan perlindungan terhadap warga masing-masing terkait PLRT.

Dengan demikian selama masa moratorium berjalan, tak ada lagi kegiatan perekrutan calon TKI informal untuk negara Arab Saudi, Kuwait, Yordania, Suriah, dan Malaysia yang dilakukan oleh Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) bagi calon TKI sektor informal. Namun, untuk perekrutan TKI formal tetap berjalan normal. Artinya, masyarakat harus waspada bila ada agen yang menjanjikan bisa memberangkatkan calon TKI informal ke negara-negara yang terkena moratorium. Maka bisa dipastikan kegiatan tersebut merupakan perekrutan TKI ilegal karena tidak prosedural dan resmi.

Memang tak bisa dipungkiri moratorium berpengaruh terhadap devisa negara. Laporan Survei Nasional Pola Remitansi TKI pada tahun 2008 menyebutkan nilai transaksi pengiriman uang TKI setiap tahun cenderung meningkat. Nilai transaksi remitansi pada tahun 2005 mencapai US$5,5 miliar atau sekitar Rp49,5 triliun. Lima tahun kemudian atau padat ahun 2010, nilainya melonjak menjadi US$6,73 miliar atau sekitar Rp61 triliun.

Pada tahun 2011, untuk periode tiga bulan pertama, transaksi remitansi telah mencapai US$1,6 miliar. Per April 2011, sudah tercatat US$2,22 miliar. Rata-rata TKI mengirimkan uang US$500 juta atau sekitar Rp4,5 triliun per bulan ke Tanah Air. Arab Saudi merupakan penyumbang dengan nilai US$1,7 miliar (83 persen), disusul Uni Emirat Arab sebesar US$145 juta (7 persen), dan Yordania serta Suriah masing-masing US$84 juta (4 persen).
                                   
Namun untuk mengatasi itu semua, pemerintah telah mengalokasikan anggaran Rp 15,4 triliun untuk menciptakan lapangan kerja dan pemberdayaan serta pengurangan pengangguran di daerah basis para TKI. Diharapkan dana itu dapat mendorong pergerakan sektor riil, serta meningkatkan wirausaha. Moratorium sejatinya bisa menjadi momentum untuk mempersiapkan SDM yang lebih baik. Inilah waktu untuk meningkatkan kualitas TKI di luar negeri agar mereka memiliki posisi tawar yang lebih baik dengan menjadi TKI sektor formal. (*Advertorial Persembahan BNP2TKI)
Editor: Kliwon
COPYRIGHT © 2011