Jumat, 25 November 2011

KTT Sukses: Indonesia Jadi “Pemimpin” ASEAN?


Friday, 25 November 2011
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN Ke-19 di Bali yang ditutup 19 November 2011 telah sukses diselenggarakan oleh Indonesia. KTT telah menghasilkan sembilan capaian utama.


Di antaranya adalah langkah-langkah nyata untuk memperkuat tiga pilar Komunitas ASEAN,memperkuat pertumbuhan ekonomi kawasan, berperan penting dalam pembangunan arsitektur kerja sama kawasan yang lebih efisien dan efektif, memperkuat peran global ASEAN, memperkuat ekonomi Asia Timur, menjawab masalah keamanan pangan, air, dan energi, serta sekaligus juga perubahan iklim.

Tampak jelas bahwa ASEAN selain ingin meningkatkan ataupun memperluas kerja sama ekonomi regional juga ingin memegang peranan yang lebih besar di kawasan Asia ataupun global. Apalagi Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) tampaknya akan menuju ke Free Trade Area dan Amerika Serikat melalui Trans Pacific Partnership (TPP) juga semakin agresif merekrut anggota, sebagian adalah anggota ASEAN.

Kesuksesan Indonesia menjadi ketua ASEAN tahun ini memang sudah teruji, paling tidak KTT di Bali yang lalu membuktikannya, sehingga Presiden dan pemerintah boleh bangga. Bangsa Indonesia secara umum juga mengapresiasi keberhasilan pemerintah dalam memimpin ASEAN tahun ini. Meski demikian, apakah memang kita bisa berbangga diri telah menjadi anggota ASEAN ataupun bahkan memimpin ASEAN tahun ini? Indonesia tampaknya belum dapat memanfaatkan kerja sama ekonomi ASEAN dengan baik sampai saat ini.

Indonesia belum bisa memimpin dalam memajukan kesejahteraan dan kemajuan ASEAN. Indonesia bahkan ketinggalan dari tetangganya. Sebagai gambaran saja, produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2009 (data terbaru dari sekretariat ASEAN) sebesar USD2.363, masih di bawah rata-rata ASEAN yang mencapai USD2.532. Kita berada pada urutan kelima di ASEAN, di mana yang tertinggi Singapura mencapai USD36.631, Brunei Darussalam USD24.486, Malaysia USD6.822, dan Thailand USD3.950.

Dilihat dari kualitas manusianya bahkan lebih buruk lagi karena pada urutan keenam, menurut data UNDP 2011. Urutan pertama Singapura di peringkat ke-26, Brunei Darussalam ke-33, Malaysia ke-61, Thailand ke- 103, Filipina ke-112, baru Indonesia ke-124. Data-data tersebut jelas menunjukkan bahwa Indonesia “kalah” dalam membangun ekonominya dibandingkan dengan anggota “lama”ASEAN lainnya.

Keterbukaan Pasar

Kita harus mengakui bahwa kita “ketinggalan” di ASEAN dalam membangun ekonomi, sehingga kita perlu “belajar” dari tetangga-tetangga kita yang dulu belajar dari kita, mengapa sekarang menjadi lebih maju dan sejahtera dari kita. Tampaknya dari berbagai data yang ada dapat dilihat bahwa secara umum tetangga-tetangga kita itu bisa memanfaatkan liberalisasi pasar di ASEAN atau dengan negara lainnya lebih baik dari kita.

Meskipun ekonominya kecil dan terbuka, bisa lebih maju dan sejahtera dari kita. AnggotaASEAN yang paling dapat memanfaatkan liberalisasi dengan baik adalah Singapura, Malaysia, dan Thailand, sehingga kemajuan ekonomi dan kemakmuran negaranya juga tinggi di kawasan ASEAN. Keberhasilan negara-negara tersebut memanfaatkan liberalisasipasarnya dapatdilihatdari total nilai perdagangan internasional (ekspor plus impor) dibandingkan PDB-nya yang besar.

Singapura mencapai lebih dari 200%, Malaysia dan Thailand di atas 100%,Brunei Darussalam sekitar 90%,Filipina sekitar 50% dan Indonesia hanya sekitar 40% pada 2009. Jelas dapat dilihat bahwa negara-negara yang maju dan makmur di ASEAN secara umum bisa memanfaatkan liberalisasi pasar dengan baik. Negara seperti Singapura yang kecil ternyata mampu mendapatkan surplus dari perdagangan intra ASEAN sebesar lebih dari USD20 miliar, Malaysia surplus sekitar USD8 miliar, dan Thailand surplus sekitar USD5 miliar pada tahun 2009.

Sementara Indonesia defisit sekitar USD3 miliar pada periode yang sama. Kepiawaian tetangga kita memanfaatkan pasar luar negeri juga dapat dilihat dari besarnya turis yang masuk ke negerinya.Malaysia dengan iklan Malaysia Truly Asia telah dapat menyedot 24 juta turis pada 2010, di mana 19 juta adalah turis ASEAN dan 5 juga turis di luar ASEAN.Demikian juga Thailand dapat menarik 15 juta turis pada tahun yang sama, dengan komposisi ASEAN 4 juta dan non-ASEAN 11 juta, Singapura dapat menarik 11 juta turis dengan 5 juta dari ASEAN dan 6 juta dari luar ASEAN.

Sementara Indonesia pada periode yang sama hanya dapat menarik 7 juta turis, di mana hanya ada 2 juta turis ASEAN dan 5 juta yang berasal dari luar ASEAN. Jelas bahwa Indonesia yang lebih luas dan lebih kaya keindahan alam dan budaya yang dapat dijual,bahkan komodo juga menjadi salah satu keajaiban dunia, dan ada Pulau Bali yang sangat terkenal tidak bisa memanfaatkan pasar ASEAN. Meskipun dari sisi menarik foreign direct investment(FDI) di ASEAN Indonesia lumayan, termasuk menarik bagi FDI, karena banyaknya sumber daya alam dan pasar besar Indonesia.

Indonesia belum bisa memanfaatkan pasar ASEAN dengan baik selama ini.Padahal Masyarakat Ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic Community (AEC) yang akan mengintegrasikan ekonomi ASEAN dimulai 2015 sudah di depan mata. Padahal ASEAN akan menjadi satu kawasan ekonomi, sehingga barang, jasa, investasi, tenaga kerja yang memiliki keterampilan, dan kapital bisa bebas bergerak di ASEAN.

Dengan demikian, persaingan akan semakin ketat. Padahal selain kualitas manusia yang tidak kompetitif di ASEAN, daya saing Indonesia dilihat dari Ease of Doing Business 21011 juga kalah dari Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei,dan bahkan Vietnam. Karena itu,posisi Indonesia mengkhawatirkan dalam menghadapi AEC.

Pemerintah perlu melakukan persiapan khusus agar kita tidak menjadi “korban” dari AEC. Supaya kita yang pada 2012 sukses memimpin ASEAN juga sukses “memimpin”dalam membawa kemajuan dan kesejahteraan ASEAN pada masa mendatang, bukan hanya menjadi “pengikut” atau bahkan “penonton” dari pesta AEC.

DR SRI ADININGSIH
Ekonom Senior
Universitas Gadjah Mada UGM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar