Written by Zoom-Indonesia
Seorang pria kaya raya dan tiga anak perempuannya tinggal di sebuah rumah besar dan indah. Dari kejauhan, terlihat juga rumah-rumah yang ditinggali oleh para tukang kayu, pembuat kapal, dan banyak lagi orang dengan profesi berbeda. Namun ada beberapa dari mereka yang terlalu egois karena terbuai kemewahan harta benda.
Pria kaya raya ini memiliki rencana untuk menghapus sifat buruk mereka. Ia meminta ketiga putrinya menyamar menjadi orang miskin. Masing-masing dari mereka diberi sekantung emas untuk diberikan pada orang yang mau menolong mereka.
Kemudian, ia dan ketiga anaknya mulai berkeliling. Di rumah pertama, mereka mengetuk pintu dan seseorang membuka pintu dan berkata, “Tidak. Kami tidak punya kamar atau makanan untuk pengemis,” lalu menutup pintu.
Di rumah berikutnya, mereka mengetuk pintu lalu berkata pada orang yang membukakan pintu, “Bisakah Anda memberi makan dan tempat berlindung untuk kami?”
Jawabannya, “Kami tak punya makanan untuk dibuang-buang, dan rumah kami hampir tidak cukup untuk diri kami sendiri,” lalu menutup pintu.
Sampailah mereka di rumah berikutnya. “Yang ini kelihatan lebih meriah daripada yang lain. Kita pasti akan diterima,” kata salah seorang anak. Sang ayah tetap mengawasi mereka sambil bersembunyi. Ketika pintu dibuka, muncullah seorang gadis. “Bisakah kau memberi kami makan dan tempat berteduh selama satu malam?”
“Tidak. Kami baru saja menghabiskan uang untuk saudara kami, Jack, yang baru saja kembali dari laut. Kami juga tidak bisa karena kami tidak punya satu kamarpun yang tersisa, sebab semua teman-teman kami ada di sini,” kata gadis itu, lalu menutup pintu.
“Haruskah kami melanjutkan, ayah?” tanya mereka.
“Satu kali ini saja, ini yang terakhir.” Kata pria itu sambil mengantar mereka ke rumah seorang janda miskin.
Mereka berhenti sejenak di depan rumah, karena mereka mendengar suara seseorang yang sedang berdoa, “Berilah rizki pada hamba, maafkan kesalahan hamba, dan jangan biarkan hamba tergoda.”
Ia kemudian berdiri setelah mendengar suara ketukan pintu. Setelah membuka pintu, ia tersenyum pada ketiga anak perempuan itu. “Aku punya tempat berteduh, tapi tak punya makanan. Masuklah.”
“Aku tak punya makanan, tapi marilah dekat perapianku ini. Udara di luar sangat dingin, dan kalian pasti butuh istirahat.”
“Aku senang kalian datang sekarang, aku tak punya bahan bakar lagi, dan jika kalian datang besok pasti di sini gelap dan dingin.”
Tiga anak perempuan itu kemudian mengeluarkan emas yang ada di kantung mereka. “Ini dari ayah kami, karena Anda telah menolong kami yang sedang menyamar.” Wanita itu pun terkejut dan hanya bisa melongo.
“Tuhan pasti akan memberi rizki pada orang yang mau membantu orang lain.” kata sang ayah yang kemudian muncul.
Pagi harinya, orang-orang ramai membicarakan emas itu. Mereka menyesal kenapa mereka tidak menolong tiga gadis yang menyamar.
“Tapi mereka sebenarnya tidak kelaparan dan kedinginan!” Kata salah seorang dari penduduk.
“Kalian menghadapi hal yang sama, karena sebenarnya saat itu kalian semua tidak tahu bahwa mereka menyamar. Biarlah pengalaman ini menjadi pelajaran untuk seumur hidup kalian, agar menolong orang lain yang sedang membutuhkan.” Mereka pun terdiam, karena itu memang benar.
Namun pelajaran itu telah mengubah mereka dan tidak pernah lagi menutup pintu untuk orang asing yang sedang membutuhkan.
“Kesempatan-kesempatan besar untuk membantu orang lain jarang datang, tapi yang kecil ada di sekeliling kita setiap hari.” - Sally Koch
Seorang pria kaya raya dan tiga anak perempuannya tinggal di sebuah rumah besar dan indah. Dari kejauhan, terlihat juga rumah-rumah yang ditinggali oleh para tukang kayu, pembuat kapal, dan banyak lagi orang dengan profesi berbeda. Namun ada beberapa dari mereka yang terlalu egois karena terbuai kemewahan harta benda.
Pria kaya raya ini memiliki rencana untuk menghapus sifat buruk mereka. Ia meminta ketiga putrinya menyamar menjadi orang miskin. Masing-masing dari mereka diberi sekantung emas untuk diberikan pada orang yang mau menolong mereka.
Kemudian, ia dan ketiga anaknya mulai berkeliling. Di rumah pertama, mereka mengetuk pintu dan seseorang membuka pintu dan berkata, “Tidak. Kami tidak punya kamar atau makanan untuk pengemis,” lalu menutup pintu.
Di rumah berikutnya, mereka mengetuk pintu lalu berkata pada orang yang membukakan pintu, “Bisakah Anda memberi makan dan tempat berlindung untuk kami?”
Jawabannya, “Kami tak punya makanan untuk dibuang-buang, dan rumah kami hampir tidak cukup untuk diri kami sendiri,” lalu menutup pintu.
Sampailah mereka di rumah berikutnya. “Yang ini kelihatan lebih meriah daripada yang lain. Kita pasti akan diterima,” kata salah seorang anak. Sang ayah tetap mengawasi mereka sambil bersembunyi. Ketika pintu dibuka, muncullah seorang gadis. “Bisakah kau memberi kami makan dan tempat berteduh selama satu malam?”
“Tidak. Kami baru saja menghabiskan uang untuk saudara kami, Jack, yang baru saja kembali dari laut. Kami juga tidak bisa karena kami tidak punya satu kamarpun yang tersisa, sebab semua teman-teman kami ada di sini,” kata gadis itu, lalu menutup pintu.
“Haruskah kami melanjutkan, ayah?” tanya mereka.
“Satu kali ini saja, ini yang terakhir.” Kata pria itu sambil mengantar mereka ke rumah seorang janda miskin.
Mereka berhenti sejenak di depan rumah, karena mereka mendengar suara seseorang yang sedang berdoa, “Berilah rizki pada hamba, maafkan kesalahan hamba, dan jangan biarkan hamba tergoda.”
Ia kemudian berdiri setelah mendengar suara ketukan pintu. Setelah membuka pintu, ia tersenyum pada ketiga anak perempuan itu. “Aku punya tempat berteduh, tapi tak punya makanan. Masuklah.”
“Aku tak punya makanan, tapi marilah dekat perapianku ini. Udara di luar sangat dingin, dan kalian pasti butuh istirahat.”
“Aku senang kalian datang sekarang, aku tak punya bahan bakar lagi, dan jika kalian datang besok pasti di sini gelap dan dingin.”
Tiga anak perempuan itu kemudian mengeluarkan emas yang ada di kantung mereka. “Ini dari ayah kami, karena Anda telah menolong kami yang sedang menyamar.” Wanita itu pun terkejut dan hanya bisa melongo.
“Tuhan pasti akan memberi rizki pada orang yang mau membantu orang lain.” kata sang ayah yang kemudian muncul.
Pagi harinya, orang-orang ramai membicarakan emas itu. Mereka menyesal kenapa mereka tidak menolong tiga gadis yang menyamar.
“Tapi mereka sebenarnya tidak kelaparan dan kedinginan!” Kata salah seorang dari penduduk.
“Kalian menghadapi hal yang sama, karena sebenarnya saat itu kalian semua tidak tahu bahwa mereka menyamar. Biarlah pengalaman ini menjadi pelajaran untuk seumur hidup kalian, agar menolong orang lain yang sedang membutuhkan.” Mereka pun terdiam, karena itu memang benar.
Namun pelajaran itu telah mengubah mereka dan tidak pernah lagi menutup pintu untuk orang asing yang sedang membutuhkan.
“Kesempatan-kesempatan besar untuk membantu orang lain jarang datang, tapi yang kecil ada di sekeliling kita setiap hari.” - Sally Koch
Tidak ada komentar:
Posting Komentar