Jumat, 27 April 2012

Menggunakan Senyum untuk Mengubah Dunia

Written by Zoom-Indonesia

Lusy akan menyelesaikan masa kuliahnya. Kelas terakhir yang diambilnya adalah sosiologi. Profesornya benar-benar menginspirasinya dengan kualitas proyek yang luar biasa.

Proyek terakhirnya disebut “Senyum.” Seluruh mahasiswa diminta melakukan penelitian ke luar dan tersenyum pada orang-orang dan mendokumentasikan reaksi mereka.

Lusy adalah wanita yang sangat ramah dan selalu tersenyum pada setiap orang dan menyapa mereka. Jadi, ia pikir proyek ini pastilah sangat mudah.

Tak lama setelah tugas proyek itu diumumkan, Lusy bersama suami dan anak laki-laki bungsunya menghabiskan waktu untuk makan bersama di sebuah restoran cepat saji.

Mereka sedang berdiri dalam antrian, menunggu giliran dilayani, ketika tiba-tiba setiap orang mulai menoleh ke belakang, bahkan suami Lusy.

Sentakan kecil di hatinya, ketika Lucy mengikuti pandangan orang-orang itu dan ikut melihat apa yang mereka lihat. Seketika, ia mencium aroma tak sedap dari tubuh dan pakaian dua pria tuna wisma dibelakangnya.

Saat ia melihat salah satu dari mereka, pria itu tersenyum. Matanya yang sebiru langit itu penuh kedamaian. “Hari yang baik,” kata pria itu sambil menghitung koin ditangannya.

Sedangkan pria kedua yang berdiri dibelakangnya, meraba-raba dengan tangannya. Lusy segera menyadari pria kedua itu tuna netra, dan pria bermata biru adalah penunjuk jalannya.

Perempuan muda dibelakang counter menanyakan apa yang mereka inginkan. “Kopi saja, Nona,” hanya itu yang bisa mereka beli. Mereka hanya ingin menghangatkan badan di dalam restoran. Dan jika ingin duduk disana, mereka harus membeli sesuatu.

Lusy secara spontan hampir mengulurkan tangan dan memeluk pria kecil dengan mata biru. Semua mata di restoran menatapnya, menilai semua tindakannya.

Ia tersenyum dan meminta perempuan muda di belakang counter untuk memberinya dua kali menu sarapan pada nampan terpisah. Kemudian ia berjalan mengitari sudut ke meja dua pria tadi. Ia letakkan nampan di atas meja dan menyentuh tangan dingin pria ber-mata biru.

Ia menatap Lusy dengan air mata di matanya dan berkata, “Terima kasih.”

Lusy menepuk tangannya dan berkata, “Saya tidak melakukan ini untuk Anda. Tuhan berada di sini, bekerja melalui saya untuk memberi Anda harapan.”

Saat ia kembali bergabung bersama suami dan anaknya, ketika itu suaminya tersenyum dan berkata, “Inilah mengapa Tuhan memberikanmu padaku, Sayang, untuk memberiku harapan.”

Saat Lusy kembali pada hari terakhir kuliah, ia bawa cerita ini di tangannya. Ia serahkan proyeknya untuk dibaca profesor.

Kemudian profesor menatapnya dan berkata, “Bolehkah saya membagi cerita ini pada yang lain?”

Dengan caranya sendiri, ia telah menyentuh orang-orang di restoran, suami, anak, seorang guru, dan setiap jiwa yang hadir di ruang kelas, di malam terakhirnya sebagai seorang mahasiswa.

Banyak cinta dan kasih sayang dikirim pada setiap orang yang membaca ini dan belajar bagaimana mencintai sesama manusia. Ini mengingatkan kita untuk menggunakan senyum kita untuk mengubah dunia. Dan tidak membiarkan dunia mengubah senyum kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar